Kurang lebih sepekan lagi umat Islam di seluruh dunia ini menyambut datangnya bulan suci Ramadan, bulan yang dimuliakan oleh Tuhan dengan limpahan berkah, ampunan, dan pembebasan dari siksa api neraka. Ramadan selalu diagung-agungkan oleh umat Islam sebagai bulan yang suci karena di dalamnya terdapat ibadah puasa sebagai amalan utama yang diyakini sebagai metode untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa. Salah satu keutamaan dari puasa tersebut adalah meatih diri untuk menahan atau mengendalikan diri dari amarah dari terbitnya fajar hingga Maghrib tiba.
Umat Islam di Indonesia sudah memiliki tradisi tersendiri untuk menyambut kedatangan bulan yang paling dinantikan ini. Ramadhan tahun ini memang "agak laen" karena kita akan memasukinya sambil membawa ketegangan politik yang belum mereda. Ketegangan politik yang berlarut-larut selama bulan Ramadan berpotensi untuk menghambat terjadinya rekonsiliasi, yang menjadi tujuan utama dari ibadah puasa. Tensi konflik yang terus memanas membuat ketegangan sulit reda, sehingga menyulitkan terjadinya dialog dan perdamaian. Â
Pasca-Pemilihan Presiden dan Pemilu 2024, pihak-pihak yang bersaing masih terbelah secara mendalam sehingga memicu ketegangan politik di antara pendukung kandidat. Perbedaan pilihan politik memicu emosi yang kuat dan menciptakan celah yang sulit untuk dipulihkan. Celah ini meninggalkan konflik terpendam sehingga menciptakan atmosfer tegang di antara keluarga, teman, dan komunitas, bahkan di lingkungan kerja dan tempat ibadah. Sentimen politik yang memanas ini memengaruhi interaksi sehari-hari, bahkan berpotensi memicu perselisihan dan ketegangan yang lebih besar.
Kemarahan dan dendam bisa menghalangi kita untuk merasakan kedamaian dan kebersamaan yang seharusnya dirasakan di bulan suci ini. Konflik politik justru menciptakan ketegangan di antara keluarga dan sesama Muslim. Dalam suasana politik yang masih diwarnai ketegangan tersebut, kita perlu mewaspadai bahaya konflik terpendam yang dapat merusak kesucian Ramadhan.
Konflik Terpendam
Konflik terpendam yang muncul dari ketegangan politik di Indonesia pasca Pemilihan Presiden dan Pemilu 2024 dapat bermacam-macam bentuknya. Perbedaan sikap antarpendukung capres terhadap hasil pemilihan presiden yang masih berlangsung hingga sekarang sudah mulai menampakkan tanda-tanda perpecahan akibat konflik terpendam setelah pilpres dan pemilu. Reaksi pendukung Anies -- Muhaimin dan Ganjar -- Mahfud yang tetap menolak hasil pilpres dengan aksi unjuk rasa menunjukkan sikap benci terhadap kandidat pemenang dan pendukungnya. Selain itu, mereka juga ingin mendiskreditkan pemenang pilpres dan hasil pilpres dengan tuduhan curang.
Penolakan pendukung capres yang kalah menunjukkan ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pemilihan, hasil pemilihan, dan pemenang pemilihan yang diduga curang, sebagai bentuk ketidakadilan penguasa dalam proses pemilihan. Ketidakpuasan dari sebagian masyarakat ini mencerminkan adanya konflik terpendam yang bisa berkembang menjadi konflik terbuka jika tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah dan institusi terkait.
                                                         Sumber: Okezone.com