Iblis lalu membisikkan ke telinga pria alim agar tidak membiarkan si suami ini hidup karena bisa menghancurkan reputasinya. Keduanya terlibat dalam perkelahian yang sengit. Si suami yang malu karena istrinya telah dizinahi pun dipengaruhi iblis untuk membunuh pria alim yang telah menzinahi istrinya. Dalam perkelahian yang sama kuat tersebut, keduanya sama-sama mati terbunuh.
Adegan selanjutnya adalah, pria alim terjaga dari tidurnya yang sementara, dan merasa asing di tempatnya yang baru ini. Dia bergumam sendiri sembari bertanya-tanya di manakah dia sekarang? Tempat apa yang membuat dia merasa begitu takut? Dia merasa gelap, sempit, dan kotor. Itulah gambaran tentang alam barzakh dan suasana ketika dihidupkan kembali kalau mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.
Hikmah di Balik Sandiwara
Semua yang pernah saya dengar dari sandiwara radio adalah adegan yang direka oleh sutradara dan para pemain berdasarkan referensi yang mereka pelajari tentang perjalanan hidup manusia yang selalu berada dalam gangguan iblis dari lahir hingga ajal menjemput. Semua dialog dan adegan yang direkam adalah rekaan yang diciptakan untuk memberikan efek takut kepada para pendengar tentang efek dari perbuatan dosa yang dikerjakan.
Manusia yang memainkan peran dalam sandiwara tersebut merepresentasikan diri kita masing-masing ketika masih hidup. Kita hidup tidak akan pernah lepas dari pengawasan iblis. Karena iblis akan selalu berusaha untuk menggoda hati manusia agar menjauh dari akidah sehingga mudah untuk disesatkan.
Cara iblis menggoda manusia yang begitu halus dan begitu indah ditunjukkan dengan baik melalui dialog-dialog secara langsung antara pria alim dengan sosok yang berperan sebagai iblis. Perangkap iblis terlalu banyak sehingga manusia bisa saja sesekali masuk ke dalamnya. Iblis tidak peduli dengan tingkat kealiman dan kesalehan kita. Karena iblis selalu punya cara untuk menaklukkan itu.
Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kealiman dan kesalehan sebagai jembatan untuk menghancurkan akidah. Karena itu jangan pernah merasa bangga dengan kealiman dan kesalehan kita, apalagi sampai membanding-bandingkan dengan kesalehan orang lain. Boleh jadi ketika kita membangga-banggakan kealiman sendiri dan merendahkan kealiman orang lain, saat itulah iblis telah menguasai hati kita.
Film yang membuat tobat atau seni drama yang serupa tentu hanya sebagai media untuk mengingatkan kepada kita tentang pentingnya kesucian hati dan kebersihan jiwa dalam beribadah. Iblis akan sulit menembus hati mereka yang suci dan bersih karena itulah indikasi dari keimanan yang tulus.
Bertobat merupakan komitmen manusia untuk sadar akan kesalahan yang telah diperbuat dan berjanji kepada Allah untuk tidak mengulanginya lagi. Apa yang menimpa pria alim dalam sandiwara yang saya kemukakan menunjukkan bahwa menunda-nunda untuk bertobat akan membuat dosa terus menumpuk dan kesadaran untuk bertobat terus melemah. Dan inilah yang dialami oleh pria alim. Alih-alih bisa bertobat, dia justru terjebak dalam perbuatan maksiat yang lebih berat karena terlalu lama menunda waktu untuk bertobat.