Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Kesejahteraan Marbot: Antara Ibadah dan Kebutuhan Perut

7 April 2024   15:29 Diperbarui: 8 April 2024   18:35 2928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi marbot sedang membersihkan tempat wudu dan toilet (Sumber: Kompas.com)

Untuk beberapa kasus, marbot harus ikut memikirkan perencanaan sampai dengan penyelenggaraan kajian keagamaan. Bahkan, marbot terkadang harus siap menjadi pengganti imam apabila imam utama berhalangan.

Tugas dan tanggung jawab marbot yang terus bertambah hingga melampaui batas tanggung jawabnya yang normal tersebut dipicu oleh tidak adanya kontrak kerja yang jelas antara masjid dengan marbot. Kondisi ini membuat marbot menjalani pekerjaan tanpa peraturan tertulis.

Akibatnya, pekerjaan marbot seolah tidak mengenal batasan jenis pekerjaan dan jam kerja, sehingga tanggung jawabnya pun bisa disesuaikan seenaknya berdasarkan kesiapan kegiatan yang ada di masjid. Ironisnya, masyarakat malah menganggap pekerjaan marbot ini sebagai sesuatu yang mudah dan harus dijalankan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab. Marbot yang enggan mengikuti kegiatan informal dari lingkungan sosial bisa dicap sebagai orang yang malas.

Kondisi kerja seperti ini menuntut marbot harus selalu siap sedia menyediakan waktunya kapan saja untuk menjamin kelancaran aktivitas di masjid terutama  menyiapkan peralatan menjelang salat termasuk harus mengumandangkan azan.

Ilustrasi marbot dari kalangan mahasiswa (Sumber: Kompas.id)
Ilustrasi marbot dari kalangan mahasiswa (Sumber: Kompas.id)

Dilema marbot ini kerap melibatkan pertimbangan budaya dan nilai-nilai agama. Beberapa kalangan berpendapat bahwa mengurusi masjid adalah bagian dari pelayanan kepada Allah yang harus dilakukan tanpa memperhitungkan imbalan materi. Sementara kalangan lainnya justru menganggap bahwa memberikan kesejahteraan kepada para marbot adalah bagian dari tanggung jawab sosial dan keagamaan yang mesti dipenuhi.

Dilema ini muncul karena beberapa masjid menghadapi keterbatasan dana dan sumber daya untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan para pengurus masjid, sementara para marbot ini juga memerlukan pendapatan sebagai prasyarat untuk hidup layak.

Marbot adalah Ibadah

Selama ini masyarakat kita sering kali menghubungkan pekerjaan marbot dengan pengabdian kepada Allah. Pasalnya, marbotlah yang secara langsung terlibat dalam menjaga kebersihan, ketertiban, dan mengatur perlengkapan ibadah demi kelancaran aktivitas ibadah di masjid.

Dalam konteks ini, pekerjaan mereka dipandang sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan masyarakat Muslim yang menggunakan masjid sebagai tempat ibadah.

Bekerja tanpa pamrih kecuali hanya mengharap ridha Allah semata menjadikan marbot dipandang sebagai pekerjaan yang lebih sarat dengan muatan ibadah ketimbang kesejahteraan ekonomi. Pemahaman ini kemudian menstimulasi stigma bahwa sudah seharusnya marbot berkorban sepenuhnya tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun