Mohon tunggu...
Sumarno
Sumarno Mohon Tunggu... Buruh - Praktisi Komunikasi dan Media Sosial

Praktisi komunikasi dan media sosial. Saat ini bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan di bilangan Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berharap Adanya Rekonsiliasi Media Sosial Pasca Pilpres 2024

17 Desember 2024   13:37 Diperbarui: 17 Desember 2024   13:37 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cyberbullying. Sumber: UNICEF

Ilustrasi ujaran kebencian. Sumber: UNESCO   (Countering Hate Speech) 
Ilustrasi ujaran kebencian. Sumber: UNESCO   (Countering Hate Speech) 

Menurut Isabel Fermida (2023), sebuah ujaran disebut sebagai ujaran kebencian apabila memenuhi sejumlah persyaratan. Dikatakan sebagai ujaran kebencian apabila konten yang dibagikan mengandung prasangka, memiliki pesan yang merugikan, bertujuan membahayakan orang atau kelompok lain (diskriminasi, memarjinalkan atau mengucilkan), dilakukan oleh kelompok mayoritas, serta disebarluaskan secara cepat.

Ujaran kebencian telah menjadi perhatian dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan sampai perlu membuat rencana aksi dan strategi untuk mengatasi permasahan tersebut. Dalam ranah digital, PBB dalam panduan strateginya mendukung terciptanya generasi baru warganet yang berdaya dalam mengenali, menolak, dan melawan ujaran kebencian (United Nation, 2019).

Besarnya perhatian PBB terhadap topik ini tidak terlepas dari daya rusak ujaran kebencian yang begitu besar. The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau UNESCO menilai ujaran kebencian bisa menyebabkan kerugian pada tingkat pribadi dan dapat memicu kekerasan, termasuk serangan terhadap inklusi, keberagaman, dan hak asasi manusia (HAM) (UNESQO, 2024).

Perundungan dan ujaran kebencian di media sosial mencerabut kebebasan kita sebagai manusia. Keduanya menimbulkan trauma, ketakutan, dan dendam tidak berkesudahan. Oleh karenanya, cara tidak beretika ini harus dihentikan demi terciptanya kehidupan politik yang lebih sehat dan bermartabat.

Netizen perlu menyadari bahwa konflik di media sosial hanya akan membuat satu sama lain terus "terluka". Mereka juga tidak mendapatkan keuntungan apapun dari perseteruan itu. Mereka yang kerap berselisih perlu berkaca dari para elit politik yang sudah legowo dan move on dengan hasil pilpres.

Para elit paham, setelah cara-cara konstitusional untuk menggugat kemenangan Prabowo -- Gibran kandas di Mahkamah Konstitusi (MK) kandas, tidak ada upaya lain selain mengakui kemenangan keduanya. Di saat netizen masih meributkan kontestasi politik lima tahunan yang telah usai, para politisi sudah fokus ke kontestasi pemilihan kepala daerah serentak yang berlangsung pada 27 November 2024. Para partai pengusung capres dan cawapres, yang sebelumnya bersebrangan, telah saling bekerja sama di ajang tersebut.

Para elit politik perlu mendamaikan netizen yang masih berseteru, sebab bagaimanapun juga mereka ikut berperan dalam kisruh yang ada. Saat pilpres lalu, media sosial menjadi medan pertempuan terbesar. Kampanye positif, negatif, hingga hitam di platform itu dilakukan untuk meraih suara. Para pendengung dikerahkan guna mempengaruhi opini publik. Oleh karena itu, peran elit sangat penting agar residu kebencian imbas pemilu dan pilpres 2024 bisa sepenuhnya hilang.

Perlu upaya elit politik atau bahkan presiden terpiih  untuk menyampaikan pesan bahwa pilpres telah berakhir serta meminta publik untuk membuka lembaran baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penulis membayangkan Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Ganjar Pranowo, dan Mahfud MD dalam satu meja dalam suasana kehangatan dan persaudaraan.

Pada kesempatan itu, Prabowo menyampaikan pesan bahwa hubungan di antaranya terjalin baik dan sepakat untuk terus memajukan negeri. Ia juga menghimbau masing-masing pendukung untuk saling rangkul, bukan saling pukul. Pesan itu sekaligus peneguhan Prabowo Subianto sebagai Presiden untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk pendukungnya sendiri.

Petuah presiden terpilih, yang nantinya akan disebarluaskan berbagai media massa dan sosial, akan memberikan kesejukkan di akar rumput. Enam tahun lalu dalam final cabang olahraga pencak silat Asian Games di Jakarta, publik tanah air pernah mendapat kenangan indah yang menentramkan hati saat Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto diajak pesilat peraih emas Hanifan Yudani Kusumah berpelukan sambil menyelimuti keduanya dengan bendera merah putih. Momen viral itu berhasil memadamkan bara permusuhan di antara para pendukung keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun