Oleh Sumbo Tinarbuko
Dengan menggunakan ejaan lama, penulis tuliskan status di media sosial bertajuk Maklumat Yogya Anti Macet. Selengkapnya, status tersebut terbaca sebagai berikut: Makloemat Djogdja Anti Matjet. Oentoek toewan en njonjah pelantjong. Saat vakansi pandjang mendjelang seperti sekarang ini, dengen ini Djogdja saja 'hibahken' pada toewan2 en njonjah2 pelantjong pelantjongwati jang sedeng berboenga boenga atinja. Slamet merajaken liboeran. Slamet menikmati Djogdja molek  jang mbikin kangen kita semoewa. Djangan mbikin matjet djalanan ja! Karena Djogdja anti matjet, en djangan loepa boewang sampah pada tempatnja ja!
Maklumat Yogya Anti Macet seperti dituliskan di atas ditujukan pada siapa pun yang ada di Yogyakarta. Mereka adalah:  pemerintah, pejabat publik  pemangku dan penanggungjawab tatakelola kota Yogyakarta, wisatawan, pelaku usaha pariwisata, pengusaha industri kreatif, pedagang cinderamata dan warga Yogyakarta. Semuanya diharapkan mengatur, menjaga dan melestarikan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai  kota yang  layak dikunjungi  para wisatawan, sekaligus menjadi sebuah kawasan layak huni bagi warga Yogyakarta dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, Maklumat Yogya Anti Macet secara implisit mengingatkan pada pemerintah dan pejabat publik yang bertanggung jawab menggagas, melaksanakan dan penjalankan program kerja berkaitan dengan pariwisata.
Ketika pemerintah mengandalkan pemasukan asli daerah Yogyakarta lewat jualan aset wisata. Maka, berbagai bentuk promosi dan pameran potensi pariwisata gencar didengungkan baik di dalam negeri maupun mancanegara. Karena upaya semacam itulah, Yogyakarta tetap menjadi daerah tujuan wisata bagi para wisatawan.
Efeknya, oleh para pengusaha, aset wisata yang ada di Yogyakarta itu harus diamankan agar wisatawan tetap setia berkunjung. Maka dibangunlah puluhan hotel dan mal untuk mengikat wisatawan agar mau berleha-leha menikmati potensi wisata yang ada di Yogyakarta. Hebatnya, semua proposal pendirian hotel dan mal diizinkan pemerintah untuk dibangun. Yang terjadi kemudian, Yogyakarta menjadi berhenti nyaman, karena di setiap tikungan jalan dibangun hotel.  Bom waktu pun segera meledak seiring bertaburnya hotel di sepanjang kawasan strategis kota Yogyakarta.
Secara kasatmata, ledakan bom terkait menjamurnya hotel di Yogyakarta terlihat dari tak kuasanya pihak hotel menyediakan lahan parkir untuk menampung kendaraan bermotor tamu yang mengunjungi. Â Arus keluar masuk alat transportasi wisatawan dari hotel menuju objek wisata menyulut sumbu kemacetan di jalan raya.
Pada titik kecil ini, warga Yogyakarta mulai terganggu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Gangguan tersebut bermula dari macetnya jalan menuju objek wisata heritage maupun wisata belanja.  Warga Yogyakarta menjadi warga yang tidak merdeka di kotanya sendiri. Warga Yogyakarta menjadi terasing di tanah kelahirannya akibat terpaan banjir gelombang wisatawan yang memenuhi kantong  objek wisata dengan perilakunya yang kurang  berbudaya. Pertanyaannya, kenapa hadirnya wisatawan ke kota Yogyakarta belakangan ini menjadi ancaman bagi kenyamanan warga Yogyakarta? Kenapa pemerintah dan pejabat publik yang diberi kewenangan untuk mengatur masalah ini tidak menjalankan kewajibannya secara komprehensif?
Pertanyaan seperti  itu mengemuka, karena masalah klasik pengelolaan dan pengaturan arus lalulintas di sepanjang jalan menuju lokasi objek pariwisata Yogyakarta dalam 10 tahun terakhir tidak kunjung selesai dalam penanganannya. Liputan khusus harian KR (28/12) melaporkan Yogyakarta banjir wisatawan. Sumber banjir wisatawan ada di kawasan Malioboro.
Jika rekayasa pengaturan lalulintas, penataan objek pariwisata, aturan pembatasan pembangunan hotel dan mal dan aturan pemasangan iklan luar ruang, tidak ditegakkan dengan pendekatan hukum formal berbentuk peraturan daerah  dan sejenisnya, maka tahun depan dan jadwal liburan mendatang akan terjadi banjir bandang wisatawan dan macet di sepanjang jalan Yogyakarta.
Dalam konteks ini, warga Yogyakarta paling menderita dan merasakan dampak banjir bandang wisatawan. Mereka menjadi terasing di tanah kelahirannya akibat terpaan banjir bandang wisatawan yang memenuhi kantong  objek wisata dengan perilakunya yang kurang berbudaya. Untuk itu, pada siapa pun yang mencintai kota Yogyakarta, silakan cermati Maklumat Yogya Anti Macet!!
*) Sumbo Tinarbuko adalah Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta dan Pemerhati Ruang Publik | Twitter: Â @sumbotinarbuko |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H