Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Menggunting Dalam Lipatan

27 Januari 2024   23:59 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:54 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik Menggunting Dalam Lipatan

Oleh: Sultani

Mahfud MD dalam acara debat cawapres pada 21 Januari 2024 berkali-kali melontarkan kritik secara terbuka terhadap kinerja pemerintah dalam mengelola persoalan-persoalan rakyat. Mahfud menganggap pemerintah kurang becus dari kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan rakyat. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan ini mempertanyakan komitmen keberpihakan pemerintah terhadap rakyat melalui program-program yang semakin jauh meninggalkan rakyat.

Mahfud mengkritik subsidi pupuk yang kian besar meskipun lahan pertanian semakin sempit dan jumlah petani berkurang. Cawapres nomor urut 3 ini lalu menyebut bahwa food estate merupakan program pemerintah yang gagal, merusak lingkungan dan dapat merugikan negara. Program pemerintah yang juga dikuliti pasangan Ganjar Pranowo ini adalah impor yang terbilang tinggi sehingga tidak sesuai dengan janji Joko Widodo ketika debat dengan Prabowo Subianto pada 2019.

Mengacu pada momen debat capres 2019 tersebut, mantan Ketua MK ini mengatakan, Jokowi sudah berjanji akan menghentikan impor komoditas pangan jika terpilih. Nyatanya, pemerintah sekarang malah terus mengimpor komoditas pangan seperti kedelai, susu, gula pasir, beras, daging sapi, dan sebagainya.

"Pada tanggal 17 Februari 2019 dalam sebuah debat calon presiden, itu Pak Prabowo mengatakan bahwa Pak Jokowi itu menyampaikan tidak akan mengimpor komoditas-komoditas pangan, jika nanti terpilih presiden. Ternyata, kata Pak Prabowo, empat tahun memimpin Jokowi masih mengimpor dan itu merugikan banyak petani... Pak Jokowi bilang tidak akan impor, tapi sampai sekarang kita masih mengimpor banyak, malah semakin banyak mafianya impor mengimpor bahan pangan," kata Mahfud (Katadata.co.id, 24/1/2024).

Ungkapan Mahfud MD tersebut mengandung multitafsir sehingga bisa memberikan makna yang berbeda-beda, tergantung pada konteksnya. Saya melihat pernyataan Profesor Hukum Tata Negara ini dalam konteks dinamika politik yang suhunya sudah dipanaskan secara terus-menerus sehingga rentan untuk memicu ketegangan. Kontestasi Pemilihan Presiden kali ini memang panas karena dari ketiga pasangan calon yang berkontestasi, semuanya ingin menang dan menggunakan segala cara dan isu agar bisa lebih unggul.

Mahfud MD ketika hadir di atas panggung debat cawapres membawa dua identitas utama pada dirinya, yaitu sebagai calon wakil presiden dan sebagai Menko Polhukam. Sebagai cawapres mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap keliru atau tidak disetujui adalah hak kandidat sehingga lontaran kritikan yang disampaikan bisa dilihat sebagai bentuk koreksi untuk pemerintah. Namun, ketika menempatkan dirinya sebagai pejabat negara petahana, Mahfud MD seharusnya sadar, bahwa dirinya adalah bagian dari kesatuan politik pemerintahan Joko Widodo yang sudah berkomitmen untuk menyelesaikan tugas kenegaraan secara bersama-sama. Sehingga kritikan yang berlebihan terhadap pemerintah sama saja dengan membuka aib yang menjadi tanggung jawabnya juga.

Dalam konteks demokrasi, kritik terhadap kebijakan pemerintah adalah bagian dari proses politik yang sehat, di mana kritik dan perbedaan pendapat terhadap kebijakan adalah hal yang wajar. Seorang pejabat dapat menyuarakan pendapat kritis sebagai bagian dari tanggung jawabnya dalam memberikan masukan dan mencermati kebijakan pemerintah. Pemimpin dan pejabat publik, termasuk Mahfud MD, memiliki hak untuk menyampaikan pendapat mereka dan memberikan kritik terhadap kebijakan yang dianggap tidak sesuai dengan hati nuraninya.

Pertanyaan apakah tindakan kritik Mahfud MD bisa dianggap sebagai tindakan pengkhianatan sangat tergantung pada konteks dan tingkat kekritisan kritik yang disampaikan Mahfud. Pengkhianatan biasanya merujuk pada tindakan yang melanggar kepercayaan atau menghancurkan hubungan loyalitas. Kritik politik terlalu jauh untuk dikaitkan dengan tindakan pengkhianatan. Oleh karena itu, mengkritik pemerintah dalam debat cawapres atau forum formal lainnya tidak secara otomatis dapat dianggap sebagai bentuk pengkhianatan.

Namun, ketika seseorang masih menjabat sebagai bagian dari kabinet atau pemerintahan, ada tanggung jawab untuk bekerja secara kolektif dengan menteri-menteri lain dalam pemerintahan untuk mendukung kebijakan yang telah diambil. Terlalu banyak atau terlalu kerasnya kritik terhadap kebijakan pemerintah bisa menimbulkan pertanyaan tentang kekompakan dan stabilitas pemerintahan.

Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com

Saya menyebut tindakan mengkritik pemerintah yang dilakukan oleh seorang pejabat petahana yang menjadi kontestan Pilpres sebagai politik "menggunting dalam lipatan". Metafora "menggunting dalam lipatan" digunakan untuk menggambarkan tindakan seseorang yang mengatakan atau melakukan sesuatu dengan cara yang merugikan orang yang seharusnya menjadi sekutu atau mitranya. Dalam konteks politik, jika kritik yang dilakukan seorang pejabat negara yang sedang berkontestasi dianggap merugikan stabilitas atau kohesi pemerintahan Jokowi, maka metafora tersebut bisa diterapkan.

Dalam konteks politik Indonesia menjelang Pilpres 2024, metafora "menggunting dalam lipatan" bisa mencerminkan tindakan atau strategi politik yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang secara diam-diam berusaha merugikan atau mengkritik pihak yang seharusnya menjadi mitra atau sekutunya. Metafora ini sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seseorang atau kelompok menggunakan taktik yang merugikan tujuan bersama atau kesatuan dalam politik.

Penggunaan metafora ini juga bisa merujuk pada tindakan yang melibatkan pengkhianatan, kritik internal yang tidak sehat, atau tindakan yang dapat melemahkan dukungan bersama. Misalnya seorang pejabat negara yang sedang kontestasi dalam pemilihan presiden membuat pernyataan kritikan dengan tendensi mendiskreditkan pemerintah, maka bisa dianggap sebagai politik "menggunting dalam lipatan" yang sangat potensial menciptakan instabilitas internal pemerintahan.

 Perlu diingat juga bahwa politik sering kali melibatkan dinamika kompleks sehingga interpretasi terhadap metafora politik "menggunting dalam lipatan" bisa multi tafsir, tergantung pada perspektif masing-masing orang dan situasi politik yang spesifik. Namun, metafora ini tetap bisa digunakan pada kasus-kasus spesifik, sekadar untuk menggambarkan situasi di mana ucapan atau tindakan yang berlawanan bisa membuyarkan semangat kerja sama dan kesatuan dalam pemerintahan menjelang Pilpres 2024.

 Karena itu, untuk menghindari tudingan adanya politik "menggunting dalam lipatan" ini sebaiknya para pejabat yang kritis dan tidak searah lagi dengan Presiden Joko Widodo, sepatutnya menjaga diri agar tidak kebablasan dalam menyampaikan kritik. Para menteri harus kompak bersama Presiden sampai Kepala negara mengakhiri masa jabatannya. Jika ini tidak bisa dilakukan, akan lebih baik segera mengundurkan diri supaya tidak terjadi konflik kepentingan (conflict of interest).

Depok, 27 Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun