Rindu Tanpa Batas Waktu
Senja telah menampakan jingganya, angin berhembus lembut menyapaku. Segera kusiapkan diri untuk menyambut putraku datang dan hadir ke rumah kecilku ini.  Tiap senja tiba hati terasa sangat pilu. Kerinduan akan sosok seorang ibu selalu hadir. Berharap setelah mentari tenggelam berganti dengan gelap malam dan kerlip bintang  di angkasa yang mampu membawa hati ini pada sosok seorang ibu. Memandang langit seoalah aku bisa melihat ibu disana. Senyum indahnya dan sentuhan lembut tangannya dapat aku rasakan.
Angin malam sampaikan salam rindu ini pada ibu yang begitu aku sayangi. Aku rindu Ibu dia sosok ibu yang selalu menemani saat aku bersedih, menghiburku dan menasehatiku hingga aku bisa berdiri dan bangkit. Belaian lembut tanganmu, peluk hangat tubuhmu mampu mengantarkanku pada sebuah ketenangan jiwa, senyum ayu menghiasi wajahmu terasa beban hilang seketika, damai kurasakan dengan semua nasehat-nasehatmu. Kau hibur aku kau bimbing aku, kau kuatkanku saat aku lemah tak berdaya. Ibu.. aku rindu semua tentangmu.
Kasih sayangmu, ketulusanmu masih kurasa sampai detik ini. Tiada yang mampu menggantikanmu. Kau antarkanku menjadi seperti sekarang ini. Sayang kau tak dapat lagi melihatku mencapai mimpi-mimpiku. Aku yakin  kau merasakan bahagia disana. Semua ilmu dan nasehatmu yang telah kau berikan  untukku selalu aku  lakukan dan aku sangat yakin  pahalanya mengalir untukmu.
Tiba-tiba suara terdengar dari balik pintu membuyarkan lamunanku.
"Ra,Rara," Panggil ibu mertuaku.
Aku segera bangkit dan setengah berlari.
"Iya, Bu" jawabku.
"Kamu ini bagaimana sih, seorang ibu itu harus benar-benar perhatikan keluarga, anakmu, suamimu. Jam berapa sekarang." Ucapannya selalu buat aku tak sedikit pun berani menjawab lebih.
"Iya, Bu. Saya sudah siapkan semuanya." Â Dengan menunduk kujawab lirih.
"Jika memang sudah siap, lalu sekarang di mana anakmu, jam segini harusnya sudah ada di rumah, bukannya dijagain malah di biarkan pergi." Â Ucapnya.
Aku diam saja, padahal anakku pergi bersama Ayahnya, dan smabil menunggu mereka. Aku di kamar sambil baca-baca buku. Ya.. aku ingin sedikit bisa terhibur dengan membaca buku cerpen atau majalah.
Ibu mertua berlalu meninggalkan ku dengan raut wajah yang tak mengenakkan.Huuuuf ku tarik nafas panjang ku keluarkan pelan.
Din din... suara klakson motor suamiku terdengar. Aku segera beranjak tuk melihat dan membukakan pintu untuknya. Setelah berucap salam dan aku pun menjawab. Anak cewekku yang berusia 7 tahun berada dalam gendongan suamiku.
"lho, Nak. Kok minta gendong Ayah," tanyaku.
"Abis enak sih, Ma. Di gendong sama Ayah."Jawabnya polos
"Adek, kan udah gede, mosyok masih minta gendong." Ucapku.
"Ga pa-pa, Ma. Sekali-kali di gendong ini." Timpal suamiku.
"Ok, ayuk turun. Sebentar lagi maghrib kita siap-siap jamaah ya." Ajakku.
"Siaap, Ma." Hampir bebarengan suami dan anakku menjawab permintaanku.
Kami tersenyuum bersama. Kami begitu bahagia, andai ibuku melihat tumbuh kembang  anakku pastilah ia akan merasa bahagia juga. Sayang Ibuku sudah menghadap Ilahi satu tahun silam saat ananku masih sekolah Taman Kanan-kanak.
Saat anak pertamaku menginjak kelas 2 SD aku pun mengandung dan melahirkan. Sesuai keinginanku anak keduaku laki-laki. Namun keadaan berkata lain, lagi-lagi aku melahirkan bayi premature. Sesaat setelah melahirkan aku boleh pulang tapi anakku masih harus di rawat bahkan di rujuk ke rumah sakit yang perelengkapannya lebih lengkap. Selama satu blan lebih bayiku di rawat Selama itu pula aku selalu di rundung duka. Bagaimana tidak, aku di rumah sedangkan bayiku di rumah sakit. Asi tak bisa langsung kuberikan. Setiap pagi dan sore Asi aku kirim kerumah sakit.Â
Rindu ini semakin membuncah di kala sedih yang datang mengahampiriku tanpa permisi. Saat ini aku harus berpisah dengan anakku, aku merasa tiada seoarang pun yang mampu memahami apa yang aku rasa. Â
Ibu aku butuh Ibu aku kangen, aku rindu ibu datanglah. Butiran-butiran bening pun hangat membasahi pipiku. Rasa yang menghimpit terasa menyesakkan dada. Begitu  lemah diri ini, kuat, kuatkan aku ya Rabb.
Tersungkurku dalam sujud, berharap dan memohon untuk kebaikan anakku yang di rawat jauh dariku. Aku di rumah tidak bisa berbuat apa-apa untuk anakku. Saat dia menangispun aku tak mampu memberikan ASI untuknya. Â Ya rabb hanya padamu aku pasrah. Sehatkan dan lindungi anakku disana.
Dzikir dan doa selalu aku baca.sampai akupun tertidur, remang-remang aku melihat ibu berdiri di sudut ruang rumahku. Kulihat samar-samar senyum ayu yang aku rindu selama ini. Ibu kau datang bu. Ya Allah terimakasih Kau kirim ibuku pulang. Ibu tau aku sedang mengharapkan kedatangannya aku mengharapkan nasehatnya, aku mengharapkan pelukan dan usapan lembut tangannya.
"Ibu.. sini bu. peluk aku" kataku.
Tanpa suara apapun ibu hanya tersenyum padaku.
"Kenapa dengan ibu, kemari bu, aku kangen ibu"
Sambil berlari aku menuju dimana ibu berdiri. Seketika aku terbangun dari tidurku. Ya rabb.. aku tersadar . aku hanya mimpi. Segera aku ambil wudu dan salat tak lupa aku kirim doa untuk ibu. Aku tuangkan semuanya pada Allah Swt tentang apa yang aku rasa. Hanya pada Allah semua aku kembalikan, aku curahkan apa yang aku rasa, aku serahkan semuanya. Allah maha mendengar dan maha tau.Â
 Kabar Kepulangan anakku dari rumah sakit aku dengar  sehari setelah aku mimpi melihat ibu. Selama kurang lebih satu bulan anakku dirawat di rumah sakit, kini akan pulang dan hadir di rumah kecil ku. Dokter mengatakan anakku sudah bisa di bawa pulang. Hanya saja butuh perawatan ekstra saat nanti di rumah. Bayi premature  memang beda dengan bayi normal pada umumnya. Jika tidak berhati-hati maka si bayi masih sangat rentan dari berbagai macam gangguan penyakit.
Tidak bisa di bohongi sebagai seorang ibu  pastilah aku merasa sedikit kwatir dan sedih, namun kutepis semuanya dengan semangat dan optimis bahwa aku pastikan anakku akan baik-baik saja. Benar adanya dulu ibu pernah menceritakan padaku saat aku sakit ibu tidak enak makan istirahat tidak tenang, hati dan pikiran selalu tertuju padaku. Ibu rela menahan lapar menahan kantuk saat aku sakit dan tidak bisa tidur semalaman. Kini aku merasakannya ibu. Jika saja kau tidak bekali aku dengan nasehatmu pastilah saat ini aku sangat lemah dan tak lagi mampu berdiri. Kini aku hanya bisa mengenangmu, memelukmu dalam mimpi, merindumu tanpa batas waktu dan kusebut kau dalam doa.
Ibu ..
Langit mendung seakan turut berduka atas kepergian mu dulu
Indahnya kebersamaan denganmu telah menjadi kenanganÂ
Perhatianmu kasih dan cintamu tetap terukir indah dalam sanubarikuÂ
Dibawah langit ini seketika meremang
 Sepinya hati ini tanpa ragamuÂ
Namun semangat mu  tetap menyala dalam benakkuÂ
Keteladanan mengajarkanku pentingnya arti kehidupanÂ
Keteladananmu mengajarkanku arti kedewasaanÂ
Ibu ...
Tenang lah kau di sisi-NyaÂ
Kubawakan untukmu sekuntum bunga
Harumnya seharum namamu yang telah banyak mengukir kebaikan untukku
Usapan batu nisan sedikit mengobati rasa rindu yang membuncah
Rindu ini untuk ibu rindu tanpa batas waktu
Sampai pada waktunya kita bisa dipertemukan atas kehendak-Nya
Â
Ibu kutahu ragamu tak lagi bersamaku, namun sejauh apapun dunia memisahkan kasih sayangmu selalu tercurah dan mengalir untukku.
Maafkan anakmu yang belum bisa buatmu bahagia. Hanya doa tulus untukmu ibu,semoga kau tenang disana di tempatkan  bersama bidadari bidadari surga. Terimakasih untuk semua cinta dan kasih sayangmu, perjuanganmu dan semua yang telah kau kurbankan untukku.
Untuk meneruskan perjuanganmu akan aku didik anak-anakku menjadi anak-anak yang solih, pintar dan anak-anak yang tangguh  mampu menghadapi tantangan hidup yang semakin berat dengan tantangan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H