Di dalam warung pengunjung masih saja ramai. Kelihatannya belum ada satu pun yang beranjak dari tempat duduk mereka meski pun di depan mereka tampak wadah makannya sudah kosong. Mereka masih asyik bercengkerama sambil ngobrol dalam kelompoknya masing-masing. Suara dan tawa mereka membuat ruangan yang berukuran besar tersebut terasa begitu ramai.
Kami duduk di meja yang berhadapan langsung dengan pintu masuk. Kursi yang tersedia cukup untuk kami berempat dengan posisi duduk hadap-hadapan. Kali ini kami dilayani pelayan laki-laki yang tidak kalah sopan dan ramah seperti di RM Dengkil Haji Jamaha. Kali ini pelayannya lebih cekatan, karena konsumen yang datang semakin malam semakin ramai.
Kami hanya memesan dua porsi Empal  Gentong Asem ditambah satu porsi sate kambing. Minumnya teh tawar anget dan es jeruk. Pelayannya langsung menyerahkan menu pesanan kami ke koki dan diteruskan ke bagian dapur. Tidak lama makanan kami pun datang.
Empal gentong ini kuahnya agak keruh dengan cita rasa yang asem. Dagingnya empuk dan manis. Saya hanya konsentrasi untuk mencicipi kuahnya sampai setengah mangkok. Setelah itu saya isi piring kosong dengan nasi putih lalu dicampurkan dengan kuah empal yang masih anget. Dikunyah bersama daging sapi yang terasa empuk.
Sate kambing muda yang empuk pun tidak luput dari jangkauan saya. Dua tusuk sudah cukup. Selebihnya biar anak saja yang habiskan. Mereka lebih suka makan sate kambing digado ketimbang pake nasi. Walhasil, nasi putihnya saya nambah karena saking enaknya kuah empal ditambah dengan bumbu kacang dari sate kambing.
Kami tidak bisa berlama-lama karena beberapa pengunjung sudah mulai antre di luar menunggu meja kosong. Setelah menghabiskan empal gentong dan sate kambing, teh tawar anget yang sudah menunuggu lama langsung diminum. Segar sekali rasanya kerongkongan saya ketika dibasahi dengan teh dengan aroma melati itu.
Sekarang tinggal menunggu waktu untuk Maghrib, karena waktu sudah menunjukkan jam setengah enam lewat. Kami lalu bergerak meninggalkan warung Haji Apud menuju masjid Agung Cirebon untuk menunaikan Shalat Maghrib.
Nasi Jamblang Mang Dul
Jam 7 kurang kami tinggalkan Masjid dan menyusuri ruas jalan yang menuju jalan Dr. Cipto Mangunkusumo. Kondisi lalu lintas dalam Kota Cirebon malam itu tidak begitu padat. Mobil kami terus bergerak menyusuri malam di kota yang penuh dengan kuliner khasnya. Sepanjang jalan kami melihat para pedagang kaki lima membuka lapak menjual empal gentong atau nasi jamblang. Banyak juga konsumen yang antre untuk makan di sini.
Sayangnya, malam itu saya ingin menunjukkan kepada istri dan anak saya satu tempat yang nasi jamblangnya enak sekali. Ke tempat itulah saya bawa mereka: Nasi Jamblang Mang Dul yang berada di Jalan Dr Cipto Mangunkusumo.Â