Mohon tunggu...
Sumardi Arahbani
Sumardi Arahbani Mohon Tunggu... -

Koordinator Kajian Demokrasi, Ketatanegaraan dan Kemasyarakatan; Rumah Gana Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memperkuat Pengawasan Pemilu Serentak 2019, Sebuah Tantangan

3 Juli 2018   00:29 Diperbarui: 3 Juli 2018   01:47 5497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pemilu Serentak tahun 2019 merupakan amanah keputusan Mahkamah Konstitusi, No. 14/PUU-IX/2013. Pada dasarnya, putusan Mahkamah itu  menyatakan bahwa Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) harus dilaksanakan secara serentak. Dalam Putusan tersebut, Mahkamah membatalkan Pasal 3 Ayat (5), Pasal 12 Ayat (1) dan (2), Pasal 14 Ayat (2) dan Pasal 112 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur pelaksanaan pemilu presiden tiga bulan setelah pelaksanaan pemilu legislatif sehingga bersifat tak serentak.

Dilatarbelakangi putusan MK itulah maka terbentuk UU. No. 7 tahun 2017 tentang  Pemilu yang di antaranya mengatur pelaksanaan pemilihan DPR, DPRD, DPD dan peesiden secara bersamaan. Hal inilah yang kemudian kita kenal dengan Pemilu Serentak.

Pemilihan umum, baik itu pemilihan DPR, DPRD, DPD, Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, dan pemilihan kepala desa dengan berbagai sebutan lainnya, merupakan mekanisme politik hasil konsensus  demokrasi prosedural dan demokrasi substantif. Sebagai proses politik yang mengikut sertakan masyarakat, maka pemilu membuka dua kemungkinan: menuju perubahan dan perbaikan atau kemunduran dan kebangkrutan.

Untuk yang pertama pemilu menghasilkan pemimpin yang punya kapasitas dan katakter yang baik membawa perbaikan dan pembaharuan; sedangkan untuk yang terakhir pemilu menghasilkan pemimpin yang korup, nir-visi perubahan, dan mengedepankan  kepentingan pribadi, golongan dan kelompoknya.

Di negara demokrasi, pemilu merupakan salah satu pilar dan mekanisme untuk  mendapatkan pemimpin politik. Di mana salah satu aspek penting dari rangkain proses pemilu adalah adanya pengawasan pelaksaan pemilu. UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tidak lembaga penyelenggara Pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dari tiga lembaga tersebut, Bawaslu memiliki fungsi  pengawasan pemilu. Fungsi pengawasan ini menjadi sangat penting untuk menjaga agar proses penyelenggaraan pemilu tetap sesuai dengan asas dan prinsip penyelenggaraan Pemilu.

Kualitas pemilu salah satunya ditentukan oleh konsistensi Badan Pengawas Pemilu dalam menjalankan tugas peran dan fungsinya. Belajar dari banyak kasus perselisihan pemilu, ia disebabkan oleh tidak profesionalnya cara kerja lembaga pengawas pemilu dalam menegakkan  peraturan perundang-undangan terkait  penyelenggaraan pemilu.

Terdapat sejumlah faktor penyebab, yaitu, pertama; terbatasnya kewenangan yang dimiliki  lembaga pengawas pemilu untuk memberikan sanksi terhadap para peserta pemilu. Sebelum lahir UU No. 7 tahun 2017 lembaga pengawas pemilu kewenangannya hanya sebatas menerbitkan rekomendasi atas unsur pelanggaran pemilu. Saat ini, Bawaslu memiliki kewenangan melakukan tindakan hukum yang bersifat administratif atas pelanggaran tertentu. Sebagian pihak berpendapat, idealnya lembaga pengawas pemilu diberi kewenangan penindakan, bahkan kewenangan bersifat yudisial.

Kedua, faktor lain yang memperlemah cara kerja lembaga pengawas pemilu, yaitu, terbatas personil dan sumber pembiayaan. Faktor ini seringkali menjadi kendala lapangan bagi lembaga ini untuk memastikan bahwa pemilu yang dilaksanakan punya kualitas dan sesuai aturan main dan aturan hukum.

Lembaga pengawas pemilu selain berfungsi melakukan pengawasan tehadap seluru proses dan tahapan penyelenggaraan pemilu, juga memiliki peran strategis dalam konteks mengedukasi, memberdayakan masyarakat (pendidikan politik), dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Peran tersebut, sebagaimana di mandatkan dalam UU No. 14 Tahun  2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan bahwa bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.

Hal yang sering diabaikan selama proses pemilu adalah soal penyebarluasan informasi publik tentang pemilu, baik yang berkaitan dengan seluruh regulasi dan kebijakanya, maupun yang berkaitan dengan urusan-urusan teknis pelaksanaan pemilu.  Sebagai contoh terkait soal revisi UU Penyelenggara Pemilu, dimana tidak semua (mayoritas) masyarakat mengetahui hal-hal substansi dalam pembahasan RUU tersebut.  Demikian halnya dalam praktek pelaksanaan pemilu, dimana sebagian besar masyarakat mendapatkan informasi yang terbatas terkait pemilu.

Pentingnya Keterbukaan Informasi Pemilu

Informasi pemilu seolah-olah hanya milik penyelenggara pemilu dan peserta pemilu (parpol) dan juga para mahasiswa/dosen ilmu politik. Keterbatasan akses terhadap informasi yang berkaitan langsung dengan pemilu, berdampak terhadap tiga hal, 1) rendahnya partisipasi dan meningkatnya mobilisasi, 2) rendahkan rasionalitas choice, dan meningkatnya perilaku pragmatisme, dan 3) keterbetasan akses informasi pemilu berdampak pada ketiadaan choise dan voice masyarakat terhadap pemilu.

Padahal dalam UU No.14 tahun 2008 menjelaskan bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang  menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk  mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Jika soal informasi pemilu saja, publik tidak mendapatkan secara komprehensif dan berkualitas, bagiaman mungkin pemilu bisa diikuit oleh pemilih yang berkualitas.

Keterbukaan informasi publik terkait  pemilu merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan pemilu maupun penyelenggara negara dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Oleh karenanya,  negara harus memberikan jaminan dan memastikan seluruh penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), termasuk peserta pemilu, bertindak  maksimal dalam menyebarluaskan informasi pemilu yang baik dan berkualitas mengenai pemilu. Apalagi dengan keberadaan teknologi informasi, proses penyebarluasan informasi saat ini, sangat mudah dilakukan.

Penguatan kualitas demokrasi melalui pengelolaan informasi pemilu, merupakan salah satu upaya untuk menyemai masyarakat politik yang informatif.

Peraturan Badan Pengawas Pemilu No. 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik di Badan Pengawas Pemilu, juga menjelaskan bahwa informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik. Artinya bahwa dalam konteks pemilu, publik butuh kemudahan akses tentang seluruh peraturan dan kebijakan tentang pemilu.

Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara danpenyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dengan katalian bahwa  segala sesuatu informasi yang menjadi ranah publik, ada keharus/kewajiban bagi pemerintah untuk memfasilitasi dan melayani kemudahan akses terhadap informasi tersebut, demikian halnya terkait dengan informasi Pemilu.

Sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan umum Peraturan Badan Pengawas Pemilu No.1/2017, bahwa Informasi Pemilu adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh penyelenggara Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagaimana ditetapkan oleh penyelenggara Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian, meskipun peraturan perundang-undangan telah diterbitkan, pada kenyataannya, khususnya berkaitan informasi pemilu, masyarakat masih belum mendapatkan informasi pemilu yang cukup.

Berangkat dari keadaan itu,  dibutuhkan koordinasi, konsolidasi dan kerjasama yang baik antara lembaga penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan pemerintah, agar memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi pemilu yan jelas, baik dan benar, sehingga mampu menjadi pemilih yang cerdas untuk memilih pemimpin yang berkualitas yang akhirnya membawa perubahan dan perbaikan.

Memperkuat Peran Lembaga Pengawas Pemilu

Salah satu pranata penting dalam penyelenggaraan pemilu yaitu Badan Pengawas Pemilu. Sebagaimana diatur dalam UU No. 7 tahun 2017, disebutkan bahwa Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tugas mengawasi penyelenggaraan pemilu tersebut, merupakan tugas penting untuk menjaga kualitas demokrasi, agar terlaksananya pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.  Hal ini harus sejalan dengan visi dan misi lembaga  tersebut yaitu: Terwujudnya Bawaslu sebagai Lembaga Pengawal Terpercaya dalam Penyelenggaraan Pemilu Demokratis, Bermartabat, dan Berkualitas.

Badan Pengawas Pemilu diberi tugas, wewenang dan kewajiban oleh undang-undang sebagai berikut.

Bertugas:

  1. Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan;
  2. Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu; dan Sengketa proses Pemilu;
  3. Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu,
  4. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu,
  5. Mencegah terjadinya praktik politik uang;
  6. Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;
  7. Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas Putusan DKPP; Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu; Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Ihbupaten/Kota; Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;
  8. Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP;
  9. Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu;
  10. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  11. Mengevaluasi pengawasan Pemilu;
  12. Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan
  13. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berwenang:

  1. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengahrr mengenai Pemilu;
  2. Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu;
  3. Memeriksa, mengkaji, dan memuttrs pelanggaran politik uarg;
  4. Menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu;
  5. Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia; '
  6. Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
  7. Meminta bahan keterangan yang dibuhrhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana Pemilu, dan sengketa proses Pemilu;
  8. Mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  9. Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu LN;
  10. Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN; dan
  11. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berkewajiban:

  1. Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang;
  2. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;
  3. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik darr/atau berdasarkan kebutuhan
  4. Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang ditakukan oleh KPU dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  5. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

Mengacu pada tugas, wewenang dan kewajiban Badan Pengawas Pemilu tersebut di atas, lembaga tersebut saat ini memiliki peran yang penting dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019.

Secara konsepsi-teoritis, Pemilu dapat dinilai demokratis jika memenuhi 5 (lima) syarat dasar. Pertama, Universalitas (Universality). Demokrasi itu sendiri merupakan nilai universal. Oleh karenanya pemilu yang demokratis juga harus dapat diukur secara universal. Artinya konsep, sistem, prosedur, perangkat dan pelaksanaan pemilu harus mengikuti kaedah-kaedah demokrasi universal itu sendiri.

Kedua, Kesetaraan (Equality). Pemilu yang demokratis harus mampu menjamin kesetaraan peserta pemilu untuk berkompetisi. Unsur penting yang menjadi tantangan prinsip kesetaraan ini adalah timpangnya kekuasaan dan kekuatan sumberdaya yang dimiliki peserta pemilu. Oleh karena itu, peraturan  perundang-undangan terkait pemilu harus dapat meminimalisir terjadinya political inequality (ketidaksetaraan politik).

Ketiga, Kebebasan (Freedom). Pemilu demokratis, para pemilih harus bebas menentukan sikap politiknya tanpa adanya tekanan, iming-iming janji, pemaksaan, pemberian hadiah tertentu yang yang dimaksudkan untuk  mempengaruhi pilihan pemilih. Oleh karenanya, penting dijalankan penegakan hukum.

Keempat, Kerahasiaan (Secrecy). Kerahasiaan menentukan kebebasan pemilih dan independensinya untuk menentukan pilihan. Asas rahasia itu sendiri, merupakan jaminan hak asasi manusia bagi pemilih untuk menentukan sikap politiknya.

Kelima, Keterbukaan (Transparency). Salah satu unsur dari demokrasi adalah keterbukaan. Prinsip ini penting dijalankan oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu serta pemangku kepentingan yanv lain. Transparansi ini terkait dengan dua hal: kinerja dan penggunaan sumberdaya.

Sebagai penyelenggara pemilu, Badan Pengawas Pemilu, harus mampu  meyakinkan masyarakat bahwa mereka mampu menjalankan wewenang, tugas dan fungsinya secara profesional, independen, adil dan tidak berpihak. Untuk menjalankan wewenang, tugas dan fungsinya Badan Pengawas Pemilu harus berpegang pada prinsip free, fair and competitive.

Sumardi
Koordinator Kajian Demokrasi, Ketatanegaraan dan Kemasyarakatan; Rumah Gana Semarang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun