Kini Aku Bisa Tersenyum Kembali
Hujan deras mengguyur desa tempat kelahiran suamiku. Tiga tahun ini aku dan suami memutuskan untuk pulang kampung. Kami bertemu di perantauan dan akhirnya saling jatuh hati. Kami memutuskan untuk menikah, menumggu apa lagi jika memang sudah mampu. Setelah menikah kami tetap tinggal di perantauan. Aku tetap bekerja, namun setahun kemuadian aku harus berhenti bekerja karena aku telah mengandung anak pertamaku. Sebenaranya masih tetap ingin bekerja namun terpaksa aku harus berhenti karena keadaaku tidak memungkinkan untuk terus bekerja. Sepertinya bayi dalam kandunganku sangat manja. Begitubkata orang-orang.
Aku tersenyum mengenang masa-masa itu. Ketika melihat makanan ataupun minuman tertentu aku langsung mual dan badan pingin selalu berbaring hingga menuju dua triwulan pertama. Hujan begitu mampu membawaku ke waktu beberapa tahun silam. Langsung aku teringat putra pertamaku. Aku beranjak dari lamunanku dan segera mencari keberadaan anakku.
"Reno, Ren..., Aku memanggil-manggil Reno putraku.
Tak kujumpai dia di kamarnya, biasanya jam segini setelah pulang sekolah berganti pakaian dan dia bermain sendiri di kamar. Ada saja yang dia lakukan, bermain sendiri dikamar dan terkadang menggambar corat-coret dalam buku gambar bahkan  di buku tulis. Aku tak pernah mengganggunya Ketika dia sedang asyik  Aku hanya perhatikan dia dari jauh.
"Ren, Â kembali aku memanggil dan mencari di setiap sisi rumah. Tak ada tanda-tanda keberadaannya. Aku menghawatirkannya. Aku pun keluar rumah dan mencarinya dari hal depan, samping dan terakhir di halaman belakang.
Aku dengar suara isak tangis di pojok rumahku. Ya, Reno duduk dengan berderai air mata, dia sesenggukan mengais di sana.
"Nak, Reno, kamu kenapa sayang,.. " sapaku lembut dan segera aku peluk.
Tak ada jawaban yang mampu ia ucapkan, tisaknya makin menjadi. Huuf tak tega jika aku mendengar tangisnya. Akupun pelan-pelan  bicara.
"Reno, menangislah Nak, jika memang tangismu mampu meringankan kesedihanmu, namun jangan berlarut ya,Nak. Ceritakan ke Mak ya, apa yang sedang kamu rasakan." Pintaku.
Pelukanku mampu menepis kesedihannya, pelan-pelan isaknya sudah tak terdengar lagi.
"Ayo, Nak. Bicaralah sama Mamak. Mamak akan selalu mendengarkannya." Tak sabar rasanya aku ingin tau hal sebenarnya yang dialami anakku.
"Mak...., Reno...." Dengan terbata akhirnya kudengar suaranya.
"Iya Nak, Mamak di sini, Mamak ada untuk Reno. Ucapku.
Dengan mata sembab dan kepedihan yang mendalam terpancar raut mukanya, Reno anakku mulai menceritakan hal yang di alaminya.
"Mak, Mamak sayang Reno tidak Mak," tanyanya. Kata pembuka yang ia lontarkan padaku. Pada seorang Ibu. Mana ada Ibu tidak sayang terhadap anaknya.
"Reno anakku, tentu Mamak sayang sama kamu, Nak. Mamak ga ingin terjadi sesuatu sama kamu, Mak ga ingin melihat kamu sedih begini. Mak ingin melihatmu semangat dalam belajar, bahagia dan bisa seperti umumnya teman-teman kamu." Jawabku panjang lebar.
"Mak, aku tidak kuat lagi, Mak." Rintihnya.
"Reno, kamu kenapa, apakah ada yang melukaimu di sekolah?" tanyaku lagi.
"Kalau Mamak sayang Reno, Mak ke sekolah, dan bilang Bu Guru kalau Reno mau pindah sekolah, Mak." Pinta Reno.
Ya rabbi, anakku sampai mau minta pindah sekolah. Artinya Reno benar-benar merasa tertekan di sana. Siapa yang membuatnya begini. Kenapa sampai sejauh ini aku tak mengetahuinya. Aku merasa bukan ibu yang baik ya Rabb. Ratapku dalam hati.
"Iya, Nak, besok Mamak ke sekolah ya, dan sekarang bilang sama Mamak kenapa kamu ingin pindah." Aku pun ajukan pertanyaan.
"Mak, aku di kelas selalu di ejek teman-temanku, tak ada satu teman pun yang mau denganku, jika ada nanti di ancam oleh Dito," ungkap Reno.
"Kenapa kamu tidak bilang sama Bu Guru, Ren?" protesku.
"Mak, Reno sudah bilang ke Bu Guru, dan waktu itu juga Bu guru minta Dito minta maaf ke Reno, Mak. Tapi setelah Dito minta maaf Dito kembali ejek Reno, Mak."Kembali Reno menangis.
Aku merasakan apa yang Reno rasakan, hatiku menjerit  pilu, sakit rasanya. Aku peluk Reno erat-erat dan aku bisikkan kata untuknya. Pelukan hangat seorang Ibu akan mamapu bangkitkan semangat untuk anak tercintanya. Aku yakin anakku akan kuat lalui ini semua. Segera aku ajak Reno masuk ke rumah, hujan yang mengguyur bumi sore itu mulai reda. Angin dingin berhembus menambah hati makin terasa ngilu.
***
Matahari pagi bersinar begitu cerah setelah seharian kemarin hujan deras . Sisa hujan masih terlihat jelas pada tetumbuhan yang tumbuh di sekitar rumahku. Ada semangat menggelora dalam jiwa ketika sinar mentari hangatkan tubuh dan juga alam raya. Aku harus bisa bawa anakku untuk sonsong masa depan dengan  keberanian, apa salah anakku sampai teman-temanya selalu mengejeknya. Aku akui mungkin pengaruh obat saat anakku masih dalam kandungan dan juga keadaan saat ia masih kecil dulu yang sakit-sakitan.
Pagi ini anakku tidak mau sekolah, dia benar-benar takut ke sekolah. Aku tak bisa memaksanya. Aku tahu mungkin luka yang ia alami begitu berat. Trauma, ya dia trauma dengan perlakuan teman-temanya. Akupun berangkat dengan di antar suamiku. Sampai saat ini aku terkendala tidak bisa naik sepeeda motor. Mau kemana-mana tidak bisa mandiri. Makin diri merasa tidak berguna. Dengan keadaanku ini aku berharap pada anakku untuk bisa sekolah dengan baik dan kelak bisa lebih baik dari aku Mamaknya. Bismilah, aku sampi di sekolah dan menyampaikan keadaan anaku sebenarnya.
"Maaf, Bu, iya sebenarnya kami juga tahu yang di alami Mas Reno putra Ibu, kami juga sudah berusaha untuk memberikan pengertian kepada teman-temanya, dan memintanya untuk tidak mengulanginya lagi."Jelas  Guru kelas Reno.
"Iya buk, terimakasih untuk perhatiannya, namun anak saya benar-benar tidak mau sekolah lagi bu, dan minta pindah.Saya sebagai orang tua tentu ingin yang terbaik untuk anak saya buk, dan mohon maaf hari ini juga saya minta surat rekomendasi untuk anak saya pindah ke sekolah lain buk." Ucapku dengan nada pilu.
"Secepat ini buk? Tanya Bu Guru.
"Iya, Buk. Jika memang sampai sejauh ini sekolah tidak ada tindakan yang bisa sedikit membuat anak saya kembali semangat, bagamana saya rela buk." Ucapku.
Dengan banyak penjelasan yang di sampaikan Bu Guru dan juga Kepala Sekolah, akhirnya aku tetap ajukan perpindahan. Setelah aku di berikan surat rekomendasi segera aku mohon pamit dan langsung menuju ke sekolah lain yang di inginkan putraku. Hal itu juga sudah aku komunikasikan dengan suamiku.
***
Alhamdulilah mengurus perpindahan putraku berjalan dengan lancar. Anakku begitu semangat belajar di sekolah yang baru. Sebelumnya aku telah sampaikan kepada Guru dan kepala Sekolah yang baru tentang kejadian yang di alami putraku. Besar harapan untuk teman-teman barunya bisa menerima keadaan Reno putraku.
Sudah sebulan berlalu Reno belajar di sekolah yang barunya, aku sanagt senang mengetahui keadaan putraku. Semangatnya dan juga ceriannya yang begitu luar biasa. Dia juga sering menceritakan tentang guru kelasnya yang sanagt memperhatikan  Reno. Reno snaagt nyaman, bahkan temantemannya yang baru taka da yang mengejekknya bisa terima kekuarangn Reno.
Ibu Ira Ibu Guru Kelas Reno sosok yang begitu ramah juga bijaksaan, berjiwa kasih dan lemah lembut. Anak-anak sangat senang belajar bersama Bu Ira. Suatu Ketika saat kegiatan peringatan hari pahlawan tanggal  10 November, Bu Ira mengirim Vidio di grup POT Kelas 5. Aku begitu kaget melihatnya. Ya Allah Reno putraku, kamu berani tampil maju di hadapan teman-teman satu sekolah, Nak.  Jangankan tampil, untuk bicara saja anakku sanagt takut di sekolah yang lama. Tapi kini Reno banyak peningkatan di sekolah barunya.
Segera aku japri Bu Ira dan mengucapkan terimakasih kepada beliau.
[Bu Ira, terimakasih atas perhatian Ibu dan juga bimbingan Ibu kepada Reno]
Tidak menunggu lama Bu Ira pun membalas chat yang aku kirimkan.
[sama-sam, Ibu. Sebenarnya Mas Reno sangat berbakat, kita hanya butuh kesabaran dalam mendampinginya, kita harus benar-benar tahu akan kemaunnya]