Mohon tunggu...
Mas Dodo
Mas Dodo Mohon Tunggu... Peternak - marketer, business, dll

Hobby menulis, jualan, dapat untung, dll...

Selanjutnya

Tutup

Money

Hukum Loyalitas

22 Mei 2012   06:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Sebelum beranjak lebih jauh, sebaiknya kita sepakati dahulu bahwa loyalitas itu = kesetiaan.  Demikian juga bahwa setia itu = loyal. Oke, jika Anda sepakat maka mari kita lanjutkan.  Istilah loyal dan setia sesungguhnya sering sekali kita jumpai dalam berbagai topik. Mulai dari gosip, keluarga bahkan termasuk bidang pemasaran.  Orang pemasaran sering mengatakan bahwa ada  pelanggannya yang loyal dan ada yang tidak loyal alias suka  "selingkuh". 

     Loyalitas itu sifatnya semu.  Semu itu seolah-olah ada, tapi sesungguhnya bisa ada, bisa juga tidak ada.  Seperti sebuah fatamorgana yang indah di kala senja. Tampak sangat indah, menarik bahkan tega  membesut halusinasi penikmatnya ke dalam berbagai macam ilusi dan asumsi.  Tapi, sebentar-sebentar berubah.  Tadi dikira seperti hamparan “krisan” ternyata sebentar kemudian berubah menjadi monster. Tadi dikira seperti auman srigala, sebentar kemudian berubah menjadi alunan symphony yang merdu.

Ya…., begitulah fatamorgana. Dan begitu juga dengan loyalitas. Hukumnya pun juga begitu, tidak ada pelanggan yang loyal.  Maka dari itu diupayakan berbagai cara supaya pelanggan ini menjadi "loyal".  Misalnya dengan berbagai pendekatan secara intensif, diberikan kondisi harga khusus, garansi bahwa barang yang dijual betul-betul berkualitas, dan masih banyak lagi.  Seperti kata pepatah : kecap selalu nomor satu.  Bahkan ada yang ekstrem, seperti  “perhatian” yang berlebihan. Misalnya dengan mengantar sekolah anaknya pelanggan, antar ke salon istrinya pelanggan dan lain-lain. Inilah yang salah kaprah dengan Customer Expectation (baca :memberikan lebih dari yang diharapkan). 

     Pertanyaannya, apakah memang harus begitu?  Apakah pelanggan memang menuntut "service" yang sedemikian itu?  Bagaimana dengan posisi tawar si penjual?  Dan yang paling penting, apakah kalau sudah di service secara mendalam, maka mereka akan loyal secara abadi? Jawabnya adalah tidak ada jaminan bahwa pelanggan akan loyal atas dasar pemberian service yang menonjol itu.  Karena ketika kompetitor memberikan sesuatu yang lebih, maka mereka  tetap akan beralih.  Ya,... paling-paling kalau sungkan masih diorderi sedikit.  Katanya: untuk jaga hubungan.  He he…., fatamorgana !

            Atas dasar hal itulah maka ada sebuah hukum (baca : formula) “loyalitas” yang sifatnya kualitatif.  Formulanya seperti ini : “Loyalitas” adalah besarnya perhatian kita, dibagi jarak dan dikalikan dengan lamanya waktu ketemu.  Ini bukan formula saya.  Formula ini saya dapatkan di sepanjang jalan pagi yang penuh kemacetaan dari sebuah talk show dan sedikit saya poles, supaya lebih menarik. Hikmah dari sebuah  kemacetan.

     Oke, mari kita masuk ke formula sekarang.  Ada tiga komponen utama untuk membangun sebuah “loyalitas” : besarnya perhatian, jarak, dan lamanya waktu ketemu.  Menurut formula, besarnya perhatian ini merupakan pembilang.  Jadi semakin besar perhatian yang diberikan, maka “loyalitas”nya juga akan semakin besar.  Demikian sebaliknya.  Semakin kecil perhatian yang diberikan, maka “loyalitas”nya juga semakin kecil.

     Nah, sayangnya semua itu harus dibagi dengan jarak.  Sebesar apapun perhatian yang diberikan, kalau jaraknya jauh (nilainya besar) maka perhatian tadi menjadi kecil dan menjadi tidak berarti.  Artinya, meskipun perhatiannya besar tetapi jika jaraknya jauh, maka perhatian itu akan menjadi luntur.  Fakta: ketika pelanggan menemui masalah dalam bisnisnya, atau ayam yang dipelihara sedang mengalami problem produksi atau penyakit, dan ketika itu menghubungi tenaga lapangan.  Berhubung jarak (station) tenaga lapangan ini jauh, dan membutuhkan waktu beberapa lama bahkan beberapa hari,  maka masalah tidak segera dapat diatasi.  Situasi ini yang menyebabkan lunturnya trust pelanggan kepada perusahaan supplier.  Dilihat dari sisi bisnis pelanggan menjadi rugi. Yang pasti terjadi depresiasi “loyalitas” pelanggan. 

Lebih parah lagi kalau pada saat yang bersamaan datanglah competitor yang sebenarnya dibenak pelanggan ini merupakan second opinion, datang dan segera memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Maka dalam sekejap, sirnalah sudah “loyalitas”nya dan berpindah pada perusahan kompetitor.

Namun begitu, waktu bertemu juga penting.  Artinya seberapa lama kunjungan ke pelanggan dilakukan?  Seberapa besar kualitas kunjungan tersebut?  Karena bisa saja kunjungan sudah sangat sering dilakukan.  Tetapi hanya sebatas mengguggurkan kewajiban saja.  Maka hal inipun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pelanggaan.

Kondisi terparah yang mungkin bisa terjadi adalah perhatian yanga diberikan sudah kecil, jaraknya jauh pula.  Selain itu jarang dikunjungi lagi!  Itulah bom waktu yang sesungguhnya.  Tinggal tunggu waktu, sebentar lagi akan meletus.

Kembali mengingatkan bahwa pelanggan yang loyal itu tidak ada.  Paling tidak, loylitas akan bertahan ketika kita memperhatikan ketiga komponen tersebut.  Sehingga nilai loyalitas akan tinggi jika perhatian yang diberikan nilainya besar, jaraknya pendek dan sering ada kunjungan.  Kedua unsur dari ketiga unsur yang paling mudah dipenuhi adalah jarak dan waku bertemu.  Yaitu bagaimana mengurangi jarak serta mempersering waktu bertemu.  Namun, bagaimana dengan besarnya perhatian?  Nilai perhatian bersifat kualitatif.  Bagaimana memberikan perhatian?  Lantas apakah perhatian itu mutlak hanya terwujud dari besarnya service yang diberikan?  Mestinya tidak begitu. 

Pelajaran lama mengatakan bahwa pelanggan akan melihat supplier dari tiga hal : Product, Service dan Total Cost.  Intinya, bagaimana memberikan produk dengan kualitas yang baik, servis yang memuaskan dan yang pasti menguntungkan. Hehe.... Jadi mengulang nih. Kayaknya lebih baik dibuka saja kitab VBS nya. Dari pada saya salah mengatakan. Baiklah. Selamat berkarya, ciptakan "loyalitas" setinggi mungkin. (inspired from TDW).

    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun