Tuduhan lain terhadap Presiden Joko Widodo yang didalilkan kubu Anies-Muhaimin adalah tindakan nepotisme Presiden karena menyetujui dan mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Dalil ini pun ditolak MK karena tidak beralasan menurut hukum. Kubu Amin tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya sehingga Mahkamah tidak yakin akan kebenaran dalil tersebut. Â Jabatan wakil presiden yang dipersoalkan adalah jabatan yang diisi melalui pemilihan, bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat secara langsung.
Baca juga:
Fenomena Gibran Sebagai Simbol Kekuatan Politik Jokowi di Pilpres 2024
Menurut pandangan MK, dukungan dan persetujuan Jokowi agar Gibran maju sebagai calon wakil presiden bukanlah bentuk nepotisme karena jabatan wakil presiden harus diisi melalui pemilihan umum. Jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisiannya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Karena itu, MK beranggapan bahwa tindakan Jokowi tersebut bukanlah nepotisme.Â
Baik cawe-cawe maupun nepotisme dalam pilpres tidak terbukti dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, dalil kubu Amin tentang intervensi Presiden terhadap perubahan syarat dalam pencalonan presiden dan wakil presiden Pilpres 2024 dengan sendirinya ditolak juga oleh MK. Intervensi tersebut mengacu pada Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023. Putusan mengenai uji materi Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu memberikan peluang buat seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai capres atau cawapres, asalkan punya pengalaman sebagai kepala daerah.Â
Putusan tersebut kontroversial lantaran dianggap membuka jalan untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk  mencalonkan diri sebagai  wakil presiden. Namun, hal itu bukan berarti membuktikan bahwa ada cawe-cawe Kepala Negara dalam perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Keluarnya Putusan MK Nomor 90 di bawah kendali Ketua Mahkamah non-aktif Anwar Usman ini tidak serta-merta dapat menjadi bukti yang cukup untuk meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi tindakan nepotisme yang melahirkan abuse of power presiden dalam perubahan syarat pasangan calon tersebut (Kompas.com, 22/4/2024).
6. Tidak  Ada Relevansi Antara Bansos dengan Kemenangan Prabowo-Gibran
MK tidak menemukan bukti adanya hubungan antara  penyaluran bantuan sosial (bansos) terhadap perolehan suara Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024, sebagaimana yang didalilkan oleh pasangan Anies-Muhaimin. Penggunaan anggaran perlindungan sosial, khususnya bansos  yang yang disalurkan secara sekaligus (rapel) dan yang langsung disalurkan oleh presiden dan menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya.Â
Berbagai alat bukti yang diajukan oleh pemohon adalah hasil survei yang tidak dipaparkan secara komprehensif sehingga tidak memunculkan keyakinan akan korelasi antara bansos dan pemilih. Â Dengan demikian, dalil pemohon terkait bansos ini menurut Mahkamah tidak memiliki alat bukti yang secara empiris menunjukkan bahwa bansos nyata-nyata telah memengaruhi/mengarahkan secara paksa pilihan pemilih (Kompas.com, 22/4/2024).
Oleh karena itu, Mahkamah berkesimpulan bahwa penyaluran bansos oleh Presiden dan jajarannya tidak berkorelasi terhadap perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024. MK pun menolak dalil  Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang menuding bansos sebagai salah satu alat kecurangan.Â