Mohon tunggu...
Sumayyah
Sumayyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Sastra Arab UGM

Pembelajar seni hidup disayang Allah, berkah, dan bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Novel Kemi: Cinta Kebebasan yang Tersesat

18 Desember 2021   00:12 Diperbarui: 18 Desember 2021   00:13 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

So, kita kupas secara singkat novel KEMI yang pertama. KEMI merupakan novel fiksi yang berkisah tentang dua orang santri cerdas dari Pesantren Minhajul Abidin yang dipimpin oleh Kyai Aminuddin Rois. Ahmad Sukaimi (Kemi) dan Rahmat, mereka terpisah menempuh jalan yang berdeda. Kemi melanggar amanah Sang Kyai, dia terjerat paham liberalisme, sebuah angan-angan kebebasan yang justru menjerumuskan dan mengancam jiwanya.

Rahmat, sahabat Kemi di Pesantren, selain cerdas dan tampan, dia juga pandai "menjinakkan" pemikiran-pemikiran liberal. Dari Kyai Rois, Rahmat menerima amanah untuk menyadarkan Kemi dan menjinakkan pemikiran-pemikiran liberal. Oleh Sang Kyai, Rahmat dibekali kemampuan khusus dengan misi utama membawa Kemi kembali ke pesantren.

Rahmat berhasil "mengobrak-abrik" jaringan liberal yang membelit Kemi, bahkan membongkar sindikat kriminal pembobol dana-dana asing untuk proyek liberalisasi di Indonesia. Rahmat berhasil menaklukkan beberapa tokoh dan aktivis liberal dalam diskusi, bahkan menyadarkan salah satunya. Sementara itu, misi utama membawa kembali Kemi ke pesantren justru gagal.

Novel ini juga tidak hanya mengisahkan peristiwa-peristiwa menegangkan dalam ruang diskusi, namun mengandung kisah cinta antara Rahmat dan Siti, seorang feminis liberal, yang justru merupakan anak Kyai terkenal. Semenjak kehadiran Rahmat dalam episode kehidupannya, Siti semakin mempertanyakan makna kebebasan yang selama ini dia jalani. Siti terpesona oleh Keshalehan, kecerdasan, dan ketampanan Rahmat. Akhirnya, Siti sadar dan bertaubat, kembali ke orang tua dan pesantrennya setelah bertahun-tahun bergelimang dengan pemikiran dan aktivitas liberal.

Meskipun benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Rahmat dan Siti, demi kemajuan dunia pendidikan dan dakwah mereka bersepakat untuk berpisah dan belum mengikatkan diri dalam satu tali perkawinan. Keputusan Rahmat dan Siti memang belum final.

Sementara itu, meskipun berhasil menggulung jaringan liberalisme pimpinan Roman, namun sejatinya, Roman hanya seorang "preman kecil" dalam arena penyebaran liberalisme. KEMI 2 akan menyelusuri dan membongkar lebih jauh aktor-aktor liberalisme kelas kakap yang dengan leluasanya melang-melintang dan mengatur berbagai aspek kehidupan di Indonesia.

Sebelumnya, dalam KEMI, Kemi dihabisi oleh Roman dan anak buahnya karena dianggap tidak becus dalam mengurus dan menaklukkan Rahmat. Akhirnya, ia dilarikan ke rumah sakit karena luka parah akibat dikeroyok oleh komplotan Roman. Setelah mengalami koma, perkembangan Kemi cukup baik, lalu ia dipindahkan ke rumah sakit jiwa. Namun, tidak sampai di situ, para aktor liberalisasi di Indonesia tidak mau kehilangan Kemi, karna Kemi merupakan sosok yang bersungguh-sungguh dalam menyebarkan liberalisme ke pesantren-pesantren bahkan atas kesadaran dirinya, tidak terlena dengan kucuran dana-dana asing, seperti Roman dan anak buahnya. Para aktor dibalik liberalisasi ini menganggap Kemi adalah asset berharga bagi perjalanan praktik liberalisasi di Indonesia.

Lalu apa yang terjadi? Kemi diculik oleh seseorang yang mengaku sebagai dokter. Tidak ada yang mengenali siapa orang tersebut. Dokter Nasrul yang menyadari adanya kejanggalan dalam kasus hilangnya Kemi dari rumah sakit, akhirnya bekerja sama dengan Ahmad Petuah, redaktur perusahaan media cetak, Bejo, seorang wartawan, dan Habib Marzuki, pegiat Islam yang dicap garis keras, untuk mengungkap keberadaan Kemi dan dalang dibalik penculikan Kemi.

Dalam KEMI 2 ini, terjadi perebutan Kemi oleh sesama aktivis liberal. Pergulatan Islam dan liberalisme memasuki babak yang semakin seru melibatkan aktor penting Bernama Doktor Rajil, pengamat politik terkenal. Kecanggihan Doktor Rajil merekayasa proyek liberalisme harus berbenturan dengan suara hati putri kecilnya sendiri yang suatu ketika merajuk pada sang ayah "Pokoknya Papa jangan liberal, ya... Putri takut, Pa... nanti Papa masuk neraka! Janji ya, Pa! Papa enggak liberal!"

Wah, menarik sekali bukan? Jadi tidak sabar untuk membaca KEMI 3, nih. Pemikiran-pemikiran Islam dan pemikiran-pemikiran liberal tuh kalau kita baca dibuku yang isinya teori aja, pasti merasa berat untuk membacanya. Tapi kalau novel KEMI ini kamu dijamin akan tertarik! Karena penulis pandai sekali membuat alur cerita dengan tokoh-tokoh yang memiliki karakter unik dan menarik. Perbedaan watak tokoh sangat jelas tergambar dalam dialog-dialog dalam cerita, namun itulah yang membuat novel ini tidak membosankan. Namun, terdapat beberapa istilah yang tidak semua orang mudah memahaminya, yang dituliskan penulis tanpa keterangan seperti di foot note atau sejenisnya.

Bagaimana, tertarik untuk membaca novelnya, guys?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun