Mohon tunggu...
Sulthan Hamid Fhauzhyana
Sulthan Hamid Fhauzhyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Memiliki skill dalam berfikir kritis dan menyukai berbagai berita yang membuat pemahan menjadi lebih tajam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Konflik Transisi Energi

9 Juni 2022   22:00 Diperbarui: 9 Juni 2022   22:01 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak peduli seberapa sulit masalah krisis energi Eropa, keberlanjutan transisi energi global dan upaya untuk memotong impor gas Rusia harus diubah menjadi kemungkinan bersejarah. 

Uni Eropa dengan cepat menggabungkan "Kesepakatan Hijau Eropa" dengan Rencana 10 Poin yang disarankan IEA, yang memberikan pedoman praktis untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia.

Untuk mencegah pemanasan global, transisi energi harus diprioritaskan sesuai dengan kewajiban Perjanjian Paris 2015. EBT harus dikembangkan sesuai dengan kewajiban perubahan iklim internasional. Proporsi EBT harus ditingkatkan dengan mengganti energi fosil dengan teknologi hijau yang ramah lingkungan.

Menanggapi permasalahan transisi energi saat ini, menurut saya kepresidenan G20 Indonesia dapat menjadi jembatan antara negara industri dan negara berkembang. Dengan potensi energi terbarukan sebesar 3.683 gigaton, Indonesia dapat menjadi inti transformasi energi negara berkembang. 

Pada konferensi G20 di Bali pada November 2022, Indonesia dapat mendesak untuk transisi yang adil dan kerjasama energi hijau untuk mengimplementasikan solusi menuju nol bersih, selain mempresentasikan keberhasilan transisi energinya atas nama negara-negara miskin.

Kemitraan menjadi kata kunci dan kekuatan pendorong yang semakin penting dalam pengembangan ekonomi global berbasis energi berkelanjutan. Beberapa negara dapat berkontribusi pada pengetahuan transisi energi dengan memproduksi teknologi nol karbon, sementara negara lain memiliki keadaan alami untuk menawarkan energi hijau. 

Untuk transisi energi yang adil, ekonomis, dan berkelanjutan yang juga dapat menawarkan kemungkinan pekerjaan baru, kemitraan yang saling menguntungkan harus dibentuk.

Bagi Indonesia, pengaruh geopolitik perang Ukraina terhadap krisis energi global, khususnya di Eropa, harus dijadikan pelajaran untuk memperkuat ketahanan dan ketahanan energi kita. Ketahanan memerlukan cadangan energi yang substansial dan berkelanjutan, serta kebutuhan untuk 

mendiversifikasi saluran pasokan untuk mengimbangi pemadaman pasokan yang tidak terduga. Ketahanan energi dikaitkan dengan investasi untuk menghasilkan energi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Keamanan energi sangat penting agar sistem energi dapat merespon dengan cepat terhadap perubahan mendadak dalam keseimbangan pasokan-permintaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun