Ada beberapa postingan dan himbauan untuk tidak merayakan atau menyambut tahun baru masehi, dari himbauan yang moderat sampai yang terkesan ekstrim. Kenapa ekstrim? Karena mengidentikkan merayakan Tahun Baru Masehi dengan tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan bid'ah.Â
Apakah benar bahwa tahun Masehi dan Tahun Hijriyah identik dengan kafir dan Islam? Faktanya, dalam kehidupan sehari-hari kita kebanyakan lebih hafal dan berpedoman dengan kalender tahun Masehi dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Misalnya, tanggal gajian, tanggal arisan, tanggal pernikahan, tanggal ujian, dan sebagainya. Mungkin kebanyakan muslim di Indonesia, menggunakan kalender tahun Hijriyah pada momen tertentu. Misalnya menentukan awal puasa, lebaran idul fitri maupun idul adha, maulid Nabi, dll.Â
Apa persamaan dan perbedaan kalender Masehi dan Hijriyah?
Kalender Masehi dan Hijriyah, keduanya sama: Â merupakan suatu sistem penanggalan untuk mengelompokkan tanggal, hari, bulan, dan juga tahun. Â Penamaan hari, bulannya saja yang berbeda. Meski di Indonesia, penamaan hari dalam kalender Masehi merupakan terjemah dari bahasa Arab, selain hari Minggu.Â
Minggu diserap dari bahasa Portugis, domingo, yang diserap dari bahasa Latin yang artinya hari Tuhan atau hari dari Tuhan. Domingo ini kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi Minggu yang menjadi hari pertama dalam sepekan. Kadang kita juga menggunakan kata Ahad untuk menamai hari Minggu dengan arti yang sama, Ahad artinya hari pertama. Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jumat, Sabtu adalah serapan dari bahasa Arab.Â
Perbedaan penghitungan kalender Masehi berdasar  waktu revolusi bumi. Revolusi bumi adalah peristiwa bergeraknya bumi mengelilingi pusat tata surya atau matahari yang berjumlah 365+seperempat hari. Sedangkan penghitungan kalender hijriyah berdasarkan revolusi bulan mengelilingi bumi, jumlahnya 354/355 hari.Â
Jika demikian, klaim tentang satu kafir dan satunya Islam menjadi tidak relevan. Penjelasan sederhana sangat mudah dimengerti bahwa Allah menurunkan ayat-ayat qouliyah (kalam Allah) yang sekarang dibukukan dalam Al Qur'an dan Allah menurunkan ayat-ayat kauniyah, yaitu alam semesta dan seisinya.
Manusia diberi tugas sebagai khalifah Allah di bumi untuk membaca ayat qouliyah maupun kauniyah tersebut. Penghitungan kalender Masehi dan Hijriyah adalah salah satu cara membaca ayat-ayat kauniyah.Â
Lalu, mana yang tidak Islami dari keduanya? Satu membaca revolusi bumi dan satunya revolusi bulan. Bukankah keduanya adalah makhluk Allah dan ayat kuniyah-Nya?Â
Mungkin yang membedakan adalah cara menyambut atau merayakannya. Merayakan tahun baru apapun jika dilakukan dengan cara yang baik ya semestinya tidak ada yang salah. Misalnya dengan membaca doa awal tahun, berdzikir, berdoa untuk harapan-harapan yang baik di tahun yang baru, sambil syukuran dengan makan bersama.Â
Cara ini, hablun min Allah dapat, hablun min an-nas juga dapat. Maksudnya, berdoa adalah manifestasi hubungan makhluk dengan Allah, makan bersama adalah cara kita menjalin silaturahmi dengan sesama makhluk. Keduanya sangat penting dalam kehidupan manusia.Â
Perayaan yang berlebihan dan negatif tentu saja tidak baik karena biasanya berpotensi melanggar aturan agama, etika bahkan hukum.
Mari membaca doa awal tahun, semoga tahun 2023 lebih baik dan bermanfaat bagi agama, keluarga, negara dan semesta...
Selamat Tahun Baru 2023!!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H