Seorang petani yang menanam jagung, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman,memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat dan jamur-jamur yang mengganggu tetapi ia tidak bisa merubah kodrat tanaman jagung tersebut menjadi tanaman padi. Â
Filosofi tersebut mengingatkan kita bahwa hakikatnya tugas guru hanya menuntun sesuai kodrat, dengan memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Â
Kodrat masing-masing anak adalah berbeda, sehingga kita tidak boleh menyeragamkan mereka. Seperti planet yang memiliki kecepatan edar yang berbeda-beda, begitupun kemampuan anak dalam memahami materi dan mencapai tujuan pembelajarannya.Â
Perbedaan kemampuan anak harus diapresiasi dan dihargai sehingga guru dituntut untuk memandang setiap  anak dengan rasa hormat. Tak ada lagi dikotomi siswa pandai dan tidak pandai. Inilah yang disebut "menghamba pada anak".
Pembelajaran juga harus memperhatikan kodrat anak yang selalu ingin merdeka, suka bermain dan merasa aman dan nyaman dalam alam kekeluargaan. Â KHD menyebutnya dengan sistem among.Â
Layaknya seorang pengasuh (fasilitator) guru membimbing anak dengan ikhlas sesuai dengan bakat dan minatnya. Tut Wuri Handayani mengembangkan kodrat bakat dan minat anak, sehingga anak lebih aktif mencari tahu (coriousity) dan tidak pasif menanti diberitahu.Â
Bermain sebagai kodrat anak bisa diwujudkan dalam bentuk KBM dengan muatan permainan (dolanan) dan simulasi, baik sebagai Ice Breaking maupun sebagai model pembelajaran.
 Sikap suka bermain sebagai embrio jiwa merdeka anak melancarkan proses Tri  NGa yakni NGerti, NGerasani dan Ngelakoni yang selaras dengan Cipta, Rasa dan Karsa dalam menumbuhkan Budi Pekerti.Â
Yang bisa segera saya lakukan agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD adalah yang pertama tentu saja saya harus menyelaraskan cara pandang saya tentang murid dan pembelajaran sesuai dengan pemikiran KHD dengan mulai merancang proses pembelajaran yang berbasis permainan yang bisa menstimulasi anak untuk aktif berpartisipasi sehingga proses Tri Nga dapat terjadi. Â
Kemudian menerapkan praktik baik pembelajaran yang berorientasi pada anak, menggunakan tutor teman sebaya untuk mengakomodir perbedaan kemampuan anak dan menerapkan asesmen  yang menilai perkembangan anak dilihat dari level mana dia memulai pembelajaran dan bukan menyeragamkan hasil akhir. Â
Untuk itu, dukungan dari semua pihak baik dari kepala sekolah, rekan sejawat, orang tua murid dan instansi terkait sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan  sebagaimana pemikiran KHD.Â