Guru
Kriteria rekrutmen calon Guru? Pendidikan? Penempatan? Jenjang karir?
Karena serba tidak jelas ini maka profesionalisme guru, masalah guru monorer, kesejahteran guru, dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia menjadi taruhan.
Uraian diatas adalah gambaran saya dalam menyikapi undang-undang nomer 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Menurut saya, idealnya konstruksi dasar profesi guru adalah ikatan dinas layaknya seorang Tentara atau Polisi bukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti apa yang dipraktikkan sekarang ini. Dengan cara ini maka profesionalisme guru akan lebih terjamin. Mengapa bisa demikian?
Ada beberapa alasan yang bisa saya kemukakan. Diantaranya:
Kriteria rekrutmen calon guru
Tidak bisa dipungkiri bahwa guru yang profesional berasal dari siswa yang berprestasi. Oleh karena itu maka orang-orang yang direkrut sebagai calon guru harus berasal dari siswa-siswa pilihan. Mereka harus memenuhi kriteria tertentu seperti kemampuan akademik di atas rata-rata, bakat tertentu yang istimewa, keadaan mental dan psikologis yang stabil, tidak memiliki catatan pelanggaran asusila, serta didukung oleh kondisi fisik yang prima. Sayangnya kriteria rekrutmen calon guru belum tertuang dalam satu pasalpun di UU nomer 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Padahal hal ini sangat strategis untuk menghasilkan guru yang profesional. Modal kompetensi awal yang bagus akan banyak berbicara disaat yang bersangkutan mengabdi sebagai guru nanti. Ibarat menanam padi, untuk menghasilkan padi yang melimpah dibutuhkan benih padi yang istimewa.
Pendidikan dasar guru
Setelah didapatkan calon guru dari siswa berprestasi, mereka harus dididik di Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang profesional dan teruji. Sayang sampai saat ini belum ada LPTK yang mampu meluluskan guru profesional. Semua LPTK S-1 di Indonesia yang ada sekarang ini tidak bisa memberi sertikat pendidik secara langsung kepada wisudawannya. Untuk mendapat sertifikat pendidik, sarjana pendidikan harus menempuh kuliah profesi pendidik yang proses itu membutuhkan biaya yang besar yang belum tentu terjangkau oleh semua sarjana pendidikan. Setelah lulus dari pendidikan profesi, sarjana pendidikan belum tentu langsung terserap ke sekolah.
Hal ini sangat berbeda dengan pendidikan polisi atau tentara, lulusan akademi kepolisian atau akademi militer dengan pasti bisa diangkat sebagai polisi atau tentara jika sudah lulus dari lembaga pendidikan. Sistem pendidikan dasar guru seharusnya mencontoh sistem pendidikan pada tentara dan polisi. Yaitu terpusat pada satu tempat, memiliki standar operasional yang baku, dan dididik oleh dosen yang profesional. Pasal 23 UU nomer 14 tahun 2005 ini sebenarnya sudah menyinggung sistem pendidikan guru ikatan dinas namun realisasi program ini belum nampak.
Penempatan guru