Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mudik Pansela dan Cerita Terjebak Macet Sehari-Semalam

13 April 2024   20:29 Diperbarui: 13 April 2024   22:42 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalur mudik Pansela di pagi hari (Sumber: Suaramerdeka.com)

Pengalaman Mudik Pansela dan Cerita Terjebak Macet Sehari-Semalam

Oleh: Sultani

Pergerakan kendaraan secara masif meninggalkan kota-kota besar seperti Jakarta sudah menjadi fenomena tahunan dalam perayaan Idul Fitri. Kendaraan-kendaraan ini bergerak menuju ke berbagai daerah di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Mereka meninggalkan kota tempat bekerja satu atau dua hari sebelum lebaran agar waktu perjalanan bisa berjalan sesuai rencana. Bisa berlebaran di kampung halaman bersama orang tua dan keluarga besar di kampung.

Pengalaman berkejar-kejaran dengan waktu dalam perjalanan arus mudik lebaran selalu membawa cerita yang unik dan mengesankan bagi para pelakunya. Cerita yang paling seru pasti soal kemacetan yang lamanya benar-benar di luar prediksi.

Perjalanan mudik lebaran kami yang paling berkesan adalah ketika mudik Idul Fitri tahun 2016. Sebetulnya baik mudik maupun baliknya sama-sama berkesan, karena baru sekali dalam perjalanan mudik, kami terjebak dalam kemacetan hingga menghabiskan waktu selama 24 jam di jalan.

Saya dan keluarga selalu mudik ke Tasikmalaya setiap lebaran. Kami selalu masuk tol Jakarta-Cipularang dan keluar di Gerbang Tol Cileunyi. Selanjutnya perjalanan menyusuri Cicalengka, Nagreg, Malangbong, dan Tasikmalaya. Jalur-jalur yang kami lewati selepas Cipularang sudah termasuk jalur pantai selatan Jawa atau yang sering disingkat menjadi Pansela. 

Mudik Pansela meskipun dalam kondisi normal, saya selalu menghabiskan waktu tempuh perjalanan antara 6-8 jam.  Ketika mudik biasanya waktu tempuh nambah hingga 3-4 jam jika kondisi kemacetannya normal, dalam arti hanya terjadi di titik-titik langganan macet. Waktu tempuh tersebut sudah termasuk waktu istirahat, salat, dan makan. Jadwal keberangkatan biasanya kami lakukan antara H-2 atau H-1 sebelum lebaran. Kali ini kami memilih untuk melakukan perjalanan mudik pagi hari.

Baca juga: Pengalaman Mudik Pertama Dengan Mobil Sendiri

Sebelum berangkat saya biasanya akan menggambarkan kondisi lalu lintas perjalanan secara virtual untuk memantau titik-titik kemacetan setelah keluar dari Gerbang Tol Cileunyi. Dari gerbang tol ke arah Garut titik kemacetan paling rawan terjadi di daerah Cicalengka karena terjadi penumpukan kendaraan, manusia dan lapak-lapak dadakan. Di sepanjang jalan Cicalengka ini angkot, elf, dan tukang ojek pada mangkal di pinggir jalan. Belum lagi PKL dan pedagang asongan yang berkeliaran di sepanjang jalan.

Lepas dari jebakan angkot, ojek, dan PKL kita akan ketemu dengan kerumunan manusia di sepanjang jalan karena bertepatan dengan bubaran karyawan pabrik, pelayan toko, hingga karyawan kantor. Mereka berdiri bergerombol sambil menunggu angkot atau jemputan.

Ilustrasi kemacetan di jalur Nagrek-Bandung (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi kemacetan di jalur Nagrek-Bandung (Sumber: Kompas.com)
Aktivitas-aktivitas ini sudah menjadi pemandangan sepanjang masa mudik lebaran ke arah timur Priangan, yaitu Garut, Tasik, dan Ciamis. Selepas jalur padat merayap ini jalan mulai lengang, sehingga mobil bisa dipacu sampai 100 kilometer per jam. Kalau capek dan mau istirahat coba mampir saja di Masjid PLN yang desain dan arsitektur bangunannya sangat alami dengan nuansanya yang asri.

Kalau badan masih segar dan fit silakan dilanjut digaspol terus mobilnya sampai Nagrek, karena di sinilah petualangan sebenarnya dari perjalanan mudik ke timur ini. Saya biasanya selalu tandai dari titik mana mobil kami mulai berhenti total untuk waktu yang cukup lama. Biasanya mulai dari jembatan penyeberangan Yayasan al-Maksoem(?) Jalannya agak menanjak sehingga butuh kesabaran dan keahlian dalam mengombinasikan gas dan kopling untuk yang bawa mobil manual seperti saya. Tapi yang matic, kaki tetap nyaman karena tidak ada koplingnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun