Jangan Hilangkan Hak ABH Untuk Memperoleh Pendidikan
(Oleh: Sumadi, S.H.,M.H dari JFT PK Muda di Bapas Kelas I Tangerang)
Anak adalah potensi, penerus cita-cita, dan aset berharga sebagai generasi penerus suatu Bangsa. Oleh karena itu kualitas dan proyeksi masa depan anak harus dan penting untuk diperhatikan karena itu akan berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Mengingat hal tersebut sangat dibutuhkannya sumber daya manusia yang berkompeten, yaitu yang memiliki knowledge, skill, dan attitude yang baik sebagai upaya untuk memajukan bangsa, maka negara wajib memberikan perhatian lebih serius lagi pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak pada anak. Mengingat hal tersebut menerangkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan. Di Indonesia, banyak terdapat permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai pelaku dari suatu tindak pidana. Sebagaimana hal itu dijamin dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 dan diperkuat pada Pasal 85 angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tidak dapat kita pungkiri banyaknya kasus hukum yang menimpa anak-anak di Indonesia, akibat dari adanya perilaku menyimpang pada anak, yang disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal, seperti lingkungan sosial di mana anak tersebut tumbuh dan berkembang, faktor keluarga, dan karena faktor tidak terpenuhinya hak- hak anak yang merupakan tanggung jawab negara. Sedangkan apa yang tercantum dalam instrumen Hak Asasi Manusia di tingkat Nasional maupun Internasional, anak diposisikan sebagai kelompok masyarakat yang sangat rentan dan wajib diperlakukan khusus atau istimewa serta di lindungi hak-haknya, dan negara harus hadir dan memiliki tanggung jawab untuk menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak yang istimewa tersebut.
Dalam konteks anak berhadapan dengan hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik atau menjalani proses hukum, dimana anak tersebut perlu diperlakukan berbeda dengan proses pemidanaan pada orang dewasa. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk agar hak-hak asasi anak terpenuhi serta memberikan perlakuan terbaik bagi kepentingan anak serta sebagai upaya untuk melindungi hak-hak anak. Pendidikan anak yang berhadapan dengan hukum tidak boleh terhenti karena anak tersebut harus menjalani masa proses hukum dan pemidanaan di lembaga pembinaan.
Begitu pentingnya pemenuhan hak-hak anak tentang Pendidikan ini, hingga dirumuskan di tingkat dunia internasional dalam konvensi hak anak melalui sidang umum PBB pada tanggal 30 November 1989. Dalam konvensi hak anak tesebut telah disetujui dan disepakati tentang hak-hak anak secara universal. Indonesia sebagai salah satu negara di dalamnya telah meratifikasi Kovensi Hak-Hak Anak yang disesuaikan dan dideklarasikan melalui Kepres Nomor 36 Tahun 1990. Dengan tujuan diratifikasinya Konvensi Hak-hak Anak tersebut adalah agar anak-anak di Indonesia dapat menjalani masa kecilnya dengan bahagia, terpenuhi hak-haknya dan terjamin kebebasan mereka demi terwujudnya kesejahteraan bagi anak indonesi. Maka setiap pihak mulai dari individu pribadi, orang tua, masyarakat, hingga negara diharuskan dapat mengakui hak-hak anak tersebut dan dapat membantu mewujudkan terpenuhinya hak- hak tersebut. yang melingkupi 4 (empat) bidang, yatiu :
- Hak untuk bertahan hidup, yang terdiri dari hak atas kehidupan dan penghidupan yang layak serta terjaminnya akses pada pelayanan kesehatan.
- Hak untuk berkembang, yang meliputi hak atas pendidikan, mendapatkan informasi, menentukan keyakinan dan agama, dan hak-hak untuk anak disabilitas (fasilitas pelayanan, perlakuan, dan perlindungan) yang berguna dalam pengembangan diri.
- Hak atas perlindungan, meliputi atas hak anak untuk terlindungi dari segala bentuk penelantaran, kekerasan, pelecehan, eksploitasi dari keluarga. Serta bentuk-bentuk tindakan kejam dan perlakuan seenaknya dalam proses peradilan pidana.
- Hak berpartisipasi, berarti kebebasan dalam menyatakan atau mengemukakan pendapat, memiliki kedaulatan akan dirinya sendiri, dan memiliki hak untuk ikut berperan dalam pengambilan keputusan khususnya yang terkait dengan kepentingan dirinya.
Dengan demikian, diharapkan putusan pemidanaan merupakan upaya yang dilakukan aparat penegak hukum untuk membuat narapidana anak menyadari dan menyesali perbuatannya sebagai Upaya terakhir (ultimum remidium). Pemidanaan ini bertujuan agar dapat merubah dan mengembalikan narapidana anak agar dapat menjadi anggota masyarakat yang baik, menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan, taat pada hukum yang berlaku, sehingga terciptalah kondisi masyarakat yang damai. Dengan mempertimbangkan tindak pidana yang di lakukan oleh anak (ABH). Bentuk penegakan hukum bagi anak yang melakukan penyimpangan norma dan berhadapan dengan hukum yaitu melalui peradilan yang telah diatur oleh Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang bertujuan sebagai suatu Upaya perlindungan anak dengan mendidik anak dan membina tanpa mengabaikan penegakan keadilan. Penyelenggaraan peradilan anak dengan maksud untuk membina, mendidik, dan memperbaiki sikap, pengetahuan dan perilaku anak, sehingga anak dapat meninggalkan bahkan menghilang perilaku buruk dalam dirinya dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dalam peradilan anak tidak hanya menekankan pada penjatuhan pidana pada anak, tetapi juga perlindungan terhadap masa depan anak merupakan hal yang dipertimbangkan. Dengan tetap memberikan hak anak atas memperoleh Pendidikan di setiap proses maupun saat menjalani pidana nya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H