Mohon tunggu...
Cerpen

Tragis

10 April 2019   03:02 Diperbarui: 10 April 2019   03:41 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                                                         Tragis

                                  (Sumiati SMAN 17 Makassar)

Air matanya mengering, raut mukanya lembab, dadanya pun tampak semakin sesak oleh beban hidupnya. Sama seperti hari-hari kemarin,  selalu saja tidak bisa akur dengan suami. Hidup yang dia jalani, seperempat abad lamanya, tidak membuat pasangan kian harmonis. Sejak awal penikahan ada satu sikap yang sangat dia dambakan yang tidak dimiliki oleh suaminya, yaitu romantis. Dalam satu rasa ini dia harus rela melewatinya, demi kelanggengan mahligai rumah tangganya.

"Mba apa sikapku masih seperti dulu?" Sapa Hana ketika kita baru bertemu setelah lima belas tahun lamanya tidak bertemu.

"Ya mba tidak ada yang berubah, semua tetep seperti dulu. Kecuali,...." Sambung sahabatnya membuat penasaran Hana.

" Apa Mba? Tanyanya nggak sabar.

"Bodi kita, ya saya dan Mba Hana sekarang gemuk." Jawabku sekenanya.

Kamipun tertawa berdua, membenarkan ucapanku.  Setelah itu kamipun mengucapkan kata perpisahan sejenak lantaran akan mandi untuk pembukaan workshop dari kementrian sore itu.

Empat hari bersama rasanya kurang untuk menceritakan kenangan yang telah terajut, mulai dari mengenang masa-masa kami kuliah sampai pada cerita keluarga, karier dan segala kenangan yang pernah ada di antara kita. Waktu itu kebetulan kami tidak sekamar, namun sering kita ketemuan, pada saaat-saat istirahat kegiatan kami.  

Ketika menyapa kami memang sama, yaitu Mba. Mba Hana pangil saya Mba karena usia saya lebih tua, namun saya panggil Mba Hana dengan sebuta Mba, karena Mba Hana adalah kakak kelas saya di kampus. 

Entah pertemuan ke berapa pada kegiatan worshop kali ini,  Mba Hana tampak riang, namun sebagai sahabat yang telah lama bersama, saya tidak bisa dikibuli, ada rasa yang tersimpan. Dan memang benar tebakanku, ketika  saya bertendang ke kamarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun