Hasil isian kuesioner kami melalui google form kepada beberapa perwakilan tokoh agama, kedokteran, dosen, guru, ibu PKK, ibu rumah tangga serta mahasiswa. Mereka memberikan pendapat bahwa secara agama "tidak" memperbolehkan melakukan kloning terhadap manusia dengan beberapa alasan jawaban berikut ini:
- "Kloning menyebabkan ketidakjelasan keturunan/silsilah/nasab, yang menurut agama sangat penting", "menyalahi kodrat penciptaan manusia".
- "Karena Allah SWT sudah menciptakan manusia sesuai dengan kodrat alam, dimana pergiliran keturunan melalui peristiwa pernikahan yang syah antara kedua jenis kelamin wanita dan laki laki dan mempunyai status keturunan yang jelas, baik dari pihak ibu dan bapak".
- "Penerapan teknologi kloning pada manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat banyak dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam ajaran agama islam".
- "Allah SWT telah mengharamkan hukum kloning pada manusia karena berdasarkan syariat islam proses kloning bukan merupakan proses alami selayaknya Allah menciptakan manusia yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minun ayat 12-14".
- "Tidak, karena dalam syariat islam tidak diperbolehkan karena proses kloning bukan proses alami selayaknya allah menciptakan manusia, kecuali jika teknologi kloning untuk proses penyembuhan seperti memperbaiki kerusakan organ pada tubuh".
- "Karena penerapan teknologi tersebut sama saja dengan berusaha menyerupai hal yang diciptakan oleh Allah SWT dan menyalahi aturan yang ada".
- "Menurut saya, adanya teknologi Kloning pada Manusia memang menunjukkan adanya kemajuan zaman terutama di bidang sains & teknologi yang mana "istilah"nya di masa depan mungkin manusia bisa saja mengkloning manusia dengan kualitas SDM yg tinggi bagi kemajuan suatu bangsa. Namun, hal ini tentu saja bertentangan dalam Agama yang saya anut sebagai seorang muslim, karena sebaik-baiknya manusia dalam penciptaan sesuatu tidaklah lebih baik & lebih hebat dari pemilik dunia & isinya ini yaitu Allah SWT.
Melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, Abdul Qadim Zallum berpendapat dalam bukunya, Hukmu As Syar'i Fi al-intinsaakh, Naqlu al-a'dhaai, al-ijhaadh, Athfaalu al-anaabiib, ajhazatu, al-Ins'aasy, ath-thabiyah, al-Hayah wa al-maut, bahwa syariat mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut:
- Pertama, anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur).
- Kedua, anak-anak produk kloning dari perempuan tanpa adanya laki-laki tidak akan mempunyai ayah.Â
- Ketiga, kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan).Â
- Keempat, memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah (baca: mengacaukan) pelaksanaan banyak hukum syara' seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan 'ashabah, dan banyak lagi (Aman, 2007).
Namun  yang terpenting terletak pada bagaimana teknologi kloning berkembang di masyarakat. Di sini timbul permasalahan bagaimana menyikapi perkembangan teknologi kloning, dengan tetap berpegang pada norma-norma yang tertanam secara sosial dan tentu saja pada pertimbangan yang tulus dan terbukti.
Referensi:
Aman, O. (2007). Kloning Manusia dan Masalah Sosial-Etik. Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi, 1(1).Â
Daulay, S. P., & Siregar, M. (2005). Kloning dalam Perspektif Islam. Teraju.
Fadri, Z. (2020). Mengkaji Kloning Manusia dari Perspektif Hukum Kodrat. Jurnal Al-Aqidah, 12(2), 79–89.
Izza, R., Dalimarta, S., Lestari Chinintya, A., & Faizin, K. (2020). Human Cloning Dalam Tinjauan Filsafat Moral. Prosiding Konferensi Integrasi Interkoneksi Islam Dan Sains, 2, 253–260.
Putri, S. T., & Atifah, Y. (2022). Etika Bioteknologi: Kloning terhadap Manusia. Prosiding Seminar Nasional Biologi , 475–491.
Suryanti, E. (2019). Tinjauan Etika terhadap Kloning Manusia. Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences, 11(1), 10–19.
Wangko, S., & Kristanto, E. (2010). Kloning Manfaat Versus Masalah. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 2(2), 88–94.Â