Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kenangan Quick Count 2014: Menjelajah TPS di Daerah Pedalaman

26 Februari 2024   20:34 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:10 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal feri berlayar dari Muna menuju Kota Bau-bau (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kapal feri berlayar dari Muna menuju Kota Bau-bau (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kapal feri berlayar dari Muna menuju Kota Bau-bau (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Agenda hari berikutnya adalah berlayar ke Bombana, daerah paling selatan dari daratan Pulau Sulawesi. Agenda keberangkatan speedboat dari Baubau ke Bombana jam 1 siang. Selepas sarapan di hotel Saya dijemput korlap untuk dibawa jalan-jalan keliling Baubau. Saya diantar ke situs Benteng Kesultanan Buton yang bangunannya masih utuh dan terawat dengan baik. Setelah puas berkeliling dan mengambil foto-foto di dalam benteng, kami langsung ke hotel untuk siap-siap ke pelabuhan speedboat. Tepat jam 1 siang speedboat yang akan berlayar ke Bombana angkat jangkar dan bertolak meninggalkan pelabuhan Baubau. Penjelajahan di kawasan kepulauan pun berakhir.

Speedboat tiba di dermaga Bombana sekitar jam 7 malam. Hari sudah gelap karena kawasan di sekitar dermaga speedboat ini minim pencahayaan. Satu per satu penumpang turun dari kabin kapal melewati tangga papan yang dipasang sejajar antara bodi kapal dengan dermaga. Saya termasuk penumpang paling akhir yang meninggalkan kapal setelah memastikan semua barang bawaan tidak ada yang ketinggalan di atas kapal.

Di darat sudah menunggu korlap kawasan daratan yang sengaja saya minta untuk menjemput di dermaga. Dia datang bersama 3 interviewer yang sudah dia rekrut. Setelah saling menyapa kami langsung meninggalkan dermaga menuju penginapan, terus ke rumah makan untuk makan malam bersama.

Malam itu saya makan agak lahap karena menu ikan bakarnya sangat menggugah selera. Ikannya saya pesan jenis sunuk merah yang  terkenal paling enak kalau dibakar polos. Saya juga memesan ikan sunuk pallumara yang terkenal gurih dengan cita rasa asam pada kuahnya. Korlap dengan interviewer saya bebaskan untuk pesan makanan apa saja. Tapi di rumah  makan ini semua menu makannya adalah ikan, hanya jenis ikannya saja yang beda.

Sejak dari Wakatobi, Buton, dan Muna, semua rumah makan yang saya datangi menunya serupa yaitu ikan. Ikannya masih segar dan termasuk berkelas untuk yang biasa makan seafood di Jakarta. Ada ikan sunuk, kakap, cue, sampai peda. Ada lagi jenis ikan yang jarang dijumpai di Jakarta, tapi banyak sekali di sini. Semuanya diolah dengan 3 cara, yaitu dibakar, digoreng dan pallumara atau parende. Untuk ikan pallumara atau parende saya tahu persis karena termasuk salah satu makanan favorit ketika di kampung. Dari bahasanya saja saya tahu kalau yang masak ini pasti dari Sulawesi Selatan, yaitu Makassar atau Bone.

Acara makan malam bersama kami lanjutkan di penginapan sembari briefing dan bercengkerama bersama hingga jam 12 malam. Setelah memastikan bahwa mereka telah paham semua dengan sistem registrasi dan simulasi pengiriman data ke pusat kontrol data saya meninggalkan korlap dan interviewer untuk melanjutkan agenda mereka.

Ganti TPS

Kegiatan untuk besoknya adalah mengunjungi salah satu titik sampel di remote area untuk merekrut satu interviewer lokal. Kami berangkat dari hotel jam 9 pagi ke arah selatan menyusuri pesisir pantai. Jalannya mulus dan lurus sehingga perjalanannya terasa nyaman dan menyenangkan. Setelah satu jam perjalanan kami mulai memasuki daerah yang sepi dengan kondisi jalan berlumpur. Kami bergerak terus mengikuti arah jalan menuju Desa Mata Oleo, titik sampel terpilih. Setelah melewati jalan berlumpur, kami memasuki jalan tanah kering yang berpasir. Sekitar 5 kilometer, perjalanan terhenti karena jalan di depan terputus akibat banjir.

Kami menepi sambil berteduh di sebuah rumah yang pintu dan jendelanya tertutup semua. Tidak ada tanda-tanda kehidupan manusia di dalam rumah ini. Kami memberi salam sambil mengamat-amati keadaan di sekeliling rumah, tapi tetap sepi. Sambil menunggu orang lewat, iseng-iseng kami coba buka handphone untuk mengecek sinyal. Ternyata kosong, tidak ada tanda garis satu pun yang muncul di layar Blackberry saya. Sementara dari layar handphone Nokia korlap juga menunjukkan gambar yang sama. Kami simpulkan kawasan ini tidak ada akses untuk sinyal HP sehingga berpotensi untuk dieliminasi sebagai titik sampel.

Tetapi, di titik kami berdiri bukanlah titik sampel yang ditilik oleh teknik sampling dari Jakarta. Kami harus pastikan bahwa di Desa Mata Oleo juga benar-benar tidak ada sinyal HP baru bisa dieliminasi. Desa Mata Oleo sendiri beberapa kilometer di depan posisi kami sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun