Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenali Bedanya "Dinasti Politik" dan "Politik Dinasti" dalam Sistem Demokrasi

7 Juni 2024   23:42 Diperbarui: 7 Juni 2024   23:42 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kursi kekuasaan untuk kerabat elite politik (Sumber: Sindonews.com)

Meski demikian, dinasti politik juga terjadi di negara demokrasi, seperti di Indonesia, bahkan juga di Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelopor sistem demokrasi di dunia. Beberapa studi menyebutkan, dinasti politik justru merupakan konsekuensi dari praktik demokrasi itu sendiri. Sebab, dalam prinsip demokrasi ada prinsip persamaan hak, sehingga semua warga negara, baik anak presiden maupun anak dari rakyat jelata, sama-sama berkesempatan untuk dipilih menjadi pemimpin.

Karena itulah dinasti politik kerap diposisikan sebagai antitesis demokrasi karena sistem reproduksi kekuasaannya hanya mengandalkan darah dan keturunan dari beberapa orang elit politik saja. Sebaliknya, dalam demokrasi reproduksi kekuasaan bersifat terbuka dan melibatkan seluruh rakyat dalam memilih pemimpin.

Apa itu politik dinasti?

Politik dinasti adalah proses mengarahkan regenerasi kekuasaan bagi kepentingan golongan tertentu, dalam hal ini keluarga elite, dengan tujuan untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. Proses ini melibatkan jaringan politik yang dibangun berdasarkan kedekatan politik keluarga. Politik dinasti ini mempunyai suatu jaringan yang mempunyai pengaruh penting terhadap dinamika transisi kekuasaan politik yang bisa berdampak terhadap tertutupnya rekrutmen politik.

Jaringan yang menjadi sumber kekuatan dari politik dinasti mencakup 3 aspek, yaitu kekuatan modal finansial, kekuatan jaringan kekuasaan, dan posisi dalam partai. Jaringan ini beroperasi melalui kekuasaan yang menyebar dan kuat di suatu daerah. Saat jaringan tersebut mendukung dinasti politik yang berkuasa, akan memungkinkan lahirnya kekuasaan absolut.

Kekuasaan yang absolut di daerah semakin menguatkan jaringan politik dinasti dengan sistem rekrutmen politik hanya berdasarkan kedekatan politik keluarga. Politik dinasti inilah yang menyebabkan tertutupnya rekrutmen politik bagi orang-orang di luar dinasti. Praktik politik dinasti ini lalu ditengarai menjadikan lemahnya fungsi checks and balances hingga berdampak pada tindakan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah beserta kerabatnya.

Relasi dinasti politik dengan politik dinasti ini bisa dilihat pada dinasti politik yang terus membangun jejaring kekuasaannya dengan kuat agar tetap dapat mempertahankan kekuasaannya dalam Pilkada. Jaringan politik dinasti harus bisa menguasai partai politik untuk mematikan demokrasi dalam partai. 

Jaringan politik dinasti juga harus menjaga status quo di daerahnya dengan mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan petahana. Terakhir, jejaring dinasti politik harus melemahkan regulasi yang hendak memangkas dinasti politik. Dengan politik dinasti yang efektif terhadap partai politik, masyarakat, dan regulasi dinasti politik dalam pilkada akan terus meluas.

Isu Dinasti Dalam Pilkada 2024

Fenomena dinasti politik kini santer lagi menjadi perbincangan publik menjelang Pilkada serentak secara nasional pada 27 November 2024. Animo masyarakat terhadap dinasti politik ini dipicu oleh fenomena dinasti politik yang sangat kuat pada Pemilihan Presiden 2024 setelah Gibran Rakabuming Raka lolos menjadi calon wakil presiden melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial. Lolosnya Gibran menjadi calon orang nomor 2 di Republik ini semakin menambah anggota keluarga Presiden Joko Widodo yang menduduki jabatan publik dan memiliki pengaruh signifikan terhadap politik nasional dan lokal.

Ilustrasi Dinasti Politik diperbolehkkan (Sumber: Investor.id)
Ilustrasi Dinasti Politik diperbolehkkan (Sumber: Investor.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun