Beberapa waktu yang lalu... saya mendengar anak pertama saya membicarakan tentang MIA, IIS dan Babu. Awalnya agak aneh di telinga saya. Yaaa, mendengar kata MIA, IIS dan BaBu sepintas seperti nama orang atau profesi dengan pengertian yang kasar (asisten rumah tangga).
Anak saya bertanya: enaknya milih yang mana yah Bu, MIA, IIS atau Babu?
Saya melongo. Maklum.. kadang suka ketinggalan berita terbaru. "Apaan tuh kak?"
"Peminatan di SMA buu.. MIA= Matematika dan Ilmu Alam, IIS= Ilmu-Ilmu Sosial, Babu= Bahasa dan Budaya" katanya menjelaskan.
"Oooh itu. Ibu kira kamu sudah tahu kemana minatmu. Pilih sessuai minat yaa... Jangan seperti Ibu dahulu waktu SMA. Salah jurusan, akhirnya jadi menderita dan serba tanggung !"
"Emang kenapa bu?"
"Ibu dulu dipaksa oleh kepala sekolah masuk ke jurusan biologi. Meski sedikit bisa, tetapi Ibu lebih suka mata pelajaran yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan Sosial/IPS. Ibu punya minat tinggi belajar ilmu tata negara, politik, dan sejarah. Tapi kepala sekolah memaksa Ibu masuk jurusan IPA/Biologi karena di kelas 1 dapat ranking 1. Penjurusan ada di kelas 2. Sekuat tenaga menolak, tapi tidak diizinkan karena alasan: kalau yang ranking masuk IPS, terus bagaimana yang lain? Bukankah anak pintar harus masuk jurusan IPA?"
Sekarang, ibu baru sadar bahwa ada kesalahan paradigma dalam memandang kecerdasan seseorangi. Dahulu, orang yang dianggap cerdas adalah orang yang menguasai matematika dan ilmu alam. Selain dua ilmu tadi, dianggap manusia yang tidak cerdas. Ternyata pandangan itu keliru karena sebagaimana yang kemukakan Howard Gardner bahwa kecerdasan adalah hal yang bersifat majemuk (multiple intelligences). Masing-masing manusia membawa bakat dan kecerdasan masing-masing. Lihat saja orang-orang keren yang kamu lihat di tivi. Ada yang pandai bermusik, jago akting, jago menulis, jago berdebat, menguasai bahasa asing, dan sebagainya. mereka adalah orang-orang cerdas di bidangnya"
"Wah, berarti aku boleh masuk IIS ya bu? Nggak papa?"
"Kalau kamu keturunan ibumu... kayaknya memang lebih cocok mengembangkan kecerdasan di wilayah ilmu sosial. Siapa tahu, suatu saat kamu meneruskan cita-cita ibu semasa kecil dan bisa menjadi politikus yang benar-benar cerdas dan punya komitmen tinggi pada negara!"
"Oke okee... aku nggak malu lagi kalau dibilang anak IIS nggak bermutu! Hehe..." serunya girang.