Yogyakarta adalah kota budaya, kota pelajar, serta segudang sebutan lain. Tak salah jika banyak lagu dilantunkan dengan judul Yogyakarta. Tak salah juga jika kota ini dikatakan sebagai surganya kuliner. Bagaimana tidak, jika kita berada di Yogyakarta, kita akan dimanjakan dengan berbagai macam makanan. Mulai dari makanan pedagang kaki lima hingga restoran besar. Lidah kita akan dimanjakan dengan berbagai suguhan yang menggugah selera.
Gudeg yang sangat terkenal. Ingat Yogyakarta berarti ingat Gudeg, Bakpia, juga Geplaknya. Tak ketinggalan sate Kere dan sate Klathak. Sate Klathak yang konon akan berbunyi ‘klathak-klathak’ ketika dibakar. Sate yang khas ditusuk dengan jeruji besi, sehingga matangnya bisa lebih merata. Selain itu sate ini sangat nikmat, walau konon, tanpa dibumbui rempah lain selain garam. Wow... Sungguh makanan yang membuat penasaran, membuat keinginan untuk segera menikmatinya.
Pucuk dicinta ulampun tiba, disaat keinginan itu ada, undangan makan klathak tiba di atas meja. Teman-teman Kompasianer Jogja mengajak ‘Nglathak’, istilah yang dipakai, untuk makan sate klathak bersama. Di sebuah tempat makan yang telah ditentukan, yaitu Warung Nglathak.
Membayangkan sate klathak di depan mata, pastilah akan saya temui sebuah warung dengan tempat pembakar sate di depannya. Arang yang menganga serta kipas penjual yang tak pernah berhenti demi menjaga api tetap menyala. Tempat dengan meja kursi kayu lawas dengan aroma khas kambing muda. Hingga pada akhirnya, bayangan saya itu terpatahkan. Setelah saya sampai di tempat, Warung Nglathak, berbinar mata saya melihatnya.
Di sebuah gang yang sejuk, jauh dari hiruk pikuk, lalu lalang kendaraan. Sebuah tempat makan berasitektur minimalis di Jl. Gambir Karangasem Baru Gg. Seruni No. 7, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Tempat ini berada di utara selokan mataram, sebelah utara Fakultas Teknik UNY. Nglathak nama rumah makan ini. Sekali lagi kesan sejuk menyambut kehadiran siapa saja yang ingin berkunjung dan makan di tempat ini. Tidak ada panggangan atau tempat membakar sate di depannya. Tidak ada asap yang mengepul dari dalamnya. Suasananya sangat nyaman dan enak untuk sekadar ngobrol sambil menikmati sate klathak, menu andalannya.
Ternyata berbagai macam menu, yang terbagi sebagai Starters, Main Course, Drink, dan Dessert disiapkan di belakang, sehingga tidak mengganggu pembeli. Sate Klathak yang merupakan menu utama disiapkan tanpa harus menunggu waktu lama. Ada sate klathak original, sate klathak mozarela, juga sate klathak manis. Semua disajikan dengan manis, secara kekinian. Sungguh menarik pembeli untuk segera menikmatinya.
Sambil menunggu hidangan ini selesai disiapkan, kita bisa berbincang dengan kawan atau sahabat. Selain itu kita bisa membaca buku yang telah disediakan di setiap meja. Ada kantung-kantung buku di sana. Luar biasa, itu komentar saya. Meskipun ini sebuah tempat makan namun tetap menyediakan buku bacaan sebagai sarana pembuka cakrawala. Pengunjung menunggu tidak sekadar ngobrol atau sibuk dengan gadget namun bisa membaca buku untuk menambah wawasannya.
Lengkap sudah kenyamanan akan tempat makan di Nglathak ini. Warung yang menyajikan menu lawas namun disajikan dengan cara modern. Tidak perlu jauh-jauh ke kota sebelah pinggir, cukup lima sepuluh menit dari kampus kita telah bisa menikmatinya. Tempat yang strategis memungkinkan untuk menjadi tempat persinggahan sementara dari kampus, dari perkuliahan satu ke perkuliahan yang lainnya.
Mau coba?
Silakan buktikan kenikmatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H