Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik

6 Fakta Putusan Sidang Sengketa Pilpres 2024 yang Menjawab Tudingan Anies-Muhaimin

23 April 2024   12:08 Diperbarui: 24 April 2024   08:52 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden dan Wakil Presiden) adalah perselisihan antara pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dengan KPU mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Sengketa hasil Pilpres ini berkaitan dengan perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pilpres  secara nasional yang sudah ditetapkan oleh KPU pada 20 Maret lalu. 

Berdasarkan Keputusan KPU RI Nomor 360 Tahun 2024, Ganjar-Mahfud hanya sanggup mengoleksi 27.040.878 suara atau sekitar 16,47 persen dari seluruh suara sah nasional. Pasangan itu tertinggal jauh dari Prabowo-Gibran yang memborong 96.214.691 suara atau sekitar 58,58 persen dari seluruh suara sah nasional. Sementara itu, Anies-Muhaimin mengantongi 40.971.906 suara atau sekitar 24,95 persen dari seluruh suara sah nasional.

MK telah menolak gugatan pasangan ini lantaran dalil-dalil tentang kecurangan yang diajukan dinilai tidak relevan sehingga tidak beralasan hukum secara keseluruhan. Artinya, tuduhan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran atas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak diterima oleh Mahkamah karena tidak terbukti secara hukum. 

MK ternyata menolak juga  dalil pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menuding Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan kecurangan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. "Dalil pemohon mengenai Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan pasangan calon nomor urut 2 dengan alasan kurang bukti materil adalah tidak beralasan menurut hukum," kata hakim MK Enny Nurbainingsih. 

Sebaliknya, Mahkamah justru menilai Bawaslu telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran, misalnya terkait pencalonan Gibran yang dianggap tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 yang salah satunya mengatur syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Menurut MK, Bawaslu juga punya kewenangan untuk menentukan syarat formil dan materil agar laporan diregistrasi dan ditindaklanjuti sebagaimana diatur oleh UU Pemilu. "Mahkamah tidak menemukan bukti yang cukup meyakinkan bahwa Bawaslu tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan pasangan calon nomor urut 2," kata Enny (Sumber)

2. Pencalonan Gibran Dinyatakan Sah

Dalam gugatannya ke MK, kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menilai Gibran tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum putusan MK, yakni 40 tahun. Untuk kasus ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga telah menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.

MK menilai, Gibran Rakabuming Raka, telah memenuhi syarat sehingga tidak ada permasalahan dalam keterpenuhan syarat tersebut bagi Gibran selaku cawapres. Pencalonan Gibran dinyatakan sah dan memenuhi syarat sebagai cawapres lantaran terdapat perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023. 

Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka (Sumber: Kompas.com)
Calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka (Sumber: Kompas.com)

Kisruh di balik pencalonan Gibran tersebut karena ada kecurigaan bahwa Presiden Joko Widodo selaku ayah kandung mengintervensi dalam perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Mahkamah membenarkan Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 2 Tahun 2023 yang menyatakan Ketua MK terdahulu, Anwar Usman, melakukan pelanggaran etik berat akibat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023. Terhadap tuduhan tersebut Mahkamah berpandangan, Putusan MK itu bukan berarti membuktikan bahwa ada cawe-cawe Kepala Negara dalam perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. 

Hakim MK Arief Hidayat berpendapat bahwa dalam konteks sengketa hasil pemilu, persoalan yang dapat didalilkan bukan lagi mengenai keabsahan atau konstitusionalitas syarat calon, namun keterpenuhan syarat pasangan calon peserta pemilu. Hasil verifikasi serta penetapan pasangan calon yang dilakukan oleh KPU sudah sesuai dengan ketentuan (Kompas.com, 22/4/2024)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun