Selain Banten, di Pulau Kalimantan ada di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat. Sementara di Sulawesi, Sumatera, Maluku, dan Papua juga mencatat munculnya penguasa-penguasa lokal dengan dinasti politiknya masing-masing.
Meskipun selalu dikritik dan dikecam oleh publik, fenomena dinasti politik tetap saja mencuat. Data terakhir dalam Pilkada serentak 2020 mengungkapkan, 55 pasangan calon kepala daerah dari 124 kandidat (44 persen) yang tercatat dalam sistem informasi dan rekapitulasi KPU ternyata terafiliasi dengan dinasti politik pejabat dan mantan pejabat.Â
Tren politik kekerabatan ini menunjukkan munculnya gejala patrimonial lama yang dibungkus dengan strategi baru atau neopatrimonialistik.
Menurut Dosen Ilmu Politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana, dinasti politik sekarang disebut neopatrimonial karena dulu pewarisan kuasa ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural.Â
Patrimonialistik terselubung dalam jalur prosedural, seperti anak atau keluarga para elite masuk partai politik sebagai institusi yang disiapkan.
Fenomena dinasti politik pasti menghambat konsolidasi demokrasi. Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi gagal mempromosikan prinsip-prinsip demokratis dalam kontestasi politik karena tidak mampu mengadang dinasti politik.Â
Alih-alih mengoptimalkan fungsi kelembagaannya dalam rangka konsolidasi demokrasi, partai politik justru menjadi agen dari dinasti politik itu sendiri.
Dari semua penjelasan tersebut, dinasti politik yang marak di Indonesia ternyata bukan sekadar fenomena biasa, tetapi juga sudah menjadi tradisi, bahkan strategi.Â
Semua itu bermuara pada upaya untuk melanggengkan kekuasaan. Upaya untuk melanggengkan kekuasaan melalui dinasti yang akan membayang-bayangi kita dan menjadi tren politik setelah Pemilihan Presiden 2024.
Depok, 23/5/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H