PDIP mendapat dukungan penuh dari wong cilik yang memiliki kekuatan paling solid dalam kemenangannya di pemilu. Jargon wong cilik yang tertanam begitu dalam di memori publik, terutama para pendukung PDIP membuat soliditas partai ini sulit untuk dipecah belah oleh siapa pun.
Jargon wong cilik memiliki akar genelogis ideologi yang terhubung dengan ajaran Bung Karno tentang perjuangan politik, yaitu Marhaenisme. Ajaran ini (Marhaenisme) adalah simbol keberpihakan Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Marhaen sendiri adalah nama seorang petani gurem yang pernah dijumpai oleh Soekarno di Jawa Barat.
Soekarno kemudian memformalisasi nama Marhaen menjadi ajaran yang terstruktur tentang perjuangan yang berpihak kepada rakyat kecil. Soekarno menciptakan Marhaen sebagai simbol wong cilik yang tertindas lantaran tidak memiliki alat produksi dan simbol kekuasaan.Â
Di sinilah kesadaran kelas wong cilik diintegrasikan menjadi ideologi Marhaenisme yang dimanifestasikan menjadi garis perjuangan partai.
Inilah ekspektasi yang abadi dalam memori wong cilik sehingga mereka sangat mudah untuk mendukung ideologi-ideologi yang berpihak kepada mereka dan menghayatinya sebagai satu-satunya keyakinan mereka.Â
Di bawah pengaruh ideologi yang memihak mereka ini, wong cilik masih menjadi sumber dukungan politik yang loyal dan militan bagi PDIP.
#3. Partai Wong Cilik
Sejak Pemilu 2004, semangat perjuangan PDIP untuk membela rakyat kecil telah mengalami penurunan yang signifikan. Perubahan ini termanifestasi dalam perilaku dan tindakan petinggi partai yang mengejar-ngejar jabatan publik, bergaya hidup mewah, hingga banyak yang terlibat korupsi.Â
Jargon wong cilik yang begitu populer pada Pemilu 1999 hanya sekadar tag line kampanye para kader dan calon anggota legislatif.
PDIP yang dulu dikenal sebagai partai yang mewakili kepentingan rakyat kecil mulai menjauhi pemilihnya. Para petinggi PDIP semakin banyak yang terjebak dalam lingkaran politik elit yang penuh dengan kekuasaan dan fasilitas mewah. Lingkaran kekuasaan yang baru ini membuat orientasi perjuangan mereka bergeser pada kepentingan pribadi dan kelompoknya saja ketimbang masyarakat luas.
Pentingnya wong cilik sebagai bagian dari semangat perjuangan PDIP semakin terkikis ketika para caleg dan petinggi PDIP banyak yang terlibat dalam berbagai kasus korupsi.Â