Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Polemik Pendidikan Tinggi: Dari UKT Mahal hingga Pilar Kebangkitan Nasional Kedua

20 Mei 2024   14:33 Diperbarui: 20 Mei 2024   14:55 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aksi protes mahasiswa terhadap kenaikan UKT yang semakin mahal (Sumber: Aktual.com)

Tanggal 20 Mei 1908 yang dikenal sebagai hari lahirnya Boedi Oetomo merupakan momentum paling penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dari semangat pergerakan BU ini lahir semangat persatuan yang menjadi modal utama kekuatan bangsa kita merebut kemerdekaan pada 1945. Tanggal 20 Mei menjelma dari hari lahir sebuah organisasi kaum terdidik yang peduli dengan semangat kebangsaan menjadi hari Kebangkitan Nasional.

Makna hari Kebangkitan Nasional bagi generasi sekarang adalah momen refleksi yang penuh makna bagi Indonesia, di mana kita mengenang semangat para pahlawan dan intelektual yang memperjuangkan kemerdekaan melalui pendidikan dan kesadaran kolektif. Seratus tahun setelah kebangkitan nasional pertama, bangsa kita menghadapi tantangan baru dalam dunia pendidikan tinggi yang akan menentukan masa depan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. Bagaimana kita mengelola dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi saat ini akan sangat mempengaruhi apakah kita dapat merealisasikan visi tersebut.

Para penggerak kebangkitan nasional dulu percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mencapai kebebasan dan kemajuan. Semangat inilah yang harus kita bawa di era kebangkitan nasional kedua sekarang, di mana pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau adalah fondasi bagi Indonesia Emas yang berdaya saing global. Dalam menghadapi polemik dan krisis pendidikan tinggi selama bertahun-tahun, kita perlu menghidupkan kembali semangat kebangkitan nasional.

Pendidikan tinggi di Indonesia telah menjadi topik yang penuh dengan polemik dan tantangan selama bertahun-tahun yang selalu melibatkan isu tentang kualitas lulusan, ketidaksesuaian dengan kebutuhan industri, dan biaya pendidikan yang mahal. Semua isu tersebut bermuara pada satu problematika besar yaitu adalah ketidaksesuaian antara output perguruan tinggi denan kebutuhan dunia kerja. Banyak lulusan perguruan tinggi merasa kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka, meskipun mereka memiliki gelar sarjana.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selaku regulator pendidikan tinggi di Indonesia malah terkesan lepas tangan dalam polemik ini. Alih-alih menjembatani kesenjangan tersebut, kementerian malah memfasilitasi kenaikan uang kuliah dengan alasan perguruan tinggi merupakan pendidikan tersier  sehingga kuliah tidak wajib, tetapi pilihan bagi mereka yang mampu. Pendapat ini bermuara pada kontroversi bahwa pemerintah menganggap kuliah tidak wajib bagi lulusan SMA/SMK/Madrasah Aliyah. 

Sumber: Inilah.com
Sumber: Inilah.com

Persoalannya sekarang, konektivitas perguruan tinggi dengan dunia kerja sekarang seperti terkendala oleh kesenjangan antara kualitas lulusan perguruan tinggi dengan keterampilan yang dibutuhkan di dunia kerja. Banyak perusahaan di Indonesia mengeluhkan bahwa lulusan perguruan tinggi tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Industri sering menganggap bahwa lulusan baru tidak siap kerja, kurang keterampilan praktis, dan kurang pengalaman.

Saat ini, industri dan dunia kerja menuntut pekerja yang tidak hanya memiliki pengetahuan teoretis, tetapi juga keterampilan praktis dan soft skills seperti komunikasi, kerja sama tim, dan pemecahan masalah. Perguruan tinggi dianggap hanya bisa menghasilkan lulusan yang menguasai pengetahuan teoretis belaka, sehingga kesenjangan antara dunia akademis dengan dunia industri masih menganga.

Sarjana dan IPK Tinggi

Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini membuat dunia industri dan bisnis harus memperbaiki kualifikasi SDM agar bisa mendapatkan pekerja yang kompeten dan terampil sesuai dengan bidang masing-masing. Satu-satunya sumber untuk mendapatkan SDM yang berkualifikasi bagus hanya perguruan tinggi. Karena itulah banyak perusahaan di Indonesia masih berorientasi untuk merekrut karyawan mereka dengan basis pendidikan universitas. Kualifikasi yang ditetapkan pun cukup prestisius, yaitu minimal berpendidikan sarjana.

Inilah fenomena umum dunia kerja yang sering dijumpai selama ini. Perusahaan-perusahaan menciptakan tren serupa dalam merekrut karyawan, yaitu berpendidikan sarjana dan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang tinggi. Dalam proses rekrutmen, banyak perusahaan di Indonesia menetapkan syarat IPK minimum biasanya di atas 3,0 atau bahkan 3,5. Hal ini menjadi polemik karena IPK tinggi tidak selalu mencerminkan kemampuan praktis atau keterampilan yang relevan dengan pekerjaan. Lulusan dengan IPK tinggi mungkin unggul dalam aspek akademik, tetapi tidak selalu memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam situasi nyata di tempat kerja.

Relasi yang bersifat link and match antara perguruan tinggi dengan industri ini tampaknya belum terjalin secara optimal. Pasalnya, masalah pokok yang menjadi problem utama pendidikan tinggi di Indonesia selama ini adalah kualitas pendidikan yang tidak merata. Banyak perguruan tinggi belum mampu menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang memadai untuk bersaing di pasar kerja global.

Beberapa perguruan tinggi terkenal menawarkan pendidikan berkualitas tinggi, sementara yang lain masih tertinggal dalam hal kurikulum, fasilitas, dan kualitas pengajaran. Kurikulum yang ketinggalan zaman dan kurangnya fokus pada pengembangan keterampilan praktis membuat lulusan kurang siap menghadapi tuntutan dunia kerja yang dinamis dan cepat berubah.

Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, perguruan tinggi di Indonesia perlu beradaptasi dengan cepat. Mereka harus memastikan bahwa kurikulum mereka selalu diperbarui sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri. Selain itu, program magang, proyek nyata, dan kolaborasi dengan perusahaan harus ditingkatkan untuk memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa.

Ilustrasi Festival Kampus Merdeka (Sumber: Republika.co.id)
Ilustrasi Festival Kampus Merdeka (Sumber: Republika.co.id)

Kemendikbudristek juga sudah menginisiasi program Kampus Merdeka yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak kebebasan kepada mahasiswa dalam memilih mata kuliah dan mendapatkan pengalaman praktis di industri. Program ini juga mendorong kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri untuk memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan relevan dengan kebutuhan pasar kerja.

Biaya Pendidikan yang Tinggi

Biaya pendidikan tinggi yang mahal, atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi, menjadi hambatan bagi banyak calon mahasiswa. Mahalnya biaya pendidikan membuat akses terhadap pendidikan tinggi semakin sulit bagi keluarga berpenghasilan rendah. Ini berpotensi memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi, serta menghambat mobilitas sosial yang seharusnya didorong oleh pendidikan.

Belakangan ini memang mulai muncul keluhan masyarakat tentang kenaikan UKT yang tidak sejalan dengan realitas ekonomi di masyarakat. Warga yang berpenghasilan Rp1 jutaan bisa dikenai UKT hingga Rp7 juta. Kesenjangan yang terlalu lebar antara kemampuan ekonomi calon mahasiswa dengan ketentuan UKT yang sangat tinggi tersebut, membuat banyak calon mahasiswa harus mengubur mimpi untuk kuliah di PTN karena kemampuan ekonomi yang terbatas.

Sejumlah mahasiswa sedang menyampaikan aspirasi tentang UKT yang mahal kepada anggota DPR (Sumber: Kompas.com)
Sejumlah mahasiswa sedang menyampaikan aspirasi tentang UKT yang mahal kepada anggota DPR (Sumber: Kompas.com)

Peluang mereka untuk memperbaiki kualitas hidup mereka pun pupus lantaran mereka sudah pasti tidak akan diterima di perusahaan yang bagus karena tidak memiliki ijazah sarjana. Padahal, untuk mencetak generasi emas, generasi muda sekarang harus mendapat kesempatan yang setara untuk masuk ke perguruan tinggi sebagai tangga mobilitas sosial mereka kelak. Kondisi ini semakin parah jika masyarakat sampai menilai bahwa pemerintah membiarkan anggapan kuliah tidak wajib lagi ini sebagai sebuah kebenaran di kalangan masyarakat tidak mampu.

Pilar Kebangkitan Nasional Kedua

Dalam episode Kebangkitan Nasional Indonesia kedua ini negara kita menghadapi persoalan-persoalan bangsa yang kompleks, terutama dalam sektor pendidikan tinggi. Problem pengangguran terdidik yang yang terkonsentrasi pada lulusan perguruan tinggi akan menjadi kendala dalam menggerakkan pembangunan nasional ke depan.

Fenomena pengangguran terdidik ini cukup mengkhawatirkan karena jumlahnya yang tidak sedikit. Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat pengangguran terbuka di kalangan lulusan perguruan tinggi masih cukup tinggi. Artinya, masih banyak lulusan perguruan tinggi yang tidak produktif lantaran tidak terserap dalam dunia kerja. Pengangguran terdidik merupakan salah satu proyeksi dari krisis pendidikan tinggi yang mengancam kemajuan bangsa di era modern.

Padahal, semangat kebangkitan nasional pada awal abad ke-20 dipelopori oleh mahasiswa dan intelektual pribumi yang bercita-cita untuk memajukan bangsa dan meraih kemerdekaan. Seabad kemudian, pada momentum kebangkitan nasional kedua, Indonesia menghadapi krisis pendidikan tinggi yang menyebabkan kualitas lulusan yang rendah, kesulitan lulusan terserap di dunia kerja, dan biaya pendidikan tinggi yang mahal.

Semangat kebangkitan nasional yang dulu diperjuangkan oleh mahasiswa dan intelektual pribumi sangat relevan dalam konteks krisis pendidikan tinggi saat ini. Para penggerak kebangkitan nasional berjuang demi kemerdekaan dan kemajuan bangsa melalui pendidikan. Mereka menyadari pentingnya pendidikan sebagai alat untuk mencapai kebebasan dan kemajuan.

Di era kebangkitan nasional kedua ini, kita perlu menghidupkan kembali semangat tersebut dengan memperjuangkan reformasi dalam sistem pendidikan tinggi. Reformasi ini harus mencakup kesinambungan dunia akademis dengan industri sehingga lulusan perguruan tinggi bisa memberi kontribusi positif terhadap pembangunan bangsa sebagai ekspresi dari Kebangkitan Nasional kedua.

Semangat yang dibawa dalam reformasi pendidikan tinggi adalah menciptakan akses pendidikan yang lebih terjangkau untuk seluruh kalangan masyarakat. Pemerintah dan perguruan tinggi perlu bekerja sama untuk menurunkan biaya pendidikan dan memberikan lebih banyak beasiswa kepada mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu.

Reformasi pendidikan tinggi harus menyentuh peningkatan kualitas pendidikan. Perguruan tinggi harus meningkatkan kualitas pendidikan dengan memperbarui kurikulum, meningkatkan kualitas pengajaran, dan memastikan fasilitas yang memadai. Selain pengetahuan teoretis, pendidikan tinggi harus fokus pada pengembangan keterampilan praktis dan soft skills yang sangat dibutuhkan di dunia kerja.

Dengan menyeimbangkan pengetahuan teoretis dengan keterampilan praktis dan soft skills perguruan tinggi bisa menjalin kolaborasi dengan industri dalam posisi yang setara. Perguruan tinggi perlu menjalin kemitraan yang lebih erat dengan industri untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Program magang, pelatihan keterampilan, dan proyek kolaboratif harus diperluas.

Ilustrasi pekerja dengan skill dan pendidikan tinggi (Sumber: Indopos.co.id)
Ilustrasi pekerja dengan skill dan pendidikan tinggi (Sumber: Indopos.co.id)

Reformasi pendidikan tinggi merupakan langkah-langkah untuk mengatasi krisis pendidikan tinggi sebagai prasyarat Kebangkitan Nasional kedua. Dengan memperbaiki kualitas lulusan, memastikan relevansi pendidikan dengan kebutuhan industri, dan membuat pendidikan tinggi lebih terjangkau, kita dapat membangun generasi baru yang siap memimpin bangsa menuju kemajuan. Seperti para pendahulu kita yang berjuang demi kemerdekaan melalui pendidikan, kita juga harus berjuang untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi menjadi pilar kuat bagi masa depan Indonesia yang lebih cerah dan berdaya saing.

Depok, 20/5/2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun