Perbedaan yang terjadi tidaklah lantas menghalangi kita untuk menjadi anak sholeh. Perbedaan tersebut justru memberikan gambaran bahwa setiap manusia terlahir istimewa dengan kelebihan masing-masing.Â
Tindakan yang 'memaksa' anak untuk selalu berbuat sesuai ukuran pada umumnya merupakan sikap yang kurang bijak. Kalaupun demikian, hendaklah hal itu diikuti dengan pemahaman akan keunikan masing-masing anak.
Dalam upaya menjadi anak sholeh, setiap orang hendaklah memperhatikan kondisinya masing-masing. Pertama adalah apakah orang tuanya masih ada atau sudah meninggal? Tentu jika sudah meninggal, hanya doa yang bisa kita persembahkan untuk mereka.Â
Sementara jika orang tua masih ada, bagaimana kondisinya, sakit keras, sakit biasa, atau masih sehat? Jika sakit, hal yang bisa dilakukan adalah merawatnya. Apabila masih sehat, lihat apa kesibukan sehari-harinya? Jika masih bekerja, apa pekerjaannya, di mana ia bekerja, dan bagaimana dia berangkat kerja? Dari beberapa poin tersebut dapat dicari celah untuk menjadi anak sholeh sebagaimana yang dibutuhkan oleh orang tua.Â
Demikian pula jika terjadi perbedaan agama, ketaatan dan kepatuhan tetap menjadi prioritas selama tidak mengganggu perihal keimanan dalam Islam.Â
Sehingga, menjadi anak sholeh hendaklah dengan melakukan perintah Allah SWT dan meninggalkan larangan-Nya dengan senantiasa dilengkapi kebaikan dalam aspek sosial kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H