Nikmat Sejati: Memaknai Bersyukur Pada Tarawih Pertama
Oleh: Sultani
Bersyukur bukan hanya tentang merenungkan apa yang telah kita miliki, tapi juga tentang bagaimana kita mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah senyum tulus kepada sesama, sebuah ucapan terima kasih kepada orang yang telah berbuat baik, atau bahkan memberikan sedikit dari apa yang kita punya kepada yang membutuhkan, adalah bentuk nyata dari rasa syukur yang kita rasakan.
Setiap nikmat yang kita terima sudah ditakar kadarnya oleh Sang Pemilik Rejeki, sehingga sangat tidak pantas untuk kita banding-bandingkan. Dari setiap sujud yang kita lakukan hingga setiap helaan nafas yang kita rasakan, semuanya adalah nikmat dari Allah yang patut kita syukuri. Dengan mengalirkan kasih dan rasa syukur dalam setiap langkah kehidupan kita, kita akan mendapati bahwa hidup ini penuh dengan keindahan dan kebaikan yang tak terhitung jumlahnya.
Kebaikan apa yang bisa Saya jadikan sebagai pelajaran untuk mengungkapkan arti syukur kepada Allah atas semua nikmat dan rejeki yang Saya terima dalam hidup selama ini? Saya akan berbagi beberapa cerita yang cukup berarti dalam satu dua hari sebelum memasuki 1 Ramadan malam ini.
1. Proyek Buku Diundur
Dalam setahun terakhir ini Saya aktif sebagai freelancer penulis buku referensi soal literasi dan pendidikan untuk sebuah penerbit di Kota Bandung, Jawa Barat. Dari penerbit ini saya sudah menghasilkan 17 buku referensi selama 12 bulan persis dengan fee per buku antara Rp6-8 juta. Klien pemesan buku ini rata-rata adalah pejabat negara. Saya pernah menggarap buku untuk kepala lembaga setingkat menteri, pejabat Eselon II di kementerian, dan kepala dinas kabupaten. Alhamdulillah, dari mereka rejeki Saya terus mengalir hingga Desember 2024.
Kemarin, tepat 2 hari sebelum puasa Saya menerima pesan WhatsApp dari Direktur penerbitan yang selama ini meng-hire saya sebagai penulis lepas untuk buku-buku terbitan mereka. Intinya pesan itu memberitahu Saya bahwa proyek penulisan buku untuk Pemda salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur diundur pengerjaannya sampai setelah lebaran. Pesan ini sempat membuat saya shock karena proyek ini menjadi salah satu gantungan hidup Saya untuk bulan Januari dan Februari tahun ini.
Saya Cuma bisa membatin dengan kalimat-kalimat kekecewaan. Saat itu juga kecemasan-kecemasan langsung bersileweran dalam pikiran Saya. Ekspresi murung pun tidak bisa Saya sembunyikan. Hanya bisa duduk termenung dan membiarkan pikiran Saya berkelana dengan membawa kecemasan yang sudah dibayangkan.
Kecemasan utama adalah biaya pendidikan anak-anak yang jumlahnya lumayan besar. Biaya pendidikan di sini tidak saja uang kuliah dan uang sekolah, tetapi ditambah dengan jajan, kuota, transport/BBM, dan biaya-biaya tidak terduga. Saya biarkan kecemasan itu terus bergelayut di dalam hati dan pikiran sampai menghilang dengan sendirinya.