Mohon tunggu...
Sumadi JO
Sumadi JO Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Aku, Obama, Amerika, dan Indonesia: Potret Keberagaman

21 Agustus 2017   13:51 Diperbarui: 21 Agustus 2017   14:08 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selama dua dalam 24 jam dalam 2 Minggu saya dan keluarga Nancy belajar bersama tentang pentingnya pendidikan dan kebersamaan sebagai umat manusia. Pernah dalam sebuah kesempatan Bu Nancy dan Suaminya Mark memintaku untuk menjelaskan apa arti semua bacaan shalat dari takbiratul ihram sampai salam beserta gerakannya. Ia mengaguminya bahwa dimensi-dimensi ketenangan batin dan sosial ada dalam shalatnya orang muslim.

Ada sebuah buku koleksi Nancy yang sering Aku dan keluarga Nancy diskusikan setiap bada shalat Magrib dan bada makan malam dalam suansana santai, yaitu the Golden Bridge (jembatan emas) sebuah buka titik temu semua agama tentang kemanusiaan dan kebersamaan dalam keragaman. Asik juga karena Nancy (juga aktivis sebagai bendahara gereja) dan suaminya Mark setelah pensium dari tentara angkatan laut ia memutuskan untuk menjadi pengajar di Gereja. Kami bertiga sangat memahami perbedaan agama, karakter agama masing, dan kami juga sangat saling menghargai keragaman dan iman kita masing. Hidup damai bersama.

Selama dua minggu pula saya diajak oleh Nancy untuk sit in dan participant observation dari mulai sekolah anak usia dini (kindergarten), elementary school, Hingh school, sampai perguruan tinggi. Dalam dua minggu di kota Ohio lengkap belajar dari PAUD sampai Perguruan Tinggi (sebuah kesempatan yang langka). Tiap hari Sabtu saya diberi kesempatan belajar dan bermain golf. Sebuah permainan yang belum pernah saya dapati di Indonesia. Kendati saya nggak bisa Mark suaminya mengajari golf dengan dengan sabar, yang akhirnya saya bermain pada game yang 9 lubang.

Amerika dan Indonesia adalah negara yang sama-sama memiliki keragaman suku, ras, agama, dan budaya. Praktek penghargaan keragamaman di level grassroot atau makro saya kira sebuah kodrat kemanusiaan dari keniscayaan di bumi ini. Aku dari lahir sampai kelas IV SD di Cilacap (mirip Obama SD di Menteng hehehe,,,) di sebuah kelas dan lingkungan sosial yang beragam agama, ada Kristen, Budha, Kepercayaan, dan Islam. Tidak ada sekat apapun. Bahkan jika Idul Fitri semua agama merayakannya dalam wujud silaturahim antar tetangga.

Bahkan pada saat itu, seorang tokoh Katolik yang hidup seorang diri di dusun kami yang waktu itu sakit berbulan-bulan adalah semua warga yang merawatnya dengan penuh kasih sayang, dan sampai meninggal dunia warga yang mayoritas muslim mengurus jenazahnya dan menghantarkanya ke pemakaman sebagai seorang yang katolik tanpa ada perdebatan agama dan asal-usulnya.  

Obama Mudik ke Indonesia, saya mudik ke Cilacap. Sama-sama saya juga menelusuri jejak-jejak toleransi dan kebersamaan yang telah terbina dan menyemai di tanah tumpah darah Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun