Betapa miris menyimak pernyataan Manteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menanggapi isu pemakzulan yang kini sedang bergulir di DPR. Katanya, pemerintah siap mengantisipasi apa pun hasil kesimpulan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Skandal Bank Century. Jika hasilnya merekomendasikan pemakzulan, maka pemerintah akan melakukan perlawanan secara besar-besaran.
“Semua harus diantisipasi, harus disampaikan. Kita melawan habis kalau ada pemikiran itu (pemakzulan),” ujar Patrialis Akbar di sela-sela acara pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dan gubernur seluruh Indonesia di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (2/2/2010).
Apa yang dimaksud dengan melakukan perlawanan besar-besaran dan melawan habis-habisan?
Jika DPR yang merasa benar karena telah menemukan banyak kejanggalan dalam skandal Bank Century ini tetap ngotot, sementara pemerintah pun menantang untuk beradu kuat, betapa bisa dibayangkan akan terjadi pertempuran politik yang mahadahsyat antara DPR dan pemerintah. Perpolitikan Indonesia pun akan menjelma menjadi Padang Kurusetra yang menjadi ajang perang saudara, Baratayudha, antara Pandawa dan Kurawa dalam dunia pewayangan; atau seperti Padang Bubat dalam sejarah perang Majapahit. Bedanya, kalau dalam perang Baratayudha dan perang Bubat ada pihak yang keluar sebagai pemenang, maka dalam “perang” antara DPR dan pemerintah ini, situasinya bakal mirip kisah Aji Saka, di mana kedua utusannya yang sama-sama mengaku paling benar, lalu berkelahi, dan akhirnya keduanya sama-sama mati (sampyuh), atau “ma ga ba tha nga” (semua menjadi, mohon maaf, bathang atau bangkai atau jenazah).
Alikisah, pada suatu ketika Aji Saka mewasiatkan kepada dua abdinya, yakni Dora dan Sembada, agar menjaga sebilah keris (senjata khas Jawa) yang ia tinggalkan untuk sementara karena ada keperluan, dan jangan sampai keris itu diberikan kepada siapa pun dengan alasan apa pun, kecuali kepada Aji Saka sendiri. Namun ketika menjalankan tugasnya, Dora dan Sembada kemudian berselisih pendapat yang berujung pada perkelahian. Karena sama-sama ngotot dan tidak ada yang mau mengalah, perkelahian itu akhirnya memakan korban di kedua belah pihak. Baik Dora maupun Sembada sama-sama tewas. Dora kemudian dikonotasikan sebagai pendusta, dari kata “dora” yang artinya bohong, sedangkan Sembada dikonotosikan sebagai orang yang jujur atau “sembada”.
Aji Saka konon adalah pencipta aksara atau alfabet Jawa yang berjumlah 20 huruf, yakni, “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa dha ja ya nya ma ga ba tha nga”. Dalam folklore atau cerita rakyat yang berkembang kemudian, “ha na ca ra ka” dimaknai sebagai “hana cipta rasa karsa” (ada cipta rasa karsa) yang dimaknai sebagai kebaikan, bergulat dengan “da ta sa wa la” atau “dzat tan sawala” yang dimaknai sebagai keburukan, yang dalam kehidupan ini ternyata keduanya sama-sama kuat atau “pa da jay a nya (sama jayanya), sehingga hasilnya “ma ga ba tha nga” (semua menjadi bangkai).
Akankah DPR dan pemerintah yang sama-sama ngotot dalam kasus Century berujung dengan “perang politik”? Apakah kedua lembaga ini akan sama-sama kuat? Lalu siapa yang akan menjadi korban: DPR, pemerintah, ataukah justru rakyat?
Fraksi PDI Perjuangan di DPR telah mengungkap kesimpulan sementara hasil penyelidikannya di Pansus Century. Fraksi ini menyebut ada empat lambaga yang telah melakukan pelanggaran dalambail out Bank Century senilai lebih dari Rp6,7 triliun, yaitu Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Komite Kebijakan (KK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Banyak aturan internal BI yang dilanggar dalam proses akuisisi dan merger tiga bank, yaitu Bank Picco, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century,” kata Wakil Ketua Pansus Century dari Fraksi PDI Perjuangan Gayus Lumbuun dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/2/2010).
Fraksi-fraksi lain juga sudah menyimpulkan bahwa dalam kebijakan bail out Bank Century ini terdapat banyak pelanggaran, sebagaimana temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai mitra koalisi Partai Demokrat pendukung SBY juga mengindikasikan SBY terlibat dalam skandal Century yang merugikan keuangan negara hingga Rp6,7 triliun. Hanya saja partai yang didirikan KH Abdurrahman Wahid dan kini dipimpin Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar ini akan memaafkan SBY, tetapi tidak bagi Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Apa pun ceritanya, meskipun mungkin ada indikasi kuat SBY terlibat (kasus Century), tidak akan mungkin sampai ke pemakzulan,” ujar Ketua DPP PKB Effendi Choirie di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2/2010).
Choiri menilai, lebih mungkin apabila Boediono dan Sri Mulyani meletakkan jabatan untuk menanggung kesalahan proses bail out Bank Century. “Tapi kalau SBY terlibat, maafkanlah. Mari kita maafkan dan jadikan pelajaran,” katanya.