Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Seandainya Saya Seorang Perempuan, Nama Saya adalah Kartini

22 April 2024   13:43 Diperbarui: 22 April 2024   13:46 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartini dan anak-anak perempuan didikannya (Sumber: Wartafeminis.files.wordpress.com)

Saya hanya tersenyum sambil membayangkan diri bagaimana menjadi seorang perempuan yang dipanggil dengan nama Kartini. Berhubung belum sekolah, nama Kartini buat saya tidak memiliki arti apa-apa, selain nama salah satu anggota keluarga besar kami waktu itu. Saya hanya bisa membayangkan sosok Kartini pada sosok perempuan ini. Selebihnya kosong

Setelah sekolah, saya mulai belajar untuk menyanyikan lagu-lagu wajib nasional. Salah satunya lagu "Ibu Kita Kartini" yang sampai sekarang masih mashsyur di kalangan anak-anak SD. Setiap bait dari lirik lagu tersebut dihafal dengan baik supaya tidak dipukul oleh guru ketika disuruh menyanyi di depan kelas. Dari lirik-lirik tersebut saya mulai mengenali pelan-pelan sosok sebenarnya dari Kartini.

Saat SMA di mana pemahaman tentang mata pelajaran sejarah semakin kompleks saya lalu paham alasan di balik rencana untuk memberi nama Kartini pada saya ketika baru lahir. Ternyata orang tua saya tidak hanya asal memakaikan nama tersebut. Mereka ternyata paham sejarah bangsa ini, dan belajar tentang perjuangan Ibu Kartini dalam membebaskan kaum perempuan yang masih terbelenggu oleh budaya dan praktik kolonialisme.

Kartini dan anak-anak perempuan didikannya (Sumber: Wartafeminis.files.wordpress.com)
Kartini dan anak-anak perempuan didikannya (Sumber: Wartafeminis.files.wordpress.com)

Perjuangan Ibu Kartini waktu itu adalah untuk membebaskan rakyat Indonesia, khususnya kaum perempuan agar bisa  terbebas dari belenggu kemunduran. Kartini adalah putri seorang bangsawan dari Jepara dengan gelar Raden Ajeng, termasuk kaum aristokrat terhormat di Jawa saat itu. Namun, RA Kartini tidak egois dengan gelar dan kedudukannya. Keberpihakan kepada rakyat kecil membuat dia semangat untuk menempuh pendidikan dan menggunakan pemikirannya untuk bertukar pikiran melalui surat dengan teman-temannya di Belanda

Dari korespondensi ini melahirkan keberpihakan Kartini terhadap kaum perempuan pribumi yang kehidupannya masih terbelakang. Kartini kemudian menginisiasi program pendidikan untuk perempuan agar pikiran mereka tercerahkan. Melalu bukunya "Habis Gelap Terbitlah Terang", Kartini mengkritik sistem patriarkat dalam masyarakat yang sangat merugikan kaumnya.

Ilustrasi Kartini zaman sekarang (Sumber: m.jpnn.com)
Ilustrasi Kartini zaman sekarang (Sumber: m.jpnn.com)

Kartini bercita-cita untuk membebaskan kaum perempuan dengan memperkenalkan sistem pendidikan yang setara antara laki-laki dan perempuan. Berkat kepeloporannya seabad silam, kaum perempuan Indonesia sekarang bisa memiliki kebebasan dalam memilih pendidikan, perkerjaan, dan karier yang gemilang. Selamat Hari Kartini.

Depok, 22 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun