Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Miago, Juwita Kuliner "Anti-mainstream" Jogja

21 Maret 2017   16:30 Diperbarui: 22 Maret 2017   07:00 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta. Mendengar kota ini disebut pasti langsung terngiang sebait lagu, ‘Pulang ke kotamu. Ada setangkup haru dalam rindu’. Jadi syahdu, ya. Pastinya. Amsalnya, banyak orang yang memiliki kenangan indah di Yogya. Menginginkan untuk kembali lagi. Selain itu, kota ini dianggap sebagai surganya kuliner. Meskipun terkenal dengan rasa manis dalam setiap masakannya, tetap banyak jenis makanan dengan ‘taste’ luar Yogya. Menyesuaikan lidah orang-orang yang tinggal di Yogya. Baik asin, pedas, dan lain sebagainya. Mengingat Yogya adalah Indonesia kecil, pendatangnya berasal dari seluruh Indonesia. Jadi, tak perlu khawatir, tidak bisa makan di kota Gudeg ini.

Banyak pilihan kuliner di kota ini, ada Gudeg, pastinya. Bakmi jawa, pecel, sate klathak, sate kere, wedang ronde, dan masih banyak lagi. Nah, ada lagi yang familiar di manapun kota kita datangi, termasuk Yogya. Tak salah lagi, makanan itu adalah bakso dan mi ayam. Pasti sudah pernah menikmati semua. Tapi ada mi ayam yang lain daripada yang lain di Yogya. Jenis minya sama, ayamnya juga ada. Tapi, mi ayam yang ini beda banget. Pangsit yang biasanya jadi pelengkap jadi kemasan utama dalam penyajian mi. Penasaran, kan?

Miago Pangsit Juwita

Miago ‘Juwita’ sebuah warung dengan bangunan unik karena bangunannya dibuat dari kayu bekas pilar kandang sapi. Suasananya sejuk meski berada di tengah kota. Tepatnya di Jalan Langensari, Klitren, Yogyakarta. Beberapa waktu lalu saya dan beberapa teman Kompasianer Jogja menyempatkan diri untuk mencicipi kuliner antimainstream yang sudah diliput TV nasional dalam acara kuliner ini.

Bangunan dengan pilar bekas kandang
Bangunan dengan pilar bekas kandang
Namanya unik, Miago Juwita. Miago disini maksudnya adalah Mi Ayam Goreng. Mi ayam seperti biasa namun disajikan dengan cara digoreng tanpa kuah. Toppingnya bermacam-macam. Mulai dari bakso, ceker, dan sosis. Bagi para vegan bisa pesan tanpa daging dengan topping jamur.

Menu Lengkap

Kali ini, meskipun banyak pilihan menu, seperti nasi goreng, mi nyemek, burger, sosis dan jagung nampol, bingke pontianak, ayam goreng, saya tetap memilih mi ayam sebagai menu andalannya Miago ‘Juwita’. Ternyata banyak juga pilihan untuk mi ayam ini. Ada mi ayam bayam, strawberry, coklat. 

Nasi Goreng Miago Juwita. Dokpri.
Nasi Goreng Miago Juwita. Dokpri.
Wah, rasanya seperti mau pesan lengkap. Ingin menikmati setiap jenis mi ayam. Akhirnya, pilihan saya jatuh pada mi ayam bayam dengan topping bakso.

Miago Bayam Topping Bakso. Dokpri.
Miago Bayam Topping Bakso. Dokpri.
Baru memesan saja sudah nikmat rasanya. Tersebab, aroma bumbu dari dapur, olahan mbak Noplen Juwita sang pemilik, sudah tercium menusuk hidung. Rasa pedasnya juga sudah menyambangi lidah untuk segera dinikmati. Oh, iya. Miago memberi pilihan level pedas, lo. Level pedas mulai dari 0, artinya nggak pedas, level 1 hingga 13. Level ini setara dengan jumlah cabai yang digunakan. Saya pesan level 5 saja. Sepertinya sudah akan nonjok di lidah.

Miago Coklat Topping Ceker. Dokpri.
Miago Coklat Topping Ceker. Dokpri.
Sambil menunggu pesanan, ternyata oleh mas Agus Yudi, partner kerja mbak Juwita, kami diberi suguhan istimewa. Suguhan cantik, sangat menarik. Diberi nama Siomay pelangi. Siomay yang disajikan warna-warni. Ada merah, hijau, juga coklat. Rasanya lembut, cocok di lidah. Jadi bagi yang ‘ngedate’ bareng pasangan, tapi tidak suka pedas bisa pesan menu ini. Cocok juga untuk anak-anak yang belum bisa makan pedas.

Siomay Pelangi. Dokpri.
Siomay Pelangi. Dokpri.
Konsep Kekinian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun