Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Problem Ambang Batas Parlemen dalam Sistem Pemilu Proporsional

2 Maret 2024   22:04 Diperbarui: 23 Maret 2024   11:40 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Model kedua adalah ambang batas parlemen (parliamentary threshold/PT) yang diterapkan pada Pemilu 2014, Pemilu 2019, dan Pemilu 2024. Parliamentary Threshold adalah ambang batas perolehan kursi suatu partai politik agar dapat mengikuti pemilu berikutnya.

Dalam praktiknya, angka ambang batas selalu menjadi problem dari pemilu ke pemilu sehingga harapan terhadap penyederhanaan parpol peserta pemilu tidak pernah terwujud. 

Persoalan utama yang menjadi problem dari penerapan nilai ambang batas perwakilan selama ini adalah tidak adanya pijakan metode atau argumen yang memadai dalam menentukan besaran angka atau persentasenya.

Problem inilah yang membuat nilai ambang batas perwakilan dalam sistem pemilu Indonesia hasilnya selalu  tidak proporsional meskipun menganut sistem pemilu proporsional. Indikasi utama dari fenomena tersebut adalah  persentase suara yang diperoleh partai politik tidak selaras dengan persentase perolehan kursi di parlemen (mkri.id, Perludem Perbaiki Permohonan Uji Ambang Batas Parlemen, 17/10/2023).

Meski demikian, mekanisme ambang batas perwakilan dalam pemilu tetap perlu ada karena sudah lazim dalam sistem pemilu proporsional. 

Tujuan penerapan ambang batas adalah untuk  memangkas jumlah partai politik peserta pemilu. Prinsip penentuan angka atau persentase ambang batas yang perlu disempurnakan sehingga memiliki pijakan akademis yang kuat.

Untuk menentukan nilai ambang batas yang benar-benar proporsional penghitungannya harus dilakukan dengan metode yang paling rasional. Ambang batas perlu dirumuskan dengan formula yang betul-betul terbuka dan transparan agar selaras dengan asas pemilu yang jujur dan adil. 

Untuk itu, perumusan ambang batas harus dilakukan dengan basis akademik yang jelas, dan bisa diverifikasi untuk memastikan tidak adanya suara pemilih terbuang dalam jumlah yang banyak.

Electoral Threshold

Motif pemberlakuan nilai ambang batas pemilu pada Pemilu 1999 adalah menyederhanakan jumlah partai peserta pemilu berikutnya yakni Pemilu 2004. Pemberlakuan ET sejak pemilu pertama era reformasi ini sudah menjadi isu krusial mengingat jumlah parpol yang ikut serta dalam pesta demokrasi tersebut jumlahnya cukup fantastis yaitu 48 partai.

Nilai ambang batas yang ditetapkan saat itu besarnya 2 persen. Artinya, partai peserta Pemilu 1999 dapat menjadi peserta Pemilu 2004 apabila memiliki sedikitnya 2 persen kursi DPR, atau sedikitnya 3 persen kursi DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota, yang tersebar pada separuh provinsi dan separuh kabupaten/kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun