Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Memiliki Modal Politik Paling Kuat, Akankah Anies Baswedan Menang dengan Mudah dalam Pilgub Jakarta? (Bagian 1)

2 Juni 2024   13:59 Diperbarui: 5 Juni 2024   19:03 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Gubernur Jakarta sudah mulai diramaikan dengan munculnya sosok-sosok beken yang berambisi untuk menjadi orang nomor satu di provinsi yang menjadi jantung kehidupan negara ini. Kandidat-kandidat ini sudah pasti bukan orang sembarangan karena mereka tahu ambisi untuk memimpin Jakarta harus memiliki modal politik, modal sosial, dan modal ekonomi yang kuat.

Saat ini sudah beredar nama-nama tokoh yang popularitasnya sudah dikenal oleh seluruh rakyat Indonesia berkat kiprah mereka dalam memimpin lembaga atau daerahnya.

Siapa yang tidak kenal dengan Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Ridwan Kamil, atau Sudirman Said. Tokoh-tokoh ini namanya sangat melambung ketika aktif memimpin, seperti Anies Baswedan ketika memimpin Jakarta atau Ridwan Kamil ketika menjadi Gubernur Jawa Barat.

Selain nama tokoh-tokoh yang sudah lama melanglang buana di kancah politik nasional, muncul nama sosok baru yang juga popularitasnya cukup tinggi seperti Kaesang Pangarep. Putra bungsu Presiden Joko Widodo ini sudah lama digadang-gadang untuk maju menjadi calon Gubernur Jakarta.

Baca juga: Jejak Kaesang Pangarep Sebagai Kandidat Pilkada 2024, Dari Calon Walikota Depok Hingga Cagub Jakarta

Kehadiran tokoh-tokoh seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ahok, atau Kaesang tersebut menunjukkan bahwa Jakarta adalah provinsi yang sangat strategis dalam menentukan karier dan masa depan politik gubernurnya. Meskipun sekarang posisinya sebagai ibu kota negara sudah berubah, gengsi menjadi gubernur masih tetap bernilai tinggi. Pasalnya, menjadi gubernur Jakarta ibarat menjadi kepala daerah rasa kepala negara.

Buktinya sudah jelas. Presiden Joko Widodo, sebelum menjadi Presiden RI yang ketujuh, jabatannya adalah Gubernur Jakarta.

Begitu juga dengan Anies Baswedan yang sukses meraih tiket sebagai calon presiden dalam Pemilihan Presiden 2024 setelah dia mengakhiri masa jabatannya sebagai Gubernur Jakarta tahun 2022. Bahkan, Sandiaga Uno, mantan Wakil Gubernur Jakarta juga sukses dipinang Prabowo untuk menjadi calon wakil presidennya pada Pilpres 2019.

Dengan kata lain, memimpin Jakarta serasa memimpin Indonesia mini. Karena karakteristik dan dinamika nasional ada di provinsi ini. Sebagai provinsi paling maju di Indonesia, tentu warga Jakarta memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik sehingga mereka adalah pemilih-pemilih cerdas yang rasional dalam memilih kepala daerahnya.

Anies Baswedan sebagai Gubernur Jakarta terakhir yang baru menyelesaikan masa jabatannya tahun 2022 merupakan contoh sosok yang berhasil mengelola semua kelebihan Jakarta selama 5 tahun memimpin. Pengalaman dan rekam jejaknya dalam memimpin tersebut telah menjadi modal politik bagi dia untuk terpilih kembali dalam Pilkada serentak nasional tahun 2024.

Hasil survei elektabilitas capres terakhir menunjukkan, nama Anies Baswedan masih memiliki pengaruh yang sangat bagi warga Jakarta. Tingkat keterpilihannya paling tinggi, mengungguli Ahok, Ridwan Kamil, dan calon-calon kandidat yang lain.

Memiliki elektabilitas politik yang tinggi merupakan modal politik yang sangat dibutuhkan oleh seorang tokoh untuk maju bertarung dalam kontestasi politik mana pun. Menurut lembaga survei Proximity Indonesia, Anies Baswedan sudah mengantongi elektabilitas sebesar 18,50 persen. Elektabilitas ini akan menjadi salah satu simpul modal politik Anies untuk maju sebagai kandidat Pilkada 2024.

Selain elektabilitas yang tinggi Anies masih memiliki simpul-simpul modal politik lain yang menjadi kekuatan untuk melumpuhkan lawannya di Jakarta.

Modal Politik

Apa itu modal politik, dan bagaimana mengukur modal politik Anies Baswedan dalam Pilgub Jakarta 2024?

Modal politik mengacu pada aset atau sumber daya yang dimiliki seseorang atau kelompok yang memungkinkan mereka untuk memperoleh, mempertahankan, dan mengerahkan kekuasaan dan pengaruhnya dalam arena politik.

Modal ini mencakup dukungan pemilih, kekuatan partai, strategi kampanye, jaringan hubungan, kredibilitas, pengalaman, dan akses ke media. Modal politik memungkinkan politisi atau partai politik untuk menjalankan strategi, memenangkan pemilihan, dan mengimplementasikan kebijakan.

Modal Politik adalah inti dari upaya memenangkan pemilihan karena berkaitan langsung dengan kemampuan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Sebagai elemen kunci dalam kontestasi politik, modal politik merupakan akumulasi sumber daya dan kekuasaan yang dibangun melalui hubungan, kepercayaan, niat baik, dan pengaruh antara figur kandidat dengan pemilih atau konstituen.

Untuk memperkuat peran figur kandidat dalam kontestasi, efektivitas modal politik dalam mempengaruhi konstituen juga ditentukan oleh modal sosial, modal budaya atau simbolik, dan modal ekonomi.

Modal-modal ini berkontribusi untuk memperkuat modal politik sehingga memungkinkan kandidat untuk membangun dukungan, memobilisasi sumber daya, hingga memenangkan pemilihan.

Modal sosial biasanya merujuk pada kepercayaan dari masyarakat, jaringan formal dan non formal yang mendukung, serta interaksi dengan masyarakat.

Dengan modal sosial yang kuat, para kandidat tidak hanya dikenal oleh para pemilih, tetapi juga bisa dikenal secara dekat melalui latar belakang sosialnya seperti profesi, ketokohan (tokoh agama, adat, organisasi kepemudaan, dan lain-lain), dan relasi yang terbangun dengan sesama masyarakat.

Modal budaya mengacu pada latar belakang pendidikan formal dan keahlian tertentu dari hasil pendidikan, latar belakang keturunan (trah keturunan bangsawan/darah biru), dan kepemilikan budaya bernilai tinggi (pewaris budaya, kelompok agama, etnis/ras, dan lain-lain).

Modal budaya memiliki pengaruh terhadap konfigurasi pemilih di dalam kontestasi politik. Dalam Pilkada tidak jarang juga para pemilih menentukan pilihannya berdasarkan latar belakang para kandidat.

Modal simbolik mengacu pada ketokohan di masyarakat, daya tarik fisik, penggunaan bahasa dalam berinteraksi. Dalam hubungannya dengan dinamika politik, modal simbolik bisa dilihat sebagai perwujudan dari legitimasi, reputasi, dan tingkat penghormatan (respect) yang diperoleh para pelaku politik seperti calon kepala daerah sebagai akibat dari tindakan-tindakan politik yang dilakukan atau tidak dilakukannya.

Modal ekonomi mengacu pada kepemilikan alat produksi seperti perusahaan atau bisnis, dan dukungan dana dari berbagai sumber. Modal ekonomi tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye, tetapi juga untuk memobilisasi dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya tahapan kampanye.

Keempat modal tersebut berkontribusi untuk mengaktivasi modal politik dalam mengakumulasi kekuasaan dan sumber daya untuk memenangkan kontestasi. Aktivasi modal politik tersebut berakar pada kepemilikan jabatan politis, dukungan partai politik, dan tim sukses yang solid. Fokus modal politik semakin terarah pada proses pemberian kekuasaan atau sumber daya untuk merealisasikan hal-hal yang dapat mewujudkan kepentingan untuk meraih kekuasaan.

Dengan kata lain, modal politik adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang, yang kemudian bisa dioperasikan atau berkontribusi terhadap keberhasilan kontestasinya dalam proses politik seperti pemilihan umum dan pilkada. Keberhasilan dalam kontestasi ini hanya bisa diuji dalam pasar politik yang akan menguji kekuatan pengaruh kandidat melalui modal politik yang sudah diinvestasikan. Pasar politik yang paling riil di Indonesia sekarang adalah pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

Bagaimana dengan modal politik Anies Baswedan dalam menghadapi Pilgub Jakarta nanti?

Anies dan Modal Politiknya

Modal politik Anies sebagai kandidat Pilkada 2024 yang sudah terakumulasi untuk menghadapi Pilgub Jakarta nanti bertumpu pada 4 elemen dasar yang langsung melekat pada dirinya, yaitu karier politik, rekam jejak, elektabilitas, dan citra personalnya sebagai tokoh antitesis Joko Widodo. Untuk karier politik, Anies unggul dengan pengalamannya sebagai Gubernur Jakarta dan Calon Presiden 2024.

Sedangkan citra personal sebagai tokoh antitesis Joko Widodo, Anies sudah berhasil merepresentasikannya dengan baik. Representasi antitesis tersebut ditunjukkan oleh Anies melalui gaya kepemimpinan, strategi kebijakan, retorika dan kampanye, serta akomodatif terhadap kelompok-kelompok konservatif.

1. Karier Politik

a. Gubernur Jakarta 

Karier politik Anies Baswedan yang terekam secara paripurna adalah jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Anies berhasil menyelesaikan jabatannya selama 5 tahun, di tengah kritikan dan tekanan politik dan lawan-lawan politiknya.

Dalam kurun waktu itu Anies menunjukkan loyalitasnya dan komitmennya sebagai gubernur dalam membangun Jakarta demi kebahagiaan dan kesejahteraan warganya.

Ilustrasi Gubernur Jakarta Anies Baswedan (Sumber: BBC.com)
Ilustrasi Gubernur Jakarta Anies Baswedan (Sumber: BBC.com)

Selama memimpin, Anies berhasil merangkul semua elemen masyarakat di Jakarta, memperbaiki persoalan-persoalan infrastruktur warga, memberdayakan kaum marjinal kota, hingga menciptakan kedamaian dan kerukunan sosial. Sampai di sini, Anies berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah pemimpin yang netral dan berkomitmen memelihara pluralisme di Jakarta, serta berhasil menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas pemerintahannya.

b. Calon Presiden RI 2024

Boleh dibilang, menjadi Capres 2024 merupakan prestasi yang membanggakan sekaligus pencapaian tertinggi Anies Baswedan dalam membangun karier politiknya. Anies adalah satu-satunya tokoh non-partai politik yang berhasil meraih kepercayaan tiga partai pendukungnya, yakni Nasdem, PKS, dan PKB. Selama masa sosialisasi, kampanye, hingga debat publik Anies sukses menempatkan dirinya sebagai tokoh yang kompeten untuk menjadi orang nomor satu di Republik ini.

Pengalaman menjadi Capres pada Pilpres 2024 adalah modal politik terkuat Anies saat ini, karena berhasil mengakumulasi modal sosial, budaya, simbolik, dan ekonomi. Anies berhasil mengoptimasi pengalamannya sebagai Gubernur sebagai modal sosial untuk meraih dukungan politik tiga partai koalisinya.

Anies juga sukses memanfaatkan modal budaya, yaitu latar belakang pendidikan tingginya dan modal simbolik, yaitu kedekatannya dengan umat Islam untuk meraih dukungan massa sebesar-besarnya.

Dengan semua modal tersebut, Anies juga sukses mengakumulasi finansial sebagai modal ekonomi untuk membiayai mobilitasnya selama kampanye.

Akumulasi modal-modal tersebut divisualisasikan Anies melalui penampilannya di hadapan publik seperti debat capres dan kampanye. Dalam debat capres, Anies adalah satu-satunya capres yang berhasil mengartikulasikan gagasannya dengan jelas dan lugas sehingga menarik simpati mayoritas penonton. Dalam kampanye, melalui konsep kampanye "Tabrak Anies", Capres nomor urut 01 ini juga sukses meraih simpati publik yang tinggi secara nasional.

Ilustrasi Anies Baswedan ketika menjadi Calon Presiden 2024 (Sumber: CNNIndonesia.com)
Ilustrasi Anies Baswedan ketika menjadi Calon Presiden 2024 (Sumber: CNNIndonesia.com)

Anies,lah, satu-satunya tokoh yang memiliki pengalaman sebagai Capres sebagai latar belakang karier politiknya. Keberhasilannya dalam Capres adalah, elektabilitasnya mencapai 25 persen suara, mengalahkan Ganjar Pranowo di posisi 16 persen. Lawan-lawan potensialnya seperti Ahok belum mencapai level politik setinggi ini. Artinya, pencitraan diri sebagai mantan Capres berpotensi mendongkrak dukungan konstituen di Jakarta secara signifikan.

2. Rekam Jejak

Rekam jejak adalah semua hal yang telah dilakukan oleh seseorang di masa lalu yang mencakup seberapa baik dia melakukan pekerjaannya, mengatasi masalah, berinteraksi, dan memberikan solusi. Rekam jejak juga mencakup sikap, tindakan, dan perilaku individu dalam berbagai situasi dan isu.

Rekam jejak dalam konteks politik mengacu pada catatan kinerja, pengalaman, dan prestasi seseorang selama menjalankan tugas atau posisi sebelumnya. Ini termasuk keputusan-keputusan yang diambil, kebijakan yang diimplementasikan, program-program yang dijalankan, serta hasil-hasil yang dicapai.

Rekam jejak memainkan peran penting dalam kontestasi politik karena bisa menggambarkan kompetensi dan kapabilitas seorang kandidat berdasarkan pengalaman dan prestasi masa lalu. Pemilih dapat menilai apakah seorang kandidat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk posisi yang diincar.

Dalam konteks Pilgub Jakarta yang akan datang, rekam jejak akan menjadi salah satu kunci sukses bagi Anies Baswedan untuk memenangkannya. Selain menunjukkan kompetensi dan kapabilitasnya selama memimpin Jakarta, Anies tampaknya akan memanfaatkan rekam semua rekam jejaknya untuk meningkatkan kepercayaan dan kredibilitasnya di mata warga Jakarta. Anies akan memanfaatkan isu keberhasilannya dalam menata kota Jakarta dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui program KJP Plus untuk memperkuat kepercayaan pemilih terhadap kemampuannya memimpin kembali.

Rekam jejak Anies Baswedan juga akan menjadi diferensiasi dari lawan-lawannya. Anies yang selalu memposisikan diri sebagai tokoh dengan rekam jejak yang baik dan menunjukkan keunggulan dalam bidang tertentu, pasti akan lebih menonjol di antara pesaingnya.

Salah satu contohnya adalah rekam jejak panjang Anies dalam pemerintahan dan pendidikan pasti akan memberikan diferensiasi yang signifikan.

Anies dipastikan akan memanfaatkan rekam jejaknya sebagai alat kampanye yang efektif untuk mempromosikan keberhasilan masa lalunya. Ini adalah strategi untuk meyakinkan pemilih bahwa dia mampu mengulangi atau memperbaiki prestasi tersebut di masa depan. Anies bisa saja menggunakan keberhasilannya dalam menata kawasan-kawasan strategis di Jakarta sebagai bahan kampanye untuk menarik dukungan lebih luas.

Rekam jejak Anies yang baik juga menjadi indikator atas konsistensi dan integritasnya selama ini. Selama ini Anies Baswedan selalu memanfaatkan tindakan dan keputusan masa lalu yang membuat pemilih bisa mengukur konsistensi dan integritasnya.

Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa dia selalu memegang kuat prinsip dan nilai-nilai yang diyakininya benar. Contohnya, Anies selalu menunjukkan komitmennya pada nilai-nilai pendidikan dan inklusivitas yang diusungnya selama ini.

Rekam jejak adalah elemen kunci dalam kontestasi politik yang memberikan wawasan tentang kompetensi, kredibilitas, dan integritas seorang kandidat yang memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan yang lebih informatif berdasarkan pengalaman dan prestasi masa lalu kandidat. Dalam kontestasi politik yang ketat, rekam jejak yang solid dapat menjadi pembeda yang signifikan, membantu kandidat menonjol di antara pesaing mereka dan memenangkan dukungan pemilih.

3. Elektabilitas Tinggi

Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan seorang kandidat dalam sebuah pemilihan, yang diukur berdasarkan dukungan atau preferensi pemilih yang tercermin dalam survei atau jajak pendapat. Elektabilitas menunjukkan sejauh mana seorang kandidat dianggap layak dan menarik untuk dipilih oleh masyarakat dalam suatu kontestasi politik.

Menurut lembaga survei Proximity Indonesia, elektabilitas Anies mencapai 18,50 persen. Sementara elektabilitas untuk kandidat lain, terutama Basuki Tjahaja Purnama sebesar 14 persen. Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, elektabilitasnya sebesar 12,50 persen (Tribunkaltim.co, 30/5/2024).

Elektabilitas adalah cerminan dari tingkat dukungan kandidat di mata pemilih. Untuk mengimplementasikan elektabilitas dalam Pilkada, kandidat harus memahami preferensi pemilih melalui survei, meningkatkan visibilitas, menyampaikan pesan kampanye yang relevan, membangun jaringan politik, menggalang dukungan masyarakat, memanfaatkan media sosial, dan menunjukkan integritas serta transparansi.

Secara statistik, saat ini elektabilitas Anies Baswedan memang yang tertinggi di antara semua nama tokoh yang disebut-sebut akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta. Namun, angka tersebut belum terlalu jauh selisihnya untuk memperbesar keyakinan untuk menang.

Meski demikian, Anies dan timnya sudah mempunyai strategi yang tepat untuk memanfaatkan elektabilitasnya tersebut dalam memenangkan dukungan pemilih Jakarta.

Anies Baswedan tahu betul bahwa elektabilitas yang tinggi adalah aset penting dalam Pilgub Jakarta sekarang. Untuk mengimplementasikan elektabilitas dalam Pilgub, ada beberapa langkah dan strategi yang sudah disiapkan untuk menembus stagnasi tingkat keterpilihannya.

Langkah pertama adalah melakukan survei untuk mengetahui preferensi masyarakat Jakarta terhadap para kandidat. Tim sukses pasti sudah disiapkan untuk melakukan survei secara berkala untuk mengukur tingkat elektabilitas dan menganalisis data untuk mengidentifikasi tren dan perubahan dalam preferensi pemilih.

Hasil survei tersebut akan diimplementasikan sebagai visibiltas dan brand awareness terhadap nama dan sosok Anies Baswedan. Tujuannya adalah meningkatkan pengenalan dan daya tarik Anies di mata publik Jakarta dengan menggunakan media massa media sosial, dan kampanye langsung untuk memperkenalkan diri dan menyebarkan pesan kampanye.

Anies dengan kemampuan retorikanya yang berada di atas rata-rata pasti akan lebih fasih dalam mengembangkan pesan-pesan kampanyenya. Tujuannya adalah menyampaikan pesan yang selaras dengan kebutuhan dan harapan pemilih. Pengembangan pesan kampanye bisa dilakukan dengan menyusun program dan kebijakan yang menjawab isu-isu penting yang ditemukan dalam survei, dan menyampaikannya secara efektif melalui berbagai saluran komunikasi. Misalnya, Anies Baswedan akan menekankan kebijakan pendidikan dan penataan kota dalam kampanyenya untuk menarik pemilih yang peduli dengan isu-isu tersebut.

Elektabilitas Anies Baswedan yang tinggi ini juga bisa diimplementasikan dengan membangun jaringan dan aliansi politik dengan tujuan memperluas basis dukungan politik melalui aliansi dengan partai politik, tokoh masyarakat, dan organisasi lokal. Metodenya adalah berkoalisi dengan partai politik yang memiliki basis pemilih kuat, serta bekerja sama dengan tokoh-tokoh berpengaruh dan komunitas lokal.

Bentuk implementasi lainnya terkait elektabilitas Anies Baswedan ini adalah menggalang dukungan masyarakat dan pemanfaatan media sosial. Tujuannya adalah mengaktifkan dukungan akar rumput, menjangkau pemilih muda dan pengguna internet sekaligus membangun relawan kampanye. Strategi ini untuk mengefektifkan mobilisasi dukungan melalui kampanye, diskusi publik, menyebarkan konten kampanye, dan mengajak diskusi tentang isu-isu penting. 

Langsung klik link ini untuk baca bagian selanjutnya:

Memiliki Modal Politik Paling Kuat, Akankah Anies Baswedan Menang Dengan Mudah Dalam Pilgub Jakarta? (Bagian 2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun