Tapi saya penasaran dengan cita rasa bumbunya yang gurih. Saya biarkan anak-anak menghabiskan sate dengan ketupatnya. Kebetulan mereka juga tidak menyukai bumbunya, maka ditinggallah bumb sate padang yang masih utuh. Pertama saya cocol pakai jari lalu saya cicipi bumbu tersebut melalui jari saya. Cocolan pertama kok enak. Gurih dan asinnya saya suka. Kebetulan saya sendiri penyuka cita rasa gurih dan asin.Â
Menyusullah cocolan kedua dan seterusnya. Karena terlalu lama makan pakai jari, akhirnya saya ganti dengan sendok makan. Mulailah bumbu tersebut disendok satu persatu, dan semua cita rasa gurih dan asin bumbu itu saya nikmati, dan langsung habis.
Ternyata enak juga sate padang. Keeseokan malamnya, saya yang tunggu kedatangan abang satenya. Begitu dia lewat di depan rumah langsung saya cegat dan sodorkan piring nasi. Tidak lama sate padang komplit sudah tersedia. Sebelum saya bayar, saya minta abangnya untuk tambahkan lagi sedikit bumbunya. Malam itu sate padang komplit satu porsi saya habiskan sendiri. Cita rasa bumbunya tetap terasa meski di dalam piring sate, ketupat, dan bumbunya sudah bersih.
Sejak saat itu, saya benar-benat ketagihan untuk makan sate padang. Hampir setiap malam saya selalu menunggui abang sate ini lewat. Dan, dia pun sudah tahu, kalau saya yang memesan berarti ada tambahan bumbu yang harus dia berikan ke dalam piringnya. Tanpa terasa sate padang keliling ini menjadi "foodie" kesukaan keluarga kami. Tukang satenya pun lalu menjadi langganan yang sudah mengerti selera kami sekeluarga.Â
Depok, 21/5/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H