Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Inilah Bedanya "Silaturahmi" dengan "Halal Bihalal" Dalam Tradisi Lebaran di Indonesia

15 April 2024   21:51 Diperbarui: 15 April 2024   22:01 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi silaturahmi antar warga (Sumber: Sindonews.com)

Inilah Perbedaan Antara Silaturahmi dengan Halal Bihalal Sebagai Tradisi Lebaran di Indonesia

Oleh: Sultani

Momen terbaik setelah Idul Fitri adalah silaturahmi untuk saling memaafkan dengan bersalam-salaman. Sesama muslim ketika bertemu akan saling meminta maaf dan memberikan maaf sambil bersalaman dengan orang tua, saudara, kerabat, dan tetangga. Tempatnya bisa di mana saja, akan tetapi lebih afdal jika dilakukan di masjid atau di rumah.

Di dalam momentum silaturahmi ini masih ada satu kebiasaan yang sudah berkembang menjadi tradisi umat Islam di Indonesia, yakni halal bihalal. Secara etimologis, halal bihalal ini berasal dari kata "Halla atau Halala" dalam bahasa Arab yang mempunyai banyak arti sesuai dengan konteks kalimatnya, antara lain: penyelesaian problem (kesulitan), meluruskan benang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan yang membelenggu.

Baca juga:

Idul Fitri 2024: Saatnya Rekonsiliasi, Sudahi Amarah dan Kebencian

Dalam konteks tradisi Idul Fitri di Indonesia, makna halal bihalal mengerucut pada tradisi bermaaf-maafan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halal bihalal diartikan sebagai maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang yang merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.

IIustrasi acara silaturahmi keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama masyarakat Yogyakarta (Sumber: Antaranews.com)
IIustrasi acara silaturahmi keluarga Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama masyarakat Yogyakarta (Sumber: Antaranews.com)

Secara pintas, baik silaturahmi mau pun halal bihalal mengadopsi prinsip untuk menyucikan diri kembali dengan cara saling memaafkan satu dengan yang lain setelah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan. Bermaaf-maafan dan bersalam-salaman merupakan tema besar yang menyamakan makna silaturahmi dan halal bihalal.

Meskipun silaturahmi dan halal bihalal ini mengusung tema yang sama setelah lebaran, kedua istilah ini memiliki perbedaan yang unik dalam sejarah bahasa dan perkembangan tradisinya. Yuk, baca perbedaan-perbedaan antara silaturahmi dan halal bihalal berikut ini agar kalian bisa mengerti penerapannya ketika lebaran nanti.

Silaturahmi

Silaturahmi memiliki akar pada sunnah Rasul karena ada hadis yang memerintahkan agar umat Islam melakukannya dalam rangka menyambung persaudaraan dan kasih sayang. Dalam salah satu hadis, Rasululllah SAW bersabda, yang artinya:

"Bukanlah bersilaturahmi orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturahmi adalah yang menyambung apa yang putus." (HR Bukhari).

Hadis ini menjelaskan tentang pentingnya silaturahmi dalam rangka menjaga rahmah atau kasih sayang Allah melalui jalinan hubungan persaudaraan sesama Muslim. Dari aspek kebahasaan, silaturahmi ini sendiri sudah mengandung makna yang utuh tentang kebaikan dalam menyambung tali persaudaraan agar kasih sayang Allah tidak terputus oleh karena terputusnya hubungan persaudaraan.

Ilustrasi silaturahmi antar warga (Sumber: Sindonews.com)
Ilustrasi silaturahmi antar warga (Sumber: Sindonews.com)

Silaturahmi berasal dari kata "shilah" yang berarti hubungan dan "rahim" yang berarti kerabat atau keluarga. Rahim sendiri juga berasal dari kata "Ar Rahmah" yang berarti kasih sayang atau kekeluargaan.

Dengan kata lain, silaturahmi merupakan upaya menjalin kembali hubungan persaudaraan atau kekeluargaan yang mulai renggang atau terputus. Silatrurahmi sejatinya bisa dilakukan kapan saja, dan akan mendapatkan kebaikan atau pahala dari Allah SWT. Dengan kata lain, silaturahmi adalah cara untuk menyambung kasih sayang sesama saudara Muslim, dan seluruh umat manusia.

