Surfey itu terlihat revalitas antara paham integralis korupsi sebagai kemerosotan seluruh tatanan hidup dan paham korupsi yang lebi sempit sebagai penyelewengan jabatan publik tarik-ulur ciri nostalgia ke masa lampau dan langka progresif ke depan yang menandai zaman moderen ini tercermin dalam paham korupsi akan di perlihatkan bahwa pada Akir abad ke-19 paham baru korupsi yang dekat dengan pengertian dewasa ini telah muncul.
 Membahas konsep reformasi dan aspirasi paham kekuasan sebagai mandat rakyat yang berkembang pesat selama abad ke-19 di lanjutkan dengan pembacaan karya Max Weber tentang ciri khas birokrasi moderen yang berpengaruh mendalam pada paham korupsi dewasa ini. Di sini juga di bahas bagaimana refleksi atau soal korupsi berpinda dari wilaya filsafat moral ke ilmu -ilmu sosial para ilmuwan sosial menjadi perintis studi korupsi setelah PD II terutama muncul dalam kaitannya dengan konteks pembangunan di negara- negara yang baru merdeka.
.
Keragaman pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam studi korupsi di sini di bahas pendekatan ekonomi,politologi, antropologi, sosiologi, psikologi,hukum, dan beberapa pendekatan interdisiplin seperti kriminologi serta perspektif teoretis terhadap korupsi seperti Marxisme. Keragaman pendekatan itu kini menjadi bagian integral studi korupsi.
Pernyataan ini dapat di tanggapi dengan membedah kompleksitas arti korupsi yang di definisikan, misalnya, dari sudut pandang yang berproses pada jabatan publik, atau makanisme pasar atau kepentingan publik. Namun, tiga katagori definisi itu sendiri di ajukan persis karena keluasan anti korupsi mengandung lapis- lapis yang tidak tertampung hanya melalui satu katagori justru karena itu, pertanyaan seluas apa penggertian korupsi mengundang kita untuk mengenali berbagai lapis arti yang kemudian membentuk keluasan  penggertian korupsi.
Almarhum Joel Hurstfield sejarawan yang di kenal mengalami seluk - beluk pemerintahan dan masyarakat Inggris abad ke-16 dan ke-17 menemukan keanehan tentang konsep korupsi ketika ia meneliti sosok Robert Cecil 1563- 1612 Â seorang politisi, Mentri, dan diploma dalam pemerintahan Ratu Elizabeth I, ratu Inggris dari 1558 sampai 1603 ia mengingatkan bahaya cara berpikir anakronistis dalam studi korupsi, yaitu kesesatan menggunakan pengertian korupsi dewasa ini seolah- olah paham itu telah berlaku di zaman kuno. Padahal bahkan kata korupsi tidak punya kekuatan arti dan malah membingungkan sampai abad ke- 19 pada abad ke-20 Â ketika dalam menegosiasikan kontrak pemerinta dengan suatu perusahan itu, ia akan di jeret pidana akan tetapi, itu persis berkebalika dengan situasi di abad ke- 16.
Upaya memahami apa yang di maksud dengan korupsi pada zaman kuno ibaratnya menebus kepekatan kabut sejara yang hanya dapat di coba dengan penuh kegagapan.John T Noonan Jr. Seorang ahli hukum dan sejara evolusia konsep suap menemukan konsep korupsi menemukan konsep korupsi menempuh perjalanan panjang dan tidak linear. Dengan mendayagunakan konsep suap sebagai indikator bagi pengertian korupsi, ia mendapati bahwa suap memang konsep hukum tetapi ternyata definisi hukum tidak banyak membantu suap punya hidup dan sejarnya sebagai konsep moral. Tertanam dalam tradisi moral suatu masyarakat tidak mempunyai makna yang selalu sama dan juga terus mengalami tranformasi.
Entah masyarakat kuno Mesopotamia. Mesir Israil, atau Yunani, norma yang berlaku adalah bahwa resiprositas merupakan aturan hidup bersama. Pantai memberi dan menerima hadiah merupakan tata bahasa resiprositas. Pola ini di temukan di semua masyarakat kuno dari Amerika Utara, malanesia,oceania, Australia, sampai Masyarakat Romawi yang di ajukan Marcel.
Seperti telah di sebut, bingkai tolak ukur yang di kenakan Hobbes adalah bagaimana mencegah kondisi kehidupan dalam tata negara runtuh menjadi kekacawa kondisi alami. Perang saudara adalah kekacawan kondisi, alami itu, di sebapkan oleh mereka yang mengajurkan ajaran dan nafsu yang bertentangan dengan perdamaian mendorong, memprofokasi pemberontakan dan  menyarahkanya melakukan kekerasan serta membangkang dan cara semua ini di lakukan dalam faksi- faksi.
Hobbes juga mengarahkan perhatian pada praktik korup pada penasehat penguasa para penasehat yang dikelola oleh kepentingan mereka sendiri di sini ia mengkritik akrobat torika kaum humunis renaissance, mereka sendiri di sini membuat apa yang tidak benar, baik nampak baik dan yang tidak adil seperti terdengar adil. Itu karena akrobat retorika mereka yang bertujuan gerakan emosi ketimbang nalar. Berapa kali mengenali definisi itu sebagai pengembangan ringkasan definisi korupsi yang diajukan Joseph Nye di tahun 1967 rumah definisi ringkas WB itu kemudian dipakai berbagai lembaga dan organisasi internasional soalnya, mengartikan korupsi sebagai penyalahgunaan aktif maupun pasif kekuasaan pejabat publik lagi keuntungan bagi keuntungan pribadi pribadi finansial, finansial atau bentuk lain seperti disyaratkan berapa kali, dalam definisi yang dominan dewasa ini terlihat bias paham korupsi yang berporos pada negara dan biasanya ekonomis sedangkan PBB rupahnya tidak muncul dengan definisi dalam dokumen hukum anti korupsi yang dianggap paling menyeluruh yaitu united nation.
Ilmu-ilmu sosial mendekati persoalan korupsi dari dalam logika terjadinya gejala melalui pengikatan faktor-faktor imanen yang beroperasi membentuk gejala korupsi. Dalam meneliti an sosial tentu dipandu topeng teoretis dan konseptual. Tanpa itu, penelitian tidak dapat dilakukan titik-titik apakah lalu para ilmuwan sosial lupa soal normatif baik dan buruk yang terlibat dalam korupsi tidak seperti yang diajukan Weber ilmu sosial berfokus dalam penyingkapan pola gejala bukan evaluasi moral apakah suatu gejala baik atau buruk tugas yang meningkatkan gejala ini sangat sentral bagi agenda perubahan, sebab semua proyeksi perubahan hanya dapat bukan jika, dan hanya jika, faktor-faktor yang operasional menopang suburnya gejala korupsi juga dikenali titik prinsip dan paham tentang baik dan buruk mutlak diperlukan sebagai pemandu arah perubahan, tetapi proses perubahan melibatkan transformasi praktik pada datangnya gejala. Ilmu-ilmu sosial persisnya bergulat dengan penyikapan pola gejala ini
Menyikapi pola ini sentral untuk, dalam ungkapan Willem F.Wertheim masyarakat kolonial Indonesia memahami mengapa perjuangan melawan korupsi di negara-negara baru di Asia begitu berat bagi keluh kesah Sisyphus. Iyalah nama dalam mitologi mitologi Yunani, yang karena kesalahan harus mengusung batu besar puncak bukit hanya untuk menyaksikan batu ini selalu menggelinding jatuh lagi ke bawah. Lanjut Wertheim menganalisis gejala korupsi dari dalam gerak-gerik sejarah mengenali cermat kekuatan-kekuatan sosial apa yang membuat praktik yang di masa lampau tidak dilihat sebagai korupsi ini dipandang sebagai korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H