Bisakah Golkar dan PKS diharapkan? Dalam dunia politik, tidak ada yang namanya konsistensi. Yang ada adalah inkonsistensi. Yang konsisten adalah inkonsistensi itu sendiri. Tak ada lawan atau kawan abadi. Yang abadi adalah kepentingan. Inilah adagium yang berlaku di dunia politik. Maka kemudian wajar jika tensi politik Golkar pun menurun dalam menghadapi skandal Century.
Tentu, penurunan tensi politik Golkar ini bukan tanpa sebab. Pasti ‘ada udang di balik batu’. Simak saja statemen Priyo Budi Santoso selanjutnya. Katanya, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie disarankan lebih berhati-hati mengikuti pertemuan antar-parpol. Bila ada lobi parpol untuk membahas masalah Century, Ical disarankan tidak hadir, kecuali diundang khusus oleh SBY. “Saya sudah sarankan ke Pak Aburizal, jika ada pertemuan parpol maka tidak perlu datang, kecuali jika undangan itu dari Pak SBY langsung,” ujar Priyo yang juga Wakil Ketua DPR RI.
Priyo menilai, pemakzulan belum perlu dilakukan karena Golkar belum mendapat fakta-faktanya. Apalagi ongkos politik pemakzulan itu mahal.
Diakui Priyo, Aburizal dan SBY sudah ada komunikasi intensif. “Sampai hari ini kami harus mengakui Presiden dan Ketua Umum kami benar-benar ada komunikasi intensif,” kata Priyo.
Bola memang bundar, sehingga wajar jika sulit dikejar. Begitu pun bola politik, yang kadang kala justru menjadi bola liar. Apakah yang dimaksud Priyo sebagai “komunikasi intensif” itu adalah deal-deal politik untuk mengantisipasi bilamana kelak Boediono benar-benar jatuh? Rumor ini sudah lama beredar, bahkan lebih gamblang lagi dikatakan, sudah ada deal-deal politik antara Aburizal dan SBY untuk mengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Boediono, kendati rumor ini dibantah, baik oleh pihak Golkar maupun pihak Istana.
“Benar bahwa terjadi lobi-lobi baik di tingkat lapangan, tengah, ataupun tinggi,” kata Priyo lagi.
Pertanyaannya, apakah lobi-lobi itu akan berujung pada politik transaksional, siapa memberi apa dan siapa mendapatkan apa? Kita tidak tahu. Yang jelas, kini bola Pansus ada di tangan Golkar. Bukankah Golkar selama ini biasa bermain dengan dua kaki? Dengan permainan yang cantik pula, karena didukung pengalaman panjang.
“Bila skenario pemakzulkan gagal, saya kira Golkar telah menyiapkan skenario lanjutan untuk mewacanakan reshuffle kabinet,” kata pengamat politik dari Charta Politika Arya Fernandes.
Ada yang mengintai di pojok sana kalau-kalau ada bola yang tiba-tiba muntah. Bola muntah itu ialah jatuhnya Boediono dari kursi wapres. Akankah Golkar menyarangkan bolanya ke kursi wapres, atau cukup ke kursi menteri? Bola politik memang bundar, bisa lari ke mana saja sehingga sulit dikejar, bahkan kadang kala menjadi bola liar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H