Manfaat Silaturahmi menurut Syariat Islam adalah bagian dari ibadah yang memiliki dimensi muamalah  karena dapat membantu menghubungkan berbagai hal yang telah terputus. Allah lebih mudah  mengampuni dosa yang diperbuat terhadapNya dari daripada mengampuni dosa yang disebabkan oleh kesalahan antar manusia. Allah baru akan mengampuni dosa hambaNya, kalau sudah mendapatkan pengampunan atau maaf dari sesama makhluk. Di sinilah letak kemuliaan silaturahmi di dalam Islam.

Di Indonesia silaturahmi merupakan kegiatan yang identik dengan Idul Fitri. Karena setelah Idul Fitri muncul momentum untuk mempererat tali persaudaraan dengan saling memaafkan dan bersalam-salaman.

Silaturahmi sangat populer saat Idul Fitri karena biasanya menurut tradisi tahunan hari raya, banyak orang yang kembali ke kampung halaman untuk menyambung kembali hubungan persaudaraan yang terputus akibat jarak yang memisahkan. Lebaran menjadi momen yang paling baik untuk menjalin silaturahmi dalam rangka menghubungkan kembali dengan dan orang-orang terkasih yang sudah lama tidak bertemu.

Halal Bihalal

Secara sederhana bisa dikatakan bahwa halal bi halal merupakan tradisi silaturahmi dalam Idul Fitri yang menjadi tradisi khas dalam lebaran. Tradisi ini hanya ada di Indonesia. Kegiatan halal bihalal ini tujuannya adalah untuk saling memaafkan secara langsung dengan cara bersalam-salaman.

Ciri yang membedakannya dengan silaturahmi adalah tempat dan waktu. Halal bihalal biasanya diadakan di sebuha tempat khusus seperti aula masjid, auditorium, lapangan, dan lain-lain. Waktunya pun sudah ditentukan sehingga bisa dihadiri secara massal oleh warga.

Ilustrasi halal bihalal Bank Indonesia (Sumber: Liputan6.com)
Ilustrasi halal bihalal Bank Indonesia (Sumber: Liputan6.com)

Secara bahasa makna halal bi halal bisa diartikan sebagai segala kekusutan, kekeruhan, kekisruhan, atau kesalahan yang selama ini dilakukan dapat dihalalkan kembali. Artinya, semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali sedia kala.

Halal bihalal menjadi tradisi lebaran yang tetap dilestarikan dan terus berkembang hingga sekarang. Dalam era digital, kegiatan halal bihalal pun mengalami adaptasi sehingga bisa dilakukukan secara daring untuk mereka yang berjauhan. Bahkan, ketika pandemi Covid-19, semua kegiatan halal bihalal dilakukan secara daring.

Ada juga yang menggunakan acara halal bihalal dengan model open house. Semua warga diundang ke rumah untuk saling bermaafan dan salam-salaman. Di tempat seperti ini terjadilah silaturahmi antar anggota keluarga dan orang-orang yang baru dikenal.

Sebagai tradisi, bagaimana asal-usul halal bihalal di Indonesia?

Dari Alal Behalal menjadi Halal Bihalal

Dilansir dari https://www.kemenkopmk.go.id/sejarah-dan-makna-halal-bi-halal halal bihalal memiliki 2 versi sejarah. Versi pertama bisa ditelusuri dari penggunaan istilah "alal behalal" dan "halal behalal" yang masuk dalam masuk dalam kamus bahasa Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud tahun 1938.

Pengertian istilah alal behalal dalam kamus ini berbeda sekali dengan kata halal dari bahasa Arab yang menjadi dasar acuan tradisi ini. Kata alal behalal memiliki arti yang sama dengan  salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa). Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).

Pertanyaanya, bagaimana proses terjadinya asimilasi istilah alal behalal dan halal behalal ke dengan kultur masyarakat Indonesia saat itu? Asal usul istilah halal bihalal sendiri bermula dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936. Pada saat itu, martabak tergolong makanan baru bagi masyarakat Indonesia.

Ilustrasi halal bihalal zaman Belanda (Sumber: Boombastis.com)
Ilustrasi halal bihalal zaman Belanda (Sumber: Boombastis.com)

Sebagai jenis makanan baru, para pedagang martabak dari India ini merekrut orang-orang Jawa untuk menjadi pembantu mereka sekaligus mempromosikan makanan tersebut kepada masyarakat lokal. Untuk memudahkan ingatan masyarakat terhadap makanan ini, para pembantu orang-orang India ini mempromosikan dagangan martabak mereka dengan kata-kata "martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal". Istilah ini kemudian berkembang dan menjadi sebuah istilah umum yang sudah dimengerti oleh masyarakat Solo.

Sejak saat itu istilah halal bin halal menjadi populer bagi masyarakat Solo. Masyarakat kemudian menggunakan istilah ini untuk sebutan seperti pergi ke Sriwedari di hari lebaran atau silaturahmi di hari lebaran. Istilah halal bihalal yang awalnya mengacu pada kegiatan lebaran di Sriwedari, kemudian berkembang menjadi acara silaturahmi untuk saling bermaafan saat Lebaran.

Silaturahmi Antar Pemimpin Politik

Di luar versi pertama di atas, muncul versi kedua tentang asal-usul tradisi halal bihalal di Indonesia. Menurut versi ini, istilah halal bihalal pertama kali diperkenalkan oleh ulama sepuh Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah pada 1948. KH Wahab yang merupakan seorang pendiri NU ini, memperkenalkan kata halal bihalal secara langsung kepada Presiden Soekarno.

Kata halal bihalal yang diperkenalkan KH Wahab kepada Presiden saat itu sesuai dengan konteks politik saat itu yang diwarnai dengan konflik politik antar tokoh. Halal bihalal merupakan bentuk  silaturahmi antar-pemimpin politik yang bisa menurunkan tensi politik saat itu.

Ilustrasi KH Wahab Hasbullah (tengah) penggagas halal bihalal pada masa pemerintahan Presiden Soekarno (Sumber: Boombastis.com)
Ilustrasi KH Wahab Hasbullah (tengah) penggagas halal bihalal pada masa pemerintahan Presiden Soekarno (Sumber: Boombastis.com)

Pada Hari Raya Raya Idul Fitri di tahun 1948 Presiden Soekarno mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi tajuk "Halalbihalal" sesuai dengan rekomendasi dari KH Wahab. Hasilnya, para tokoh politik yang datang ke istana akhirnya duduk satu meja dan sepakat untuk berdamai dalam rangka menurunkan tensi politik.

Dengan semangat halal bihalal tersebut para politikus saat itu mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan. Meski pun konflik tidak pernah reda betul, namun setiap Idul Fitri para tokoh politik bisa duduk dengan damai di atas satu meja sudah mencerminkan dampak positif dari halal bihalal terhadap penyelenggaraan negara yang damai.

Efek ini kemudian menjalar ke berbagai instansi pemerintahan, institusi pendidikan, hingga ormas dan masyarakat luas. Semuanya menyelenggarakan acara halal bihalal sebagai rangkaian dari pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri.

Tradisi halal bihalal tetap bertahan dan terus dilestarikan oleh rezim penguasa pengganti Soekarno. Semua ajaran politik Soekarno memang diberangus oleh Soeharto, namun tradisi halal bihalal tetap dipelihara dan dibiarkan berkembang terus di masyarakat. Halal bihalal pun menjadi tradisi yang sering dilakukan secara formal di instansi pemerintahan, dan secara informal di masyarakat luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.

Ilustrasi Presiden Soekarno dan sejumlah tokoh politik duduk bersama dalam acara halal bihalal (Sumber: Tribunnews.com)
Ilustrasi Presiden Soekarno dan sejumlah tokoh politik duduk bersama dalam acara halal bihalal (Sumber: Tribunnews.com)

Karena membawa efek positif dalam menciptakan kedamaian, halal bihalal pun terus diperkenalkan ke seluruh penjuru tanah air melalui acara-acara formal di pemerintahan. Satu persatu masyarakat mulai meniru dan melaksanakan halal bihalal di tempat mereka sebagai tradisi dalam perayaan Idul Fitri.

Saat ini ditengah gejolak politik yang memicu tensi politik semakin tinggi, tradisi halal bihalal masih bisa menjadi penawar yang ampuh untuk meredam konflik politik yang berkepanjangan. Para penyelenggara negara dan elit politik harus bisa saling memaafkan dan berdamai satu sama lain demi kerukunan dan persatuan bangsa Indonesia.

Depok, 15 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun