Mohon tunggu...
Sumaryoto Padmodiningrat
Sumaryoto Padmodiningrat Mohon Tunggu... -

Putra Asli Wonogiri...yang Cinta Bangsa, Negara dan Budaya...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ma Ga Ba Tha Nga

4 Februari 2010   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Choiri, SBY saat ini justru terbebani oleh Boediono dan Sri Mulyani. Posisi keduanya inilah yang dinilai bisa turut membahayakan kedudukan SBY.
“Mereka bisa menjadi duri dalam daging bagi SBY selama 4,5 tahun ke depan,” tuturnya sambil menambahkan, mungkin Boediono dan Sri Mulyani memang tidak menjadi kaya dari tindakan mereka. “Namun mereka tetap salah dan gegabah, sehingga mengorbankan rakyat,” tandasnya.

Mengorbankan rakyat? Kalau tidak “masuk angin” di tengah jalan, hampir dapat dipastikan bahwa Pansus Century akan menghasilkan kesimpulan yang mengerucut pada sekurang-kurangnya dua nama yang diangap bersalah dan harus bertanggung jawab dalam skandal Bank Century: Sri Mulyani dan Boediono. Saat skandal terjadi, Sri Mulyani adalah Ketua KSSK, sedangkan Boediono yang waktu itu Gubernur BI adalah anggota KSSK. Jika keduanya dianggap bersalah, maka pintu bagi pemecatan Sri Mulyani dan pemakzulan atau impeachment Boediono terbuka lebar. Jika Boediono terkena pemakzulan, maka SBY pun akan terkena imbasnya. Bisa-bisa dia juga dimakzulkan, mengingat tanggung jawab tertinggi di pemerintahan berada di tangan Presiden.

Adalah sangat naif jika dikatakan presiden tidak tahu-menahu tentang kebijakan bail out Bank Century sebesar Rp6,7 triliun yang telah diputuskan Sri Mulyani dan Boediono. Apalagi berdasarkan pengakuan Sri Mulyani ketika diperiksa Pansus Century beberapa waktu lalu, kebijakan mengenai bail out Bank Century ini telah ia laporkan kepada SBY. Salahkah bila kemudian SBY pun diminta pertanggungjawaban?

“Yang paling bertanggung jawab jelas komandannya, SBY. Boediono dan Sri Mulyani hanya pelaksana lapangan. Jadi, yang harus dimakzulkan adalah SBY,” kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Rindoko dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (1/2/2010).

Soal pemakzulan presiden dan/atau wapres memang dimungkinkan karena konstitusi kita, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya Pasal 7A, sudah mengatur masalah itu. Namun ironisnya, Menkumham Patrialis Akbar yang kita asumsikan paham akan hukum, justru berpendapat berbeda. Menurutnya, dalam sistem presidensiil seperti yang dianut Indonesia, presiden yang dipilih langsung oleh rakyat tidak dapat dijatuhkan.

Kata Patrialis Akbar, ada ciri-ciri dalam sistem presidensiil ini, di antaranya keputusan politik harus tunduk pada hukum, di mana hukum sebagai primadona tidak bisa diganggu gugat, bahkan keputusan politik bisa dibatalkan oleh keputusan hukum. “Sehingga pemakzulan tidak bisa serta- merta dilakukan, harus diikuti proses satu per satu, diuji kebenarannya, dan harus dibuktikan apakah presiden dan/atau wapres mengkhianati hukum, negara atau melakukan korupsi,” ujar Patrialis Akbar kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/2/2010).

Dalam kasus Century, Patrialis menilai ada upaya provokasi melalui isu pemakzulan. “Suara pemakzulan lebih banyak provokasi. Justru ini harus diwaspadai,” ujarnya sambil mempertanyakan apa tujuan mereka yang mengusung isi pemakzulan, apakah menginginkan Indonesia ini kacau-balau? “Tolong waspadai upaya provokator yang minta pemerintah dibubarkan,” katanya.

Menjadi pertanyaan, siapakah sesungguhnya yang suka memprovokasi? Apakah statamen-statemen yang dilontarkan pejabat pemerintah maupun kader-kader Partai Demokrat di DPR yang justru banyak bernada provokatif? Lihat saja anggota Pansus Century dari Partai Demokrat Ruhut Sitompul dalam rapat-rapat Pansus yang suka memancing kegaduhan.

Agar tidak kacau-balau sebagaimana harapan Patrialis Akbar, bahkan juga harapan kita semua, apakah tidak sebaiknya mereka yang bersalah dalam skandal Century mengundurkan diri saja sebelum dimundurkan atau dimakzulkan? Kalau ini dilakukan, pasti akan lebih elegan, karena social and political cost atau ongkos sosial politiknya tidak akan mahal. Dari kaca mata hukum, pihak-pihak yang tak setuju pemakzulan tentu akan berpendapat bahwa Sri Mulyani, Boediono, atau bahkan SBY belum terbukti bersalah, sehingga jika diminta mundur maka akan melanggar asas presumption of innocent (praduga tak bersalah). Tapi itu ranah hukum. Di ranah politik, ketika para pemimpin sudah tidak punya kredibilitas dan legitimasi moral lagi dari rakyat, jangan berharap kinerja mereka akan produktif dan efektif, apalagi berwibawa.

Contoh tidak berwibawanya pemerintah di mata rakyat antara lain terlihat dalam aksi-aksi demonstrasi akhir-akhir ini, di mana gambar atau foto para pejabat tinggi pemerintah sering diinjak-injak para demonstran. Bahkan SBY sempat dikonotasikan sebagai kerbau, seperti terjadi pada aksi demo Kamis 28 Januari 2010 lalu di kawasan Istana Merdeka, Jakarta. Aksi semacam ini tentu patut kita sesalkan, bahkan kalau perlu kita kecam, karena menginjak-injak gambar pejabat yang menjadi simbol negara, bahkan mengibaratkan SBY sebagai kerbau, ini tidak sesuai dengan budaya ketimuran yang semenjak dulu dianut bangsa Indonesia. Marilah berpolitik secara santun dan berbudaya.

Demi berpolitik secara santun dan berbudaya pula, dan demi menghindari kemungkinan munculnya situasi chaos, akan lebih elegan kiranya jika mereka yang merasa bersalah mengundurkan diri. Sapa salah, seleh (siapa yang bersalah maka bertobatlah). Inilah logika akal sehat. Jangan jadikan dunia politik Indonesia sebagai Padang Kurusetra yang akan menghasilkan “ma ga ba tha nga”, menang jadi arang, kalah jadi abu. Kalaupun DPR dan pemerintah sama-sama kuat, rakyatlah yang akan kalah dan menderita, karena tidak diurus oleh para pemimpin mereka yang terlibat perseteruan berkepanjangan. Gajah bertarung, pelanduk mati di tengah-tengah. Jangan jadikan rakyat sebagai pelanduk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun