Mohon tunggu...
SUMADI
SUMADI Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DI BAPAS KELAS I TANGERANG

Membantu menambah wawasan masyarakat tentang Hukum Pidana dan Keadilan Restoratif, serta pembaharuan hukum yang berlaku saat ini

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Bapas dalam Sistem Peradilan Pidana

23 Juni 2023   06:28 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:56 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peran Bapas Dalam Sistem Peradilan Pidana

(Oleh: Sumadi,S.H.,M.H JFT PK Muda di Bapas Kelas I Tangerang)

 

Pendahuluan

Generasi muda merupakan elemen vital dalam kelangsungan kehidupan manusia serta kemajuan suatu bangsa dan negara. Sesuai dengan Konstitusi Indonesia, peran strategis anak telah diakui dengan tegas oleh negara, yang menjamin hak-hak mereka terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak-anak tidaklah sekadar replika dari orang dewasa, oleh karena itu, perlakuan yang berbeda perlu diberikan untuk memenuhi kebutuhan khusus mereka. Tujuannya adalah melindungi dan mengayomi anak-anak agar mereka dapat mempersiapkan masa depan mereka dengan baik. Potensi yang dimiliki oleh generasi muda saat ini dapat menjadi kekuatan dalam mempercepat pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Untuk memastikan pertumbuhan mereka, baik secara mental maupun fisik, serta interaksi mereka dalam masyarakat, anak-anak memerlukan perhatian khusus. Selain itu, perlakuan terhadap mereka harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan konseptual, sehingga potensi yang terpendam dalam diri anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara seimbang. Anak-anak adalah individu yang memiliki perasaan, pikiran, keinginan, dan harga diri. Oleh karena itu, mereka harus diberi kesempatan untuk didengar dan dihargai pendapat mereka dalam hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan mereka. Perkembangan dunia yang begitu cepat tidak lain merupakan hasil dari perkembangan pemikiran manusia, baik yang memberikan dampak positif maupun dampak negatif (Susilowati, Upaya Meminimalisasi Penggunaan Pidana Penjara Bagi Anak, (Semarang, Universitas Diponogoro, 2008). Hlm 9)). Mental anak yang masih dalam tahap pencarian jati diri, kadang mudah terpengaruh dengan situasi dan kondisi lingkungan di anak berada tersebut buruk, dapat terpengaruh pada tindakan yang dapat melanggar hukum. Hal itu tentu saja dapat merugikan dirinya   sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit tindakan tersebut akhirnya menyeret mereka berurusan dengan aparat penegak hukum (sumber dari: Novie Amalia Nuraheni, Sistem Pembinaan Edukatif Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana (Semarang : Universitas Diponogoro, 2009), hlm 1

Di Indonesia, masalah anak yang berkonflik dengan hukum mempunyai kecenderungan semakin meningkat. Catatan kriminalitas terkait anak di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh   Direktur    Bimbingan    Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan menunjukkan data bahwa anak yang berada di lingkungan rutan dan lapas berjumlah 3.812 orang. Anak yang diversi sebanyak 5.229 orang, dan total     sekitar 10 ribu anak termasuk mereka yang sedang menjalani asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti jelang bebas http://www.pikiran-rakyat.com/bandungraya/2015/08/04/337054/sepuluh-ribu-anak-kiniberhadapan-dengan-hukum, diakses tanggal 26 Oktober 2017. Data tersebut menunjukkan jumlah anak yang berkonflik di Indonesia cukup banyak.

Maraknya kasus hukum yang menimpa anak- anak di Indonesia, bukan berarti mereka sama seperti orang dewasa yang sudah mempunyai akal dan pengalaman. Perilaku ironi anak-anak lebih banyak disebabkan lingkungan sosial, keluarga dan gagalnya tanggung jawab negara untuk memenuhi hak-hak mereka. Posisi anak-anak dalam instrumen HAM nasional dan internasional ditempatkan sebagai kelompok rentan yang harus diberlakukan istimewa, dan negara mempunyai tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak- hak istimewa tersebut.

Pasal 40 Konvensi Hak Anak sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi Hak-hak Anak) memberikan definisi yang dimaksud dengan "Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang disangka, dituduh atau diakui sebagai telah melanggar undang-undang hukum pidana" (Pasal 40 ayat (1) Konvensi Hak Anak). Majelis Umum PBB dalam Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice atau yang dikenal dengan Beijing Rules mendefinisikan anak yang berkonflik dengan hukum "a child or young person who is alleged to have committed or who has been found to have committed an offence. (General Assembly resolution 40/33 of 29 November 1985).

Salah satu hak istimewa anak ketika berhadapan dengan hukum adalah dalam penanganan kasus hukumnya harus diberlakukan berbeda dengan orang-orang dewasa. Pada Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan "Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan". Ayat (2) menyatakan "Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial, dan tenaga ahli lainnya".

Perlakuan istimewa terhadap anak yang berkonflik dengan hukum telah dijamin dalam instrumen-instrumen hukum HAM nasional dan internasional, baik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dan atau instrumen hukum HAM internasional seperti Konvensi tentang Hak-Hak Anak, Peraturan-peraturan Minimum Standar PBB Mengenai Administrasi Peradilan bagi Anak (Beijing Rules) dan Pedoman PBB dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Anak (The Riyadh Guidelines). Namun, sampai saat ini, pelanggaran hak anak yang bermasalah dengan hukum masih berlangsung. Penanganan terhadap anak bermasalah dengan hukum tidak jauh berbeda dengan penanganan kasus yang dihadapi orang dewasa.

Perlakuan istimewa dituangkan dalam Prinsip Juvenile Court di Amerika Serikat. Sebagaimana dicatat oleh Green Wood, antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun