Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenali Bedanya "Dinasti Politik" dan "Politik Dinasti" dalam Sistem Demokrasi

7 Juni 2024   23:42 Diperbarui: 7 Juni 2024   23:42 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kursi kekuasaan untuk kerabat elite politik (Sumber: Sindonews.com)

Selama ini kita acap kali mendengar istilah "dinasti politik" dan "politik dinasti" disebut dan digunakan untuk berbagai konteks. Namun, istilah dinasti politik dan politik dinasti selalu mencuat popularitasnya ketika musim kontestasi politik tiba. Dari semua kontestasi politik di Indonesia, istilah dinasti politik dan politik dinasti paling populer digunakan dalam pilkada ketimbang pemilihan presiden atau pemilihan legislatif.

Mengapa?

Secara keseluruhan, isu dinasti politik sangat lekat dengan pertarungan kekuasaan di daerah karena mencerminkan konflik antara kesinambungan kekuasaan dalam satu keluarga dan kebutuhan akan perubahan serta pembaruan dalam kepemimpinan. Motif kesinambungan kekuasaan dalam satu keluarga ini lalu melahirkan monopoli kekuasaan. Dinasti politik selama ini kerap kali dikaitkan dengan monopoli kekuasaan di mana ada keluarga yang ingin memegang kendali pemerintahan secara terus menerus.

Ketika satu keluarga ingin melanggengkan kekuasaannya, akan muncul banyak kandidat dari keluarga atau kerabat dekat pejabat petahana atau pernah berkuasa. Para kandidat ini akan menjadi simpul dinasti di mana kekuasaan akan berputar di lingkaran yang sama tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Sirkulasi kekuasaan yang bersifat tertutup ini melahirkan fenomena umum dalam pola rekrutmen calon kepala daerah, yaitu hanya karena keturunan atau kekerabatan.

Mereka tidak dipilih secara meritokrasi yaitu berdasarkan kemampuan dan prestasi sehingga memunculkan debat tentang kualitas kepemimpinan dan kelayakan untuk memimpin. Munculnya isu kualitas kepemimpinan ini wajar karena monopoli kekuasaan secara terus-menerus membuat kekuasaan akan berputar di lingkaran yang sama tanpa memberi kesempatan kepada orang lain yang lebih layak. Monopoli kekuasaan ini sangat erat kaitannya dengan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau keluarga.

Karena konsentrasi kekuasaannya terlalu kental maka kontrol terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintahan terhadap dinasti politik sangat lemah. Hubungan keluarga bisa menghalangi penegakan hukum dan pengawasan yang efektif terhadap tindakan korupsi atau penyalahgunaan wewenang.

Dinasti Politik & Politik Dinasti

Dinasti politik dan politik dinasti adalah dua konsep politik yang berbeda. Secara umum dinasti politik bisa diartikan sebagai kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan darah atau kekerabatan. Dalam sistem kekuasaan ini rekrutmen politik dan sirkulasi kekuasaan hanya berputar pada kerabat dan keluarga dari penguasa petahana.

Ilustrasi Keluarga Berkuasa (Sumber: rm.id)
Ilustrasi Keluarga Berkuasa (Sumber: rm.id)

Dinasti politik menganut patrimonialisme di mana regenerasi politiknya lebih mengutamakan ikatan genealogis ketimbang sistem meritokrasi yang berbasis prestasi. Tujuan dinasti politik adalah agar kekuasaan tetap langgeng dalam satu keluarga tertentu. Karena itulah dinasti politik sering diasosiasikan dengan monarki atau sistem kekuasaan diwariskan berdasarkan garis keturunan.

Meski demikian, dinasti politik juga terjadi di negara demokrasi, seperti di Indonesia, bahkan juga di Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelopor sistem demokrasi di dunia. Beberapa studi menyebutkan, dinasti politik justru merupakan konsekuensi dari praktik demokrasi itu sendiri. Sebab, dalam prinsip demokrasi ada prinsip persamaan hak, sehingga semua warga negara, baik anak presiden maupun anak dari rakyat jelata, sama-sama berkesempatan untuk dipilih menjadi pemimpin.

Karena itulah dinasti politik kerap diposisikan sebagai antitesis demokrasi karena sistem reproduksi kekuasaannya hanya mengandalkan darah dan keturunan dari beberapa orang elit politik saja. Sebaliknya, dalam demokrasi reproduksi kekuasaan bersifat terbuka dan melibatkan seluruh rakyat dalam memilih pemimpin.

Apa itu politik dinasti?

Politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu, dalam hal ini keluarga elite, dengan tujuan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Proses ini melibatkan jaringan politik yang dibangun berdasarkan kedekatan politik keluarga. Politik dinasti ini mempunyai suatu jaringan yang mempunyai pengaruh penting terhadap dinamika transisi kekuasaan politik yang bisa berdampak terhadap tertutupnya rekrutmen politik.

Jaringan yang menjadi sumber kekuatan dari politik dinasti mencakup 3 aspek, yaitu kekuatan modal finansial, kekuatan jaringan kekuasaan, dan posisi dalam partai. Jaringan ini beroperasi melalui kekuasaan yang menyebar dan kuat di suatu daerah. Saat jaringan tersebut mendukung dinasti politik yang berkuasa, akan memungkinkan lahirnya kekuasaan absolut.

Kekuasaan yang absolut di daerah semakin menguatkan jaringan politik dinasti dengan sistem rekrutmen politik hanya berdasarkan kedekatan politik keluarga. Politik dinasti inilah yang menyebabkan tertutupnya rekrutmen politik bagi orang-orang di luar dinasti. Praktik politik dinasti ini lalu ditengarai menjadikan lemahnya fungsi checks and balances hingga berdampak pada tindakan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah beserta kerabatnya.

Relasi dinasti politik dengan politik dinasti ini bisa dilihat pada dinasti politik yang terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat agar tetap dapat mempertahankan kekuasaannya dalam Pilkada. Jaringan politik dinasti harus bisa menguasai partai politik untuk mematikan demokrasi dalam partai. 

Jaringan politik dinasti juga harus menjaga status quo di daerahnya dengan mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan petahana. Terakhir, jejaring dinasti politik harus melemahkan regulasi yang hendak memangkas dinasti politik. Dengan politik dinasti yang efektif terhadap partai politik, masyarakat, dan regulasi dinasti politik dalam pilkada akan terus meluas.

Isu Dinasti Dalam Pilkada 2024

Fenomena dinasti politik kini santer lagi menjadi perbincangan publik menjelang Pilkada serentak secara nasional pada 27 November 2024. Animo masyarakat terhadap dinasti politik ini dipicu oleh fenomena dinasti politik yang sangat kuat pada Pemilihan Presiden 2024 setelah Gibran Rakabuming Raka lolos menjadi calon wakil presiden melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial. Lolosnya Gibran menjadi calon orang nomor 2 di Republik ini semakin menambah anggota keluarga Presiden Joko Widodo yang menduduki jabatan publik dan memiliki pengaruh signifikan terhadap politik nasional dan lokal.

Ilustrasi Dinasti Politik diperbolehkkan (Sumber: Investor.id)
Ilustrasi Dinasti Politik diperbolehkkan (Sumber: Investor.id)

Kini, perhatian publik terhadap isu dinasti politik meningkat lagi setelah Mahkamah Agung (MA) menganulir Peraturan KPU tentang syarat minimal calon kepala daerah. Putusan ini membuka belenggu batas usia dalam PKPU yang menghitung batas minimal usia calon pada saat penetapan pasangan calon.  Putusan MA membuat ketentuan batas usia menjadi lebih fleksibel karena dihitung pada saat pelantikan calon kepala daerah terpilih.

Putusan MA ini masih meninggalkan kontroversi karena dinilai sarat dengan muatan politis karena sudah melampaui wewenangnya dengan mengubah ketentuan PKPU yang sudah sesuai dengan UU Pilkada 2016. Dalam konteks ini MA hanya bisa menilai legalitas pelaksanaan PKPU tentang syarat minimal usia calon kepala daerah, sementara untuk mengubah ketentuan tersebut wewenangnya ada di tangan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan mengubah ketentuan batas minimal usia hingga pelantikan calon kepala daerah, MA telah membuka peluang kepada anak-anak muda untuk terlibat secara aktif mengajukan diri sebagai calon kepala daerah dari gubernur, bupati, atau walikota. Meski demikian, muatan politis di balik perubahan ketentuan ini tetap kentara, karena motifnya yang hendak meloloskan pencalonan salah satu anggota keluarga elit politik negara ini.

Dengan berlakunya Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengatur batas penentuan usia calon dihitung saat calon terpilih dilantik, tidak hanya anak-anak muda yang semakin antusias untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, tetapi juga anggota keluarga elite politik yang berada dalam jaringan dinasti politik di daerah. Dinasti politik yang sudah subur selama ini, mendapat lahan yang semakin luas dalam Pilkada yang diselenggarakan secara serentak pada 27 November 2024.

Dinasti Politik dan Demokrasi

Dinasti politik telah lama hadir dalam sistem politik Indonesia modern yang selalu memunculkan kekhawatiran terjadinya ketidaksetaraan distribusi kekuasaan politik. Kekhawatiran ini mencerminkan ketidakberesan dinasti politik di dalam sistem politik demokratis yang memberikan peluang besar kepada rakyat untuk terlibat dalam proses politik. Artinya, demokrasi menghendaki partisipasi dari seluruh maasyarakat untuk ikut berkontestasi memperebutkan jabatan-jabatan politik di daerah dan nasional sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Kontestasi politik Indonesia selama ini justru menunjukkan fakta yang kontras dari prinsip-prinsip demokrasi. Hak untuk berkontestasi dihalangi oleh adanya fenomena dinasti politik yang telah menciptakan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan kerabat kepala daerah untuk menjadi pejabat publik. Fenomena ini bertentangan dengan demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kekuasaan tertinggi.

Dinasti politik jelas akan memberikan konsekuensi berupa rusaknya pilar demokrasi dan, mengganggu efektivitas jalannya pemerintahan. Daerah yang terbawa dalam dinasti politik yang berlarut biasanya sulit mewujudkan good governance. Dinasti politik cenderung membangun struktur yang melindungi anggota keluarganya dari pengawasan eksternal, mengurangi akuntabilitas, dan memfasilitasi praktik korupsi. Hal ini akan meningkatkan praktik nepotisme dan patronase dalam lingkaran politik tersebut.

Fenomena dinasti politik pasti menghambat konsolidasi demokrasi. Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi gagal mempromosikan prinsip-prinsip demokratis dalam kontestasi politik karena tidak mampu mengadang dinasti politik. Alih-alih mengoptimalkan fungsi kelembagaannya dalam rangka konsolidasi demokrasi, partai politik justru menjadi agen dari dinasti politik itu sendiri.

Ilustrasi aksi warga yang menolak dinasti politik karena telah mencederai demokrasi (Sumber: Suluhdesa.com)
Ilustrasi aksi warga yang menolak dinasti politik karena telah mencederai demokrasi (Sumber: Suluhdesa.com)

Tren dinasti politik ini menunjukkan bahwa munculnya gejala patrimonial lama yang dibungkus dengan strategi baru atau neopatrimonialistik. Menurut Dosen Ilmu Politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana,  dinasti politik sekarang disebut neopatrimonial karena dulu pewarisan kuasa ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural. 

Patrimonialistik terselubung dalam jalur prosedural, seperti anak atau keluarga para elite masuk partai politik sebagai institusi yang disiapkan. Ini berarti mereka mampu memengaruhi dan mengubah cara kerja institusi demokratis untuk mendukung keberlangsungan dinasti politik mereka.

Akhirnya harus dikatakan, dinasti politik yang marak di Indonesia ternyata bukan sekadar fenomena biasa, tetapi sudah menjadi tradisi, bahkan strategi yang bermuara pada upaya untuk melanggengkan kekuasaan dalam satu keluarga. Ini jelas merusak demokrasi. Politik yang semestinya menjadi kekuatan untuk menyelamatkan masyarakat atau orang banyak, akhirnya menghilang. Patronase dan nepotisme akan menghambat upaya atau cita-cita untuk menghadirkan kesetaraan.

Depok, 7/6/2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun