Oleh Sumarlin Utiarahman
Beberapa tahun lalu, seorang Aparatur Sipil Negara menggugat atasannya karena telah menerbitkan Persetujuan Izin Cerai kepada suaminya yang juga berstatus sebagai ASN.Â
Sebelum menerbitkan surat persetujuan cerai, presedur administrasi telah berproses secara hirarki dari level bawah, dimulai dari permohonan yang diajukan oleh Penggugat dalam hal ini sang suami kepada Kepala Organisasi Perangkat Daerah tempat yang bersangkutan bertugas, ditindaklanjuti dengan pemanggilan para pihak yang berperkara, melakukan mediasi dan sampailah pada keputusan bahwa keinginan sang suami sudah tidak bisa dikompromikan lagi.Â
Proses kemudian berlanjut ke OPD yang menangani Kepegawaian sebagaimana layaknya di OPD asal. Namun juga tidak menemukan titik terang, sang suami tetap pada pendiriannya" CERAI". Akhirnya diterbitkanlah Surat Keputusan perihal Izin Cerai. Â
Surat tersebut telah sesuai dengan ketentuan sebagaiamana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Â Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Terbitnya SK Ijin Cerai, ternyata membuat sang isteri tidak terima, Ia  menempuh jalur hukum dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Meminta Majelis Hakim mencabut dan menyatakan batal SK Ijin Perceraian.
Semua Orang Sama di Mata Hukum (Kajian Relevansi Antara Kebenaran Normatif dan Kebenaran Substansi)
Memahami Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara
Tulisan ini disajikan bukan untuk membahas keabsahan dari Surat Keputusan terkait Ijin Cerai yang dikeluarkannya atau Sikap sang isteri yang tidak terima diceraikan oleh Suaminya, melainkan membahas layak tidaknya persetujuan ijin cerai digugat dan diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.