Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa PDIP Tetap Unggul Meskipun Ganjar Kalah Dalam Quick Count?

16 Februari 2024   15:19 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:24 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara harfiah wong cilik bisa diartikan sebagai orang kecil sebagai pengertian umum yang mendasar dan relatif netral dari kepentingan apa pun. Kata wong cilik kerap dipakai untuk mengidentifikasi individu atau sebuah entitas sosial yang secara sosial-marjinal dan tidak berdaya sehingga secara sosial mereka menempati tempat paling rendah dalam hierarki sosial.

 Kuntowijoyo (2004) menyebutkan, fenomena terbentuknya konstruksi wong cilik ini sebagai pengalaman manusia yang diperoleh melalui simbol yang terstruktur secara sosial, di mana masyarakat melihat realitas tidak secara langsung tetapi melalui sebuah konstruksi sosial. 

Pemahaman masyarakat tentang wong cilik dibentuk melalui konstruksi priyayi yang melihat wong cilik sebagai kelompok sosial yang tidak mempunyai simbol kekuasaan. Konstruksi ini terekam dalam memori kolektif dan mengendap sebagai citra kolektif dan akan terus direproduksi melalui citra kolektif ini.

Sumber: CNBCIndonesia.com
Sumber: CNBCIndonesia.com

Wong cilik ini juga kerap diidentikkan sebagai tiang alit atau rakyat kecil yang tidak memiliki alat produksi sendiri sehingga kehidupannya sangat bergantung kepada pemilik alat produksi. Karena itulah mereka tidak memiliki simbol kekuasaan sehingga dipandang sebagai masyarakat rendahan, kasar, dan tidak beradab. 

Dalam berperilaku, wong cilik selalu merefleksikan kultur mereka seperti  kebiasaan hidup secara kolektif,  relasi sosial yang bersifat informal, spontan, dan guyub. Perilaku-perilaku ini melahirkan solidaritas sosial yang bertumpu pada perasaan akrab, rukun, dan setara di antara mereka.

Dalam konteks politik, jargon wong cilik memiliki daya tarik yang kuat sehingga para tokoh dan kader PDIP secara konsisten menggunakannya sebagai teknik memperkuat ikatan emosional dan identitas kolektif antara partai dan basis pemilihnya.

Ikatan emosional tersebut dibangun melalui penguatan identitas PDIP sebagai partai yang mengedepankan nilai-nilai kesederhanaan, keadilan, dan kepedulian terhadap rakyat kecil. Para pemilih merasa diwakili dan didengar oleh PDIP, sehingga meningkatkan rasa solidaritas dan loyalitas terhadap partai tersebut.

Jargon wong cilik terbukti menarik simpati dari semua kalangan rakyat kecil karena dalam suasana politik yang penuh dengan retorika dan janji-janji kosong, identitas yang kuat sebagai partai yang peduli terhadap nasib rakyat kecil dapat menjadi pembeda yang signifikan bagi PDIP. 

Pada masa awal kiprahnya di atas panggung politik nasional, PDIP memang dikenal sebagai partai yang mewakili kepentingan rakyat kecil. Jargon wong cilik bukan sekadar frase kosong, melainkan identitas yang mengikat partai dengan basis pemilihnya.

Pemilu 1999 membuktikan bahwa bangkitnya kesadaran wong cilik bisa menimbulkan revolusi sosial dan politik di Indonesia. Kemenangan PDIP yang dimotori oleh Megawati menjadi contoh bahwa mobilisasi wong cilik di bawah partai yang memihak kepada mereka bisa menimbulkan gelombang perubahan yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun