Beberapa pekan lalu kita disuguhkan dengan berita-berita bombastis tentang tekanan ekonomi yang akan mengancam sektor kehidupan yang paling mulia di negara ini, yaitu pendidikan. Tentu kita masih ingat betul bagaimana publik dikagetkan dengan berita uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa baru yang naik berkali-kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Konon, akibat kenaikan yang fantastis tersebut, banyak mahasiswa yang sudah dinyatakan lolos melalui jalur undangan terpaksa mengundurkan diri karena tidak sanggup membayar UKT yang sudah berada di luar jangkauan penghasilan keluarganya. Miris! Tapi itulah kenyataannya.Â
Di tengah kecemasan publik yang belum reda, pemerintah tiba-tiba melempar wacana Student Loan guna membantu mahasiswa mendapatkan dana untuk membayar biaya kuliah dan biaya-biaya terkait lainnya. Wacana Student Loan ini jelas menimbulkan pro-kontra di masyarakat karena kemunculannya yang mendadak. Publik curiga, pemerintah hanya menjadikan wacana ini sebagai respons sementara terhadap  keresahan publik yang semakin memuncak akibat pemberitaan tentang kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan dan tidak transparan.Â
Banyak pihak beranggapan bahwa wacana Student Loan bukanlah pilihan yang bijak untuk mengatasi UKT yang semakin mahal sekarang. Pemerintah seolah menganggap bahwa masyarakat cemas karena merasa tidak akan mampu membayar UKT-nya kelak. Persoalannya bukan pada ketidakmampuan calon mahasiswa dan keluarganya untuk membayar, tetapi terletak pada ketidaktransparanan dan pembuatan kebijakan UKT tersebut. Masyarakat menganggap penetapan UKT penuh dengan ketidakjelasan dan ketidakadilan.
Ketidaktransparanan inilah yang memicu kekhawatiran di kalangan  calon mahasiswa dan keluarganya. Biaya kuliah yang semakin tinggi dan tidak terduga membuat banyak orang merasa terbebani dan tidak yakin tentang kemampuan mereka untuk membiayai pendidikan tinggi. Dalam konteks ini, wacana Student Loan muncul sebagai solusi untuk menyediakan sumber dana yang bisa diakses oleh mahasiswa guna membayar biaya pendidikan mereka.
Namun, banyak yang berpendapat bahwa Student Loan hanya merupakan langkah sementara untuk meredakan kemarahan publik terhadap kenaikan UKT. Tanpa adanya transparansi dan keadilan dalam penetapan biaya kuliah, pinjaman ini  tidak akan menyelesaikan masalah mendasar. Alih-alaih membantu menyelesaikan, pinjaman tersebut justru akan menambah beban keuangan mahasiswa di masa depan, karena mereka harus melunasi utang setelah lulus.Â
Tanpa adanya transparansi dalam kebijakan UKT, serta pengaturan yang ketat terhadap pinjaman mahasiswa ini, Student Loan berpotensi menyimpan ancaman yang bisa merugikan mahasiswa kelak. Daripada memanen kerugiannya kelak, lebih baik wacana Student Loan ditolak sekarang juga.Â
Alasan logis untuk menolak wacana ini adalah potensi dampak negatif yang dapat membebani keuangan mahasiswa dan keluarganya di masa depan. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah, pinjaman ini berpotensi dikomersialisasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga dapat berubah menjadi skema pinjaman berbunga komersial yang merugikan.
Fakta menunjukkan, program Student Loan yang dikendalikan oleh lembaga keuangan komersial akan membuka peluang bagi mereka untuk menetapkan suku bunga yang tinggi, sehingga mengakibatkan beban utang yang berat bagi mahasiswa setelah lulus. Tanpa regulasi yang ketat, Student Loan bisa menjebak mahasiswa dalam lingkaran utang dengan bunga yang membengkak. Situasi ini tidak hanya akan membebani mahasiswa tetapi juga keluarga mereka, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada kesejahteraan finansial jangka panjang.
Selain itu, jika tidak dikontrol dengan baik, Student Loan juga berpotensi berkembang menjadi pinjaman online berbunga tinggi yang dikenal sangat merugikan. Pengalaman di sektor keuangan menunjukkan bahwa pinjaman online sering kali menawarkan kemudahan akses dengan syarat yang tampak ringan, namun kenyataannya menyembunyikan suku bunga dan biaya tambahan yang sangat tinggi. Jika Student Loan tidak diatur secara ketat, mahasiswa bisa terjerumus ke dalam skema pinjaman yang eksploitatif dan merugikan.