Mohon tunggu...
Sumarti Saelan
Sumarti Saelan Mohon Tunggu... Freelancer - FREELANCE

FREELANCE

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Nangkring Kompasiana Saatnya Non Tunai Bersama BI & Trinity

14 Juni 2015   23:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kamis (11/06/2015) Kompasiana kembali menggelar acara Nangkring. Kali ini kelanjutan dari road show Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) ke kota-kota besar di Indonesia mulai Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Aceh, Ambon dan ditutup di Jakarta pada kamis lalu. Bertempat di Gedung Thamrin lantai 4 Gedung BI Jakarta, acar dihadiri 100 kompasianer.

Dimulai pada pukul 15.30 acara yang dipandu MC Citra, diskusi dimoderatori oleh Mas Isjet ini menghadirkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bapak Ronal Waas dan seorang blogger Traveler yang sudah tidak asing lagi Mbak Trinity yang populer dengan Naked Traveler-nya.

Setelah dibuka dengan sambutan dari Bagian Komunikasi BI, acara langsung masuk ke diskusi utama. Tentang apa dan mengapa program Non tunai dicanangkan.

Dan ini rangkuman singkat yang dipaparkan oleh Bapak Ronal Waas :

Indonesia dengan penduduk 250 juta jiwa lebih adalah pasar yang cukup besar. Separo masyarakat ASEAN adalah masyarakat Indonesia. Potensi pasar Indonesia yang besar terus berkembang naik saat ini. Belanja rumah tangga masyarakat Indonesia juga terus meningkat. Semakin hari, jumlah kalangan mengengah ke atas terus meningkat. Sektor retail yang menyentuh masyarakat secara langsung bergerak cepat setiap hari dan terus meningkat. Inilah yang dibidik oleh BI.

Tugas utama BI sendiri sebenarnya adalah sebagai pengawas, perumus dan distribusi sistem pembayaran, meliputi pembayaran menggunakan non tunai. BI yang merumuskan, mengawasi agar masyarakat termajamin keamanan, kemudahan dan kenyamanan saat melakukan pembayaran.

Semakin meningkatnya sektor retail rumah tangga masyarakat, maka semakin berat dan besar tugas BI dalam menyediakan uang tunai yang selama ini masih digunakan mayoritas masyarakat Indonesia hingga 99.4%. Paling rendah di kawasan ASEAN. Padahal pangsa pasar paling besar.

Padahal meurut Pak Ronal, resiko penggunaan uang tunai sangat besar dalam berbagai aspek. Pertama produksi dan distribusi yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pak Ronal mencontohkan JASAMARGA yang setiap hari membutuhkan uang kembalian yang tidak sedikit. Karena tarif tol ada pecahan,  terkadang terkumpul uang recehan yang tidak sedikit. Untuk menyetorkan ke Bank, Jasamarga harus mengeluarkan biaya pengangkutan uang. Dan pernah menjadi masalah saat Bank juga menolak setoran uang recehan tersebut.

Contoh lain, Pulau Mianggas yang sangat terpelosok membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk menditribusikan uang tunai ke sana. Dan ini salah satu faktor penghambat percepatan pertumbuhan ekonomi, selain karena ketidak akuratan pencatatan transaksi yang diakibatkan dari transaksi uang tunai.

Bapak Ronal memaparkan keuntungan menggunakan uan non tunai, efisiensi waktu dan tempat dan tanpa batas. Resiko kriminalitas lebih rendah dan lebih praktis. Meminimalkan kebocoran yang masih banyak terjadi. Contohnya, kesuksesan Bapak Ahok meningkatkan pendapatan Pemprov DKI melalui parkir elektronik di Jalan Sabang. Hal ini karena “kebocoran” pendapatan di sana bisa diminimalisir melalui sistem pembayaran non tunai yang diterapkan.

Secara umum, Bapak Ronal menjelaskan bahwa kartu Debet adalah Non Tunai paling nyaman, karena terhubung langsung dengan rekening simpanan di Bank. Mudah mengendalikan pemakaian, saat saldo terlihat menipis, maka pemilik akan cenderung lebih mengerem konsumsi. Tidak seperti kartu kredit, yang istinya sebenarnya adalah “memberi hutang”.

Namun kartu kredit kalau hilang, maka simpanan akan lebih aman. Karena tidak terkait langsung. Beda dengan Debet yang terkait langsung, sehingga lebih beresiko. Namun seperti yang dijelaskan Bapak Ronal dan Mbak Trinity pada sesi berikutnya, kita sebagai penggunalah yang juga harus lebih cerdas dalam menggunakan. Bagaimana agar lebih hati-hati dan waspada saat bepergian dan membawa dan menggunakan kartu-kartu tersebut.

Pak Ronal menjelaskan, Bank adalah bisnis kepercayaan. Karena itu penting membangun kepercayaan konsumen di bawah kontrol BI. Mengakui bahwa di Indonesia perlindungan konsumen masih sangat rendah, infrastruktur masih perlu banyak perbaikan termasuk untuk non tunai yang masih belum merata di Indonesia.

Namun juga memaparkan bahwa BI terus mengawasi dan mengevaluasi kerja sistem yang berjalan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan hingga suatu saat nanti merata di seluruh Indonesia. BI tidak serta merta bisa memberi sanksi pada Bank-bank yang masih sering melakukan kelalaian, namun akan terus mengawasi untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem yang ada menjadi lebih baik.

Seperti akan mengubah sistem keanaman menjadi total PIN. Mengganti sistem magnet yang mudah dicuri dengan sistem chip. Dan saat ini BI juga mengembangakan chip karya anak Bangsa.

Melarang Bank menerapkan batas endapan uang dalam e-money atau membatasi jumlah minimal pembelian untuk e-money. Karena pada prinsipnya, e-money adalah uang yang berubah bentuk/media saja. Berbeda dengan ATM atau kartu debet dan kredit.

Bapak Ronal juga menganjurkan setiap konsumen untuk menelpon ke BICARA 500-131 BI untuk setiap kendala dan keluhan.

Pemaparan berikutnya adalah pengalaman Mbak Trinity bernon tunai saat bepergian baik di dalam dan luar negeri. Menurut mbak Trinity, dia sudah menggunakan non tunai sejak lama. Meiliki 2 kartu debet dan satu kartu kredit yang memilikinya bukan karena berbagai iming-iming yang “terkesan menggiurkan” tapi memang karena benar-benar membutuhkan.

Kartu kredit sudah hampir sama pentingnya dengan paspor saat ke luar negeri. Mulai untuk memesan tiket, memesan hotel hingga sampai ke negara tujuan, yang pertama kali ditanya oleh receptionist adalah paspor dan kertu kredit.

Dengan kartu kredit, Trinity bisa mengatur pengeluaran sebaik mungkin saat berada di luar negeri. Begitu juga dengan kartu debet. Sekarang jaringan kartu debet yang juga berfungsi ganda dengan ATM untuk tarik tunai sudah sangat luas, sehingga bisa digunakan dibanyak Negara. Jadi tidak perlu memikirkan tukar uang ke money changer, setelah pulang masih bingung menukarkan kembali yang terkadang sangat membuat repot dan pening karena selisih kurs jual beli dan membuat nilai uang turun tajam. Cukup dengan debet dan kartu kredit, hal tersebut bisa diatasi dan terkendali.

Namun Trinity juga mengakui, pengalaman sering bepergian membuatnya mengakui sistem di Indonesia masih sangat lemah dan butuh banyak perbaikan. Termasuk soal keamanan. Di banyak Negara maju, sudah hampir semua menggunakan PIN untuk sistem keamanan. Namun di Indonesia baru-baru ini saja, itupun belum semua.

Di beberapa Negara seperti India, kasir lebih rajin dan perhatian pada konsumen, dengan membawa mesin EDC ke meja konsumen. Di Indonesia hal ini masih langka.

Namun Trinity juga berbagi kisah, bahwa setiap negara memiliki peraturan yang berbeda-beda. Bahkan ada kartu jenis apapun tidak bisa digunakan di suatu Negara. Contohnya Brazil, di sana kartu apapun sulit digunakan, hanya bisa menggunakan kartu yang mereka keluarkan. Kartu dari negara lain hanya bisa digunakan di ATM berkode khusus dan itupun harus tetap waspada karena tingginya angka kriminalitas (perampokan) di sekiataran ATM di sana. Dan ATM di sana tidak beroperasi 24 jam.

Untuk di Indonesia, Trinity biasa membawa uang tunai dalam jumlah yang cukup banyak saat akan berkunjung ke suatu daerah yang benar-benar di pelosok. Yang infrastrukturnya benar-benar minim. Mulai dari jaringan yang tidak ada, listrik yang minim, sehingga ATM dan mobile bangking serta internet bangking benar-benar sulit untuk digunakan.

Dalam sesi tanya jawab yang sebagian besar akhirnya jadi ajang curhat kesulitan para Komasianer dalam menggunakan non tunai juga berlangsung seru. Pada dasarnya kesulitan yang masih banyak dihadapi adalah masalah keamanan. Yang dari pengalaman ini, seorang kompasianer akhirnya jatuh pada kepemilikan 7 kartu.

Atau pengalaman kesulitan menggunakan e-money di beberapa daerah. Dan dari pengalaman saya, di Jakarta juga sebagian masih sangat minim infrastruktur untuk e-money. Hanya Bank-bank tertentu yang memiliki infrastruktur yang sudah sangat kuat. Sebagian, masih mengecewakan.

Bahkan bukan hanya e-money, tapi kartu debet beberapa Bank juga kadang masih angot-angotan, sering tiba-tiba gangguan jaringan dan tidak bisa digunakan.

EDC Debet atau e-money yang mayoritas masih “individual” alias hanya bisa digunakan oleh kartu dari bank yang sama dengan EDC. Dan beberapa masalah lainnya terkait infratruktur.

Kesimpulan dari keseluruhan diskusi Non Tunai kali ini:

  • Pada dasarnya non tunai sangat mudah dan penuh kenyamanan untuk digunakan.
  • Menyimpan kartu di tempat yang aman, seperti dalam kantong baju atau jaket bagian dalam saat bepergian.
  • Membawa dan menggunakan laptop/gadget sendiri untuk bertransaksi.
  • Sembunyikan tiga digit terkahir nomer kartu kredit.
  • Jangan mudah tergiur dengan berbagai penawaran.
  • Cermati setiap email penawaran untuk kartu kredit yang masuk ke inbox kita, terutama email-email yang meminta daftar ulang, pengaktifan dan sebagainya. Kalau ibarat SMS, itu adalah SMS “mama minta pulsa”. Jadi berhati-hatilah.
  • Kalau berpergian, lebih baik bawa uang secukupnya untuk makan dan biaya-biaya tertentu, dan tinggalkan kartu-kartu penting non tunai di brankas hotel.
  • Dan yang terpenting, setiap akan bepergian baik dalam dan luar negeri, search dulu tentang penggunaan non tunai di sana. Seperti kartu Bank apa di Indonesia yang bisa digunakan di negara tersebut. Jangan sampai kartu yang kita bawa tidak bisa digunakan sama sekali di sana.
  • Atau berapa banyak uang tunai yang kita butuhkan untuk pergi ke suatu daerah di pelosok Indonesia yang infrastrukturnya masih minim dan lain-lain.

Melalui diskusi ini, semoga sosialisasi dan gerakan non tunai kedepannya terus mengalami perbaikan dan peningkatan untuk kenyamanan, kemananan seluruh lapisan masyarakat. Juga mendorong masyarakat untuk memahami dan mengerti kenyamanan non tunai, dan beralih menggunakannya bagi yang belum menggunakannya.

Tantangan sudah pasti besar untuk memasyarakatkan non tunai, salah satunya mengubah pola pikir masyarakat yang sudah terlanjur "percaya" dan merasa nyaman sepenuhnya menggunakan uang tunai. Namun diharapkan dengan sosialisasi dan edukasi yang tepat masyarakat akan cepat bisa beradaptasi dan menerima. Tentu dibarengi dengan perbaikan-perbaikan penting untuk kenyamanan serta yang utama keamananan. 

Dan acara hari itu ditutup dengan penampilan Stand up comedy dari Abduh yang sangat kocak dengan logat Timur-nya yang kece.

Sampai ketemu di Nangkring berikutnya.

 

 

Artikel Non Tunai Sebelumnya 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun