Mohon tunggu...
Arni Alisha
Arni Alisha Mohon Tunggu... Wiraswasta - Traveling, Membatik dan Menulis

Seorang seniman batik yang sukak traveling juga menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehangatan Keluarga dalam Dekapan Api Unggun

15 Maret 2018   22:34 Diperbarui: 15 Maret 2018   22:41 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melihat matahari terbit bersama keluarga di puncak sikunir (Dokumentasi Pribadi)

Dinginnya salju membuatku rindu. Rinduku ini seperti dibersamai oleh rasa khawatir. Khawatir tentang waktu yang aku jalani di negeri musim dingin. Pertama kalinya menginjakkan kaki di Jepang, kudapati musim dingin dengan suhu yang terkadang minus. Kondisi ini membuatku senang karena bisa mempresentasikan batikku di negeri sakura ini. 

Namun, khawatir sekali dengan hari-hariku di situasi yang jauh dari kondisiku saat di Jogja. Suhu dingin membuat tubuh menggigil dan tangan beku. Terkadang hidung meneteskan air tanpa disadari dan bibir berdarah karena terlalu kering. 

Kejadian pukul 22.40 adalah menit-menit bus yang aku tumpangi berhenti beroperasi. Sedangkan pukul 23.00 adalah waktu bus berhenti beroperasi. Langkah kaki sudah tak sekuat biasanya, nafas pun sudah tak beraturan. Kondisi ini membuatku bergejolak rindu hangatnya Api Unggun dan kehangatan keluarga dikala wisata alam bersama keluarga.

Wisata alam menjadi salah satu bentuk favorit keluargaku untuk berbagi kasih bersama untuk memperkuat kehangatan keluarga. Sebelum berangkat menuju perjalanan tempat wisata, kami memilih untuk membawa bekal makanan. 

Selain hemat, membawa bekal makanan buatan sendiri dapat dipastikan bahan dan cara memasaknya bersih dan sehat. Bright menjadi pilihan kami dalam memilih gas untuk memasak. Terimakasih bright gas telah mempermudah masakan-masakan kami menjadi cepat matang.

Wisata ke Dieng menjadi pilihan kami di hari kasih sayang tahun ini. Hari dimana aku tak ingin terlepas dari dekapan kehangatan keluarga. Persiapan keberangkatan telah kami siapkan bersama-sama. 

Saat kakak dan kakak ipar membuat pizza, aku dan ponakanku menyiapkan wadah dan mengemas cemilan lainnya seperti kue-kue kering, buah per kesukaan ibu, apel kesukaanku dan duku kesukaanku. Kalo ponakanku apapun suka. 

Apapun makanannya pasti ponakanku menyantapnya dengan lahap, sehingga badannya lebih besar dariku hoho. Masakan Ibu juga sangat berperan dalam persiapan, yakni lontong dan gulai yang menjadi favorit santapan bersama. Ibuku tidak berani menyalakan gas, jadi ketika memasak, ibu selalu memanggil namaku untuk minta tolong menyalakan gas nya. Sering kali aku dipanggilnya tiga kali baru datang karena kesibukan, panggil tiga kali namaku ya bu, itu menjadi kebiasaan hehe.

Berangkat dari Jogja pukul 22.00 WIB, kami mengambil arah JLS (Jalur Lintas Selatan) agar menghemat waktu karena menjemput kakak dulu di Kulon Progo. Berlanjut melewati daerah Purworejo  dengan medang jalan naik turun dan tepi-tepi hutan. Seram sih tapi kehangan keluarga saat itu menjadikanku lebih tenang. 

Saat sampai di Gardu Pandang kulihat ibuku, ponakan, dan para kakakku sudah pada tidur. Sepanjang perjalanan aku sengaja tak tidur untuk bisa menikmati indahnya pemandangan di perbukitan Dieng pada malam hari. Meskipun ini bukan yang pertama aku berkunjung, tapi ini pertama kalinya aku bersama keluarga berwisata di Puncak Sikunir dan membuat Api Unggun di area tenda.

Pukul 01.30 WIB, kami sampai di Sikunir, disambut dengan nuansa yang sangat dingin kala itu. Jaket hangat kami pakai, bahkan Ibuku sampai mengenakan dua jaket karena amat dinginnya. 

Aku dan ponakanku berinisiatif untuk membuat Api Unggun dan dibantu kakakku juga. Kami membeli 1 pak kayu untuk dibuat api unggun. Mengatur kayu sedemikian rupa dengan tujuan mempermudah nyala api meluas dan menghangatkan kami. Tengahnya nuansa dingin bersama Kehangatan Keluarga menjadi semakin bermakna.

Api unggun menjadi pusat perhatian kami, selain membuat tubuh hangat, nyala apinya menarik untuk dipandang. Aku memesan beberapa susu hangat untuk ibu, ponakan dan kakakku disamping parkiran. Benar-benar merasakan rindu. 

Rindu dengan hangatnya air hangat hehe. Saat membagikan minuman yang kubawa dengan nampan, ternyata saudaraku sudah pada membuka bekal makanan dan duduk mengelilingi api unggun yang telah kami buat. Yaa semakin haru rasanya menikmati suasana pagi itu di hari kasih sayang. Tidak hanya kasih sayang, tapi Cinta telah tumbuh berlebih diantara kami dalam dekapan Kehangatan Keluarga.

Melihat matahari terbit bersama keluarga di puncak sikunir (Dokumentasi Pribadi)
Melihat matahari terbit bersama keluarga di puncak sikunir (Dokumentasi Pribadi)
Pagi pukul 03.30 WIB kami beranjak naik mendaki keatas Puncak Sikunir untuk menikmati sunrise (matahari terbit ). Kami menempuhnya kurang lebih 1,5 jam sampai puncaknya. Pemandangan sangat uar biasa cantik telah kami saksikan bersama keluarga. 

Saat itulah pertama kalinya aku bisa melihat matahari terbit di puncak sikunir bersama ibu, ponakan dan para kakakku. Sangat berkesan dalam dekapan Kehangan Keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun