Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mendeklarasikan salah satu tokoh seniornya Sohibul Iman sebagai kandidat Pilkada 2024, yaitu calon Gubernur Jakarta. Pengusungan sosok yang  pernah menjadi Presiden partai ini sempat menimbulkan kalkulasi politik bahwa PKS akan meninggalkan Anies Baswedan, tokoh idolanya dalam kontestasi politik selama ini. Rupanya PKS tidak bisa meninggalkan Anies Baswedan begitu saja meskipun beberapa tokohnya sempat berpendapat, mantan capres 2024 ini tidak pantas lagi berlaga dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Di pihak lain, Anies Baswedan sudah menyatakan bahwa dirinya siap untuk menjadi calon gubernur Jakarta berikutnya dan akan bertarung dengan lawan-lawan politiknya nanti. Sikap Anies ini langsung disambut oleh DPW PKB Jakarta dengan mendeklarasikannya sebagai calon Gubernur Jakarta periode 2024-2029. Kali ini PKS dan Anies berbeda perahu, namun masih saling melirik satu sama lain. Keduanya masih enggan untuk melepas tangan satu sama lain sehingga selalu seiring walau beda kendaraan.
Jalan keluarnya adalah, PKS mendampingkan Anies Baswedan dengan calon gubernur pilihannya Sohibul Iman. Kombinasi kedua sosok dengan latar Islam ini kemudian disingkat menjadi "Aman", yaitu Anies-Sohibul Iman. Perkawinan Anies-Iman ini menguatkan pemikiran saya bahwa hubungan politik yang mesra antara Anies dengan PKS membuat keduanya sulit untuk melepaskan diri satu sama lain. Senyawa politik keduanya semakin lama semakin menyatu sehingga keduanya saling berkontribusi dalam membentuk identitas politik yang serupa. Â Â
Hasil dari hubungan yang mesra tersebut membuat Anies-PKS identik secara politik. Istilah "identik secara politik" digunakan untuk menggambarkan situasi di mana dua atau lebih individu, kelompok, atau entitas politik memiliki pandangan, sikap, platform atau kebijakan politik yang sangat mirip atau bahkan sama persis. Istilah ini sering digunakan dalam konteks analisis politik untuk menunjukkan kesamaan dalam pandangan politik atau kebijakan di antara berbagai aktor politik.
Makna "identik secara politik" dalam konteks hubungan antara Anies Baswedan dengan PKS dapat dilihat dari kesamaan pandangan, sikap, dan strategi politik yang mereka miliki, terutama dalam menghadapi berbagai kontestasi politik sejak Pilkada Jakarta 2017, Pemilihan Presiden 2024, hingga Pilgub Jakarta sekarang.Â
Meskipun Anies Baswedan diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk Pilgub Jakarta 2024, PKS tetap mendukungnya dengan mengusulkan Sohibul Iman sebagai calon wakil gubernur, sehingga terbentuk pasangan "Aman" (Anies-Sohibul Iman). Kesamaan pandangan politik ini menunjukkan bahwa Anies dan PKS memiliki agenda dan tujuan politik yang selaras.
Beberapa fakta yang menunjukkan kesamaan "identitas" antara Anies dengan PKS yang membuat mereka identik secara politik adalah:
     Â
1. Kesamaan Ideologi dan Nilai
Keislaman moderat merupakan ideologi dan nilai yang menyamakan Anies dan PKS. Kesamaan ini membuat dua entitas politik tersebut sama-sama peka dan peduli pada isu-isu sosial-keagamaan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam di Indonesia maupun dunia. Â memiliki kesamaan dalam hal ideologi dan nilai, yaitu keislaman moderat dan perhatian terhadap isu-isu sosial keagamaan.
Islam adalah penanda utama keidentikan Anies dengan PKS. Baik Anies maupun PKS cenderung mengedapankan identitas keagamaan ini dalam berpolitik dan berkontestasi karena ceruk pendukung keduanya pun memiliki identitas yang sama dan saling beririsan. Oleh karena itu, dalam kontestasi politik, magnet politik Anies dan PKS saling tarik menarik untuk membentuk satu poros politik bersama.
Baca juga:
Dalam Pilgub Jakarta 2024 Anies-PKS bersatu kembali dalam motif politik yang sama, yaitu Islam (moderat). Pilihan warna ideologi yang bersifat monolitik ini sudah diprediksi sejak awal, mengingat karakteristik dan hubungan politik yang dinamis keduanya. Banyak pihak mengapresiasi konsistensi keduanya yang tetap loyal satu sama lain, sehingga sekalipun koalisi mereka dianggap mencerminkan konsistensi yang berisiko, duet "Aman" (Anies-Iman) akan terus dipertahankan hingga target politiknya tercapai.
PKS selama ini memiliki rekam jejak sebagai partai yang sangat konsisten dengan nilai-nilainya dan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diyakini, sehingga jarang membuka ruang kerja sama dengan pemerintahan atau kelompok yang berada di pemerintahan. PKS tidak peduli meskipun sikap politik demikian  sering kali mengisolasi mereka dari arus utama politik.
Langkah PKS mengusung Anies-Sohibul Iman sebagai kandidat Pilkada 2024 dalam Pilgub Jakarta merupakan strategi yang mengutamakan keidentikan politik ketimbang mengakomodasi koalisi berbasis keragaman politik. PKS sadar bahwa komposisi politik dari kedua sosok tersebut tidak bisa menarik partai lain bergabung untuk membangun koalisi bersama.
Dalam politik elektoral, sikap konsisten PKS merupakan langkah berisiko tinggi karena Anies dan Sohibul Iman memiliki kedekatan secara ideologis, sehingga keduanya identik secara politik. Baik Anies maupun Sohibul sama-sama merepresentasikan kelompok Islam (moderat) dengan basis dukungan yang relatif sama. Pencalonan keduanya pun bisa dianggap hendak mencitrakan diri sebagai kekuatan oposisi, karena posisi Anies bersama Sohibul dan PKS saat ini masih tetap konsisten berada di luar pemerintahan.
2. Kerjasama dalam Kampanye
Kerjasama PKS dengan Anies Baswedan dalam politik sudah terjalin sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Kerjasama tersebut terjalin dalam kampanye Pemilihan Gubernur yang melibatkan semua sumber daya partai untuk mendorong popularitas Anies dan elektabilitas Anies Baswedan dalam menghadapi kekuatan sosok Gubernur Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
PKS adalah satu-satunya elemen pendukung Anies yang konsisten dalam mewujudkan komitemennya untuk memenangkan Anies dalam Pilgub Jakarta 2017. Melalui sosok politik dan organisasi massa yang dikelolanya saat itu, PKS terus menerus mengampanyekan keunggulan Anies-Sandiaga ketimbang kandidat lain, terutama Ahok-Djarot yang dianggap sebagai representasi penguasa yang disponsori oleh Presiden Joko Widodo dan PDI Perjuangan.
PKS dianggap sebagai kekuatan politik yang berada di balik aksi massa berjilid-jilid di Jakarta yang digerakkan melalui Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk mendiskreditkan Ahok dan pendukung-pendukungnya. PKS juga dituding sebagai pihak yang memasok isu-isu keagamaan yang digemakan secara terus-menerus dalam setiap aksi massa selama masa kampanye terbuka di Jakarta. Serangan udara terhadap Ahok juga dilakukan secara gencar melalui isu penistaan agama yang secara langsung menjatuhkan reputasinya di hadapan umat Islam di Jakarta dan sekitarnya. Singkatnya, PKS-lah yang dianggap sebagai biang kerok yang mendiskreditkan reputasi Ahok sebagai pemimpin Jakarta sehingga dia bisa dikalahkan Anies dalam putaran kedua Pigub Jakarta 2017.
Anies pun mulai menunjukkan perilaku politiknya yang identik dengan PKS melalui relasi politiknya dengan tokoh-tokoh Islam radikal yang sehaluan dengan PKS, terutama Ketua Umum FPI Rizieq Shihab. Kedekatan Anies dengan tokoh-tokoh tersebut dipublikasi secara terbuka ke publik sebagai strategi untuk menunjukkan posisi dan sikap politik mereka dalam Pilgub Jakarta.
Selain dekat dengan tokoh-tokoh Islam yang sehaluan dengan PKS, retorika politik Anies pun sering senada dengan sikap politik PKS terhadap Pemerintah DKI Jakarta. Anies kerap menyindir dan mengkritik kebijakan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur Jakarta yang dianggap lebih pro kepada penguasa dan konglomerat ketimbang kepada rakyat Jakarta. Bahkan, dalam debat publik di televisi, Anies mengkritik secara terbuka semua kebijakan Gubernur Jakarta yang dikatakan gagal untuk menyejahterakan dan membahagiakan warga Jakarta.
Ketika Pemilihan Presiden 2024, PKS-lah partai pertama yang menggandeng Anies Baswedan setelah dirinya mengakhiri masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2022. Konsistensi ini terus dipertahankan hingga Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai calon Presiden lalu memasangkannya dengan Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden. Selain itu, para politisi PKS selalu menjadi garda terdepan pembela Anies ketika sosok capres mereka diserang atau didiskreditkan oleh lawan-lawan politiknya.
Dalam Pilkada 2024 PKS memilih untuk tetap bersama Anies Baswedan meskipun sudah berbeda kendaraan. Kelihatannya PKS akan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mengampanyekan Anies-Iman seperti yang sudah dilakukan selama ini. PKS akan tetap mendukung Anies meskipun nanti kadernya tak mendapatkan jatah cawagub. Kerjasama dan dukungan satu sama lain ini menunjukkan bahwa Anies dan PKS sudah memiliki hubungan politik yang erat dan saling mendukung dalam berbagai kontestasi politik.
3. Konsistensi Dukungan
Meskipun Anies diusung oleh PKB untuk Pilgub Jakarta 2024, PKS tetap mendukungnya dengan mengusulkan Sohibul Iman sebagai calon wakil gubernur. Ini menunjukkan bahwa PKS melihat Anies sebagai mitra politik yang strategis dan sejalan dengan visi mereka. Konsistensi PKS memberikan dukungan kepada Anies ini didasari oleh pengalaman partai ini selalu sukses dalam meraih dukungan dari umat Islam yang mengagumi sosok Anies Baswedan.
Berkaca pada sikap PKS dalam mendukungan habis-habisan Anies Baswedan untuk mendapatkan tiket sebagai kandidat Presiden pada Pilpres 2024. Ketika Partai Demokrat memutuskan untuk mengakhiri dukungan kepada Anies ketika Surya Paloh memasangkan calon wakil presiden Anies adalah Cak Imin, PKS anteng-anteng saja. Baliho dukungan PKS terhadap Anies tetap terpasang di berbagai wilayah sementara Partai Demokrat langsung membongkar semua baliho dukungannya.
Saat itu PKS tetap patuh pada keputusan Musyawarah Majelis Syuro yaitu mendukung Anies Baswedan di Pilpres 2024. Tak peduli dengan gejolak di internal Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Bahkan, PKS tampak cuek dengan kritikan yang mengatakan bahwa partai ini bakal mengekor ke mana pun Anies Baswedan melangkah di Pilpres 2024. Dengan siapapun rekan partai koalisinya, dan siapapun cawapres pendamping Anies, meski tanpa Demokrat sekalipun.
Sikap mengekor kepada Anies ini muncul lagi dalam Pilgub Jakarta 2024. PKS tahu bahwa Anies sudah memilih pinangan PKB sebagai calon gubernur. Namun, PKS tetap tidak mau kehilangan sosol Anies yang begitu berharga untuk mendongkrak elektabilitas partai ini kelak. Oleh karenanya, PKS memilih lebih baik menggeser posisi mantan Presiden partainya sendiri Sohibul Iman sebagai cawagub hanya untuk mengakomodasi Anies sebagai cagub. Padahal, Anies sudah satu perahu bersama PKB.
Petinggi PKB sendiri sebenarnya risih dengan sikap politik PKS yang dianggap tidak mau move on dari sosok Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta 2024. Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid sendiri menganggap pilihan PKS tersebut seolah-olah hendak mengunci posisi Anies dalam Pilgub 2024. Anies sudah identik dengan PKS meskipun Anies sendiri bukanlah kader dan pengurus PKS.
Pendeklarasian Anies-Sohibul Iman sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta 2024 tidak mencerminkan kebergaman politik sama sekali. Kondisi Jakarta memerlukan kepemimpinan yang plural, kepemimpinan yang mempersatukan keberagaman, dan akomodatif terhadap perbedaan-perbedaan sosial di masyarakat. Memasangkan Anies dengan Sohibul Iman sama saja dengan kampanye terbuka bahwa Anies sudah identik dengan PKS dalam menyikapi isu keberagaman sosial di Jakarta dan Indonesia.
Menyikapi Realitas Politik
Apa pun alasan dan motivasi PKS mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Cagub Jakarta, tindakan tersebut mengandung risiko politik yang bisa membahayakan elektabilitas kandidat yang diusungnya. Partai-partai beraliran nasionalisme enggan untuk berkoalisi karena sosok kandidat yang diajukan PKS tidak mencerminkan semangat keberagaman yang menjadi ciri masyarakat Jakarta dan bangsa Indonesia.
Realitas inilah yang kurang diperhitungkan oleh PKS sehingga partai ini mengabaikan aspirasi PKB dan Nasdem yang sudah menyampaikan keinginan untuk untuk mengusung Anies sebagai cagub jauh-jauh hari sebelumnya. Boleh jadi, langkah ini didasari oleh rasa percaya diri yang berlebihan atas posisi PKS sebagai pemenang Pemilu 2024 di Jakarta sehingga merasa tidak perlu melalui diskusi dengan sesama mitra koalisi.
PKS memang paling sukses dalam Pileg di Jakarta pada Pemilu 2024. Namun, perolehan kursi PKS masih belum memenuhi ambang batas pencalonan Gubernur Jakarta. Ini adalah realitas politik yang harus diperhitungkan terlebih dahulu sebelum bersikap dalam menentukan cagub. Kekurangan dukungan dalam pencalonan gubernur bisa-bisa membuat PKS dan calonnya ditinggal oleh partai-partai lain sehingga PKS hanya bisa gigit jari sebagai penonton dan penggembira saja.
Menghadapi realitas politik yang sangat rasional tersebut PKS langsung mengubah sikap politiknya dalam pencalonan Anies Baswedan. PKS memberikan keleluasaan kepada Anies Baswedan untuk memilih calon wakil gubernur dari partai politik lain meski telah mewacanakan duet bersama Sohibul Iman di Pilgub Jakarta 2024. Sikap tersebut adalah respons terhadap sikap PKB yang membuka peluang mengusung Anies sebagai Cagub Jakarta, sementara posisi wakil gubernur berasal dari PDIP, bukan dengan Sohibul Iman. PKS yakin bahwa Anies Baswedan sangat paham dengan PKS, menghargai PKS, dan akan tetap bersama PKS hingga pemungutan suara 27 November 2024.
Depok, 29/6/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